Fenomena Serangan Tawon Vespa: Tanda Lingkungan Terganggu?

7 hours ago 2
  • Serangan tawon vespa kepada masyarakat terjadi lagi. Fenomena apakah ini?
  • Sih Kahono, Peneliti Pusat Riset Biologi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan Spesies tawon ─khususnya Genus Vespa─ beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat, akibat alih fungsi lahan, krisis iklim, serta kurangnya pemahaman masyarakat mengenai siklus hidup dan perilaku
  • Tawon vespa yang menyengat, umumnya berasal dari spesies yang hidup sosial atau berkoloni. Ketika sarangnya terancam akan ada reaksi kolektif dari koloni, terutama dari para pekerja atau worker
  • Dalam kasus-kasus serangan tawon vespa, sih Kahono menyebut, biasanya disebabkan ketidaksengajaan manusia mendekati atau mengganggu sarang. Anak-anak yang bermain petak umpet atau secara tidak sadar memukul area sekitar sarang, bisa memicu serangan.

Serangan tawon vespa kepada masyarakat terjadi lagi. Terbaru, menimpa dua anak di Bandung dan juga menyerang warga yang berusaha menolongnya, awal Mei 2025. Fenomena apakah ini?

Sih Kahono, Peneliti Pusat Riset Biologi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan kejadian tersebut bukan insiden biasa.

Ini merupakan bagian dari dinamika ekologis yang kompleks. Spesies tawon, khususnya Genus Vespa, beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat. Ini dikarenakan alih fungsi lahan, krisis iklim, serta kurangnya pemahaman masyarakat mengenai siklus hidup dan perilakunya.

Tawon vespa yang menyengat, umumnya berasal dari spesies yang hidup sosial atau berkoloni.

“Dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri, bukan menyerang secara agresif. Ketika sarangnya terancam akan ada reaksi kolektif dari koloni, terutama dari para pekerja atau worker,” jelasnya, Jumat (9/5/2025).

Sarang tawon vespa biasanya dibangun dari serpihan kayu yang dikunyah dan dibentuk menjadi struktur pelindung telur, larva, dan pupa. Perlindungan ini sangat penting, karena keberlangsungan koloni bergantung pada generasi baru.

Lokasi pembangunan sarang dipilih selektif, mencerminkan kondisi aman, terlindungi dari gangguan predator dan manusia, serta kaya makanan.

Vespa affinis, Vespa analis, Vespa tropika, dan Vespa velutina adalah jenis-jenis yang umum ditemukan di Indonesia.”

Affinis, cenderung memilih dataran rendah seperti perkotaan. Padahal, dulunya mereka bersarang di pepohonan, namun sekarang mulai masuk ke lingkungan manusia, karena habitat alami yang makin terbatas.

Baca: Bijaknya Petani Muda Majalengka Sejak Kenal Lebah Madu

Fenomena tawon vespa menyerang manusia menunjukkan adanya tanda keseimbangan lingkungan yang terganggu. Foto: Wikimedia Commons/Aris Riyanto/CC BY-SA 4.0

Potensi bahaya medis tawon vespa

Dalam kasus-kasus serangan tawon vespa, sih Kahono menyebut, biasanya disebabkan ketidaksengajaan manusia mendekati atau mengganggu sarang.

Anak-anak yang bermain petak umpet atau secara tidak sadar memukul area sekitar sarang, bisa memicu serangan.

“Jika satu individu terganggu, maka sinyal kimia akan dikirim untuk memanggil anggota koloni lainnya mempertahankan sarang,” jelas Sih Kahono.

Untuk itu, yang perlu diwaspadai dari tawon ini tidak hanya agresivitas, namun juga potensi bahaya medis. Racunnya, terutama dari spesies besar, memiliki volume tinggi dan bisa disuntikkan berkali oleh satu individu, berbeda dengan lebah madu yang menyengat satu kali lalu mati.

“Kasus di Bogor, misalnya, mencatat kematian akibat gagal ginjal setelah lebih dari 30 sengatan.”

Saat ini, belum ada anti-venom spesifik untuk sengatan tawon vespa di Indonesia. Penanganan medis di lapangan masih sangat terbatas. Minimnya pelaporan dan dokumentasi juga menjadi kendala.

“Belum ada data komprehensif penyebaran sarang atau frekuensi serangan. Padahal, meski kasusnya tidak seviral konflik manusia-harimau, maupun gajah, namun perlu menjadi perhatian publik dan pemerintah.”

Edukasi publik perlu ditingkatkan, agar masyarakat bisa mengenali karakteristik awal keberadaan sarang kecil dan melakukan pengusiran sederhana sebelum koloni membesar.

“Tidak harus panggil pemadam kebakaran. Kalau sarang masih kecil dan belum agresif, cukup disemprot minyak beraroma kuat saja. Tentunya butuh edukasi dan keberanian. Monitoring warga sekitar sangat vital.”

Sih Kahono tegaskan pentingnya edukasi sejak dini, mengenai manfaat ekologis tawon, bukan hanya bahaya. Dalam kondisi tertentu, tawon vespa memang berbahaya. Tetapi, serangga ini juga penting untuk mengontrol hama pertanian dan menjaga keseimbangan ekosistem.

“Ini bukan soal dimusnahkan atau tidak, tapi bagaimana menempatkan intervensi manusia secara tepat.”

Baca: Merawat Jejaring Kehidupan Lewat Lebah

Tawon menyengat sebagai bentuk pertahanan diri, bukan menyerang secara agresif. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Perlunya literasi ekologis tawon vespa

Edi Hidayat, Founder ROEM Institut, menyoroti perlunya literasi ekologis masyarakat tentang lebah dan tawon. Sebab, masih banyak masyarakat yang menganggap semua jenis lebah dan tawon sebagai hama, tanpa membedakan jenis dan fungsinya.

Hal ini, turut menambah stigma negatif terhadap para peternak lebah dan kegiatan budidaya madu yang ramah lingkungan.

“Dampak dari persepsi negatif itu bisa sangat luas,” jelas Edi yang juga petani lebah madu.

Hal yang terlihat adalah, masyarakat dapat membunuh lebah secara tidak perlu.

“Juga, melemahkan upaya konservasi dan produksi madu lokal yang sangat bergantung pada lingkungan sehat dan keberadaan populasi lebah dan tawon yang stabil.”

Baca juga: Riset: Kanibalisme Terjadi pada Sesama “Bayi” Tawon

Masih banyak masyarakat yang menganggap semua jenis lebah dan tawon sebagai hama, tanpa membedakan jenis dan fungsinya. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Sih Kahono menambahkan, meski pengalaman dan pengetahuan lokal tentang tawon vespa cukup luas di kalangan peneliti dan praktisi, namun publikasi ilmiah dan dukungan terhadap riset masih minim.

“Pengalaman di lapangan jarang terdokumentasi karena kesulitan diterima di jurnal ilmiah. Kita butuh sistem pendukung yang memungkinkan riset aplikatif ini berkembang dan dijadikan refrensi kebijakan publik.”

Kolaborasi antarlembaga riset, pemerintah daerah, kementerian kesehatan, dan masyarakat sipil dalam merancang sistem pelaporan masyarakat berbasis komunitas penting dilakukan.

“Jika sistemnya sudah bagus, setiap orang bisa mengendalikan potensi bahaya ini sendiri. Tapi memang harus ada edukasi, keberanian, dan akses informasi yang jelas,” pungkasnya.

Lebah dan Tawon, Kenali Ciri Utama Perbedaannya

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|