Macan Tutul Jawa dan Kearifan Petani Gunung Muria

4 hours ago 2
  • Petani di Gunung Muria memiliki kearifan menjaga keseimbangan lingkungan dengan satwa liar, tidak terkecuali dengan macan tutul jawa (Panthera pardus melas).
  • Di beberapa desa di lereng Gunung Muria, macan tutul tidak sekadar dipandang sebagai predator puncak tersisa di Pulau Jawa. Dalam narasi lisan masyarakat setempat, satwa ini kerap disebut ‘kyai’ (penjaga rimba), yaitu sosok sesepuh yang merepresentasikan harmonisasi manusia dan alam.
  • Teguh Budi Wiyono, Ketua Yayasan Penggiat Konservasi Muria (PEKA Muria) mengungkapkan, petani lokal menganggap macan tutul bagian tak terpisahkan dari ekosistem alam.
  • Menggunakan kamera jebak, PEKA Muria bersama sejumlah pihak pada 2018, melakukan pemantauan macan tutul di sejumlah titik strategis. Hasil survei menunjukkan, terdapat sekitar 14 individu dewasa yang tersebar di kawasan hutan Muria.

Bagi Mukadi (46), petani asal Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, bertani bukan hanya mengelola kebun kopinya di lereng Gunung Muria. Tetapi juga, menjaga keseimbangan lingkungan dengan satwa liar, tidak terkecuali macan tutul jawa (Panthera pardus melas).

Meski belum melihat langsung, namun dia pernah menemukan jejak satwa dilindungi itu di lahannya.

“Bekas kaki dan sisa mangsanya berupa kijang pernah ditemukan. Hewan sebuas apapun, bila tidak disakiti, tidak akan mengganggu,” ujarnya, pertengahan Maret 2025.

Begitu pula bila ada ular di kebunnya, dibiarkan saja pergi oleh Mukadi.

“Sama-sama makhluk hidup, kita semua berhak hidup,” imbuhnya.

Riman (83), petani kopi di lereng Muria, masih ingat ternaknya diserang macan tutul, beberapa waktu lalu. Kejadian itu, membuatnya sadar bahwa keseimbangan ekosistem lingkungan harus dijaga.

“Hubungan manusia dengan satwa harus kita perhatikan,” ujarnya.

Baca: Terekam Kamera: Macan Tutul Mangsa Kucing Kuwuk di Hutan Muria

Macan kumbang yang disebut juga macan tutul di Taman Safari Indonesia. Panthera pardus melas ini merupakan satwa dilindungi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Macan tutul yang dihormati petani

Di beberapa desa di lereng Gunung Muria, macan tutul tidak sekadar dipandang sebagai predator puncak tersisa di Pulau Jawa. Dalam narasi lisan masyarakat setempat, satwa ini kerap disebut ‘kyai’ (penjaga rimba), yaitu sosok sesepuh yang merepresentasikan harmonisasi manusia dan alam.

Pandangan ini juga mengakar dalam kesadaran ekologis sebagian petani.

Teguh Budi Wiyono, Ketua Yayasan Penggiat Konservasi Muria (PEKA Muria) mengungkapkan, petani lokal menganggap macan tutul bagian tak terpisahkan dari ekosistem alam.

“Keberadaan macan tutul sebagai penjaga keseimbangan alam perlu dihormati,” jelasnya, pertengahan Maret 2025.

Menggunakan kamera jebak, PEKA Muria bersama sejumlah pihak pada 2018, melakukan pemantauan macan tutul di sejumlah titik strategis. Hasil survei menunjukkan, terdapat sekitar 14 individu dewasa yang tersebar di kawasan hutan Muria.

Temuan tersebut menjadi indikasi penting bahwa kawasan pegunungan yang meliputi Kabupaten Kudus, Pati, dan Jepara, ini merupakan rumah besar spesies terancam punah tersebut.

“Langkah ini cukup positif dan kami tetap melakukan pemantauan rutin.”

Baca: Nasib Macan Tutul Kala Hutan Muria Terus Terambah

Mukadi (46), petani asal Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menganggap macan tutul bagian dari ekosistem hutan Gunung Muria yang harus dijaga. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Bagaimana bila ada kejadian macan tutul menyerang ternak warga?

“Langkah yang kami ambil adalah mengedukasi masyarakat dengan cara melindungi ternaknya dari serangan, seperti membuat kandang ternak aman,” ujarnya.

Untuk lebih memahami pola konflik, Teguh dan tim juga melakukan pendataan desa-desa yang mengalami serangan macan tutul. Meski begitu, terhadap adanya ancaman perburuan tetap diwaspadai.

“Kalau ketahuan, biasanya mereka pindah ke wilayah lain. Ini harus diantisipasi,” ujarnya.

Baca: Parijoto, Tumbuhan Simbol Konservasi Khas Gunung Muria

Riman (83), petani kopi yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di lereng Muria. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Diusulkan jadi Tahura

Teguh Jumadiyanto, Kepala Resort Pemangkuan Hutan Ternadi, Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan Muria Patiayam, KPH Pati, menjelaskan pihaknya terus melakukan patroli untuk mencegah pemburu masuk.

“Belum ada laporan atau temuan perburuan macan tutul di wilayah kami,” ujarnya, Jumat (2/5/2025).

Wilayah yang harus diamankan sekitar 2.400 hektar.

“Kami juga memasang papan peringatan, spanduk, dan banner edukatif di sejumlah titik strategis. Imbauan untuk tidak memburu satwa liar ditegaskan melalui media tersebut.”

Baca juga: Bukan Hanya Wisata Religi, Kopi Muria Bisa Jadi Andalan

Tutupan hutan di pegunungan Muria. Di beberapa desa di lereng Gunung Muria, macan tutul tidak sekadar dipandang sebagai predator puncak tetapi juga penjaga keharmonisan manusia dengan alam. Foto; Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Hendra Gunawan, peneliti utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyatakan bahwa untuk melindungi kepunahan macan tutul di Gunung Muria maka perubahan status hutan produksi dan hutan lindung menjadi kawasan konservasi taman hutan raya (Tahura) bisa dipertimbangkan.

Status Tahur memberi perlindungan hukum yang lebih kuat dan memungkinkan untuk pengelolaan hutan berkelanjutan, baik dari sisi ekologi, sosial maupun ekonomi.

“Perubahan status ini memiliki sejumlah tujuan strategis,” ujarnya, dikutip dari situs BRIN, 28 Spetember 2022.

Menurut Hendra, ada empat poin yang didapat dengan perubahan status tersebut. Pertama, menekan laju kerusakan hutan akibat perambahan liar dan alih fungsi lahan. Kedua, menjaga kelangsungan hidup keanekaragaman hayati khas Pulau Jawa, termasuk populasi macan tutul tersisa di Gunung Muria. Ketiga, mengoptimalkan potensi kawasan hutan sebagai ruang konservasi yang bisa mendukung aktivitas penelitian, edukasi, serta wisata berbasis alam.

“Terakhir, menciptakan landasan hukum yang kokoh untuk memperkuat kolaborasi konservasi antar-pihak.”

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2015, Tahura memberikan ruang untuk berbagi kegiatan produktif yang tetap berlandaskan prinsip konservasi.

Menghitung Populasi Macan Tutul Jawa di Habitat Tersisa

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|