Kisah Pilu Orangutan Sumatera Bernama Leuser

4 weeks ago 53
  • Leuser merupakan orangutan sumatera yang menghuni pulau buatan Orangutan Haven, di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
  • Nama Leuser diambil dari tempat kelahirannya, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), bentang alam dengan keanekaragaman hayati luar biasa. Luas KEL sekitar 2,6 juta hektar, terbentang di Aceh sekitar 2,25 juta hektar dan sisanya di Sumatera Utara.
  • Pada November 2006, Leuser ditemukan terluka parah di Desa Mangupeh, Kecamatan Tebo Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Saat ditemukan, kaki kanannya terluka sepanjang 40 sentimeter dan di tubuhnya ditemukan 62 peluru senapan angin. Kepalanya memar, karena pukulan benda tumpul.
  • Tahun 2024, luas tutupan hutan yang hilang di Aceh mencapai 10.610 hektar. Dari jumlah tersebut, 5.699 hektar terjadi di KEL, yang merupakan habitat alami orangutan sumatera.

Namanya Leuser. Diambil dari tempat kelahirannya, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), bentang alam dengan keanekaragaman hayati luar biasa. Luas KEL sekitar 2,6 juta hektar, terbentang di Aceh sekitar 2,25 juta hektar dan sisanya di Sumatera Utara.

Leuser yang berusia 26 tahun, telah mengalami berbagai cobaan hidup. Hingga akhirnya, ia menjadi penghuni pulau buatan Orangutan Haven, di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Ricko Layno Jaya, Manager Konservasi Orangutan Haven, mengatakan Leuser sebenarnya orangutan liar. Ia ditangkap pemburu di KEL dan diselamatkan pada 20 Februari 2004, saat hendak diselundupkan ke Jakarta dari Aceh.

“Ketika itu usianya sekitar lima tahun. Anak orangutan yang usianya kurang tujuh tahun, biasanya masih disapih induknya,” terangnya, Selasa (15/4/2025).

Leuser kemudian dibawa ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Sumatera di Batu Mbelin, Sibolangit, Provinsi Sumatera Utara. Desember 2004, setelah dinyatakan sehat,  Leuser dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Provinsi Jambi.

“Leuser mulai hidup mandiri, meskipun tanpa dampingan induknya,” ungkap Ricko.

Baca: Orangutan Haven dan Masa Depan Orangutan Sumatera

Leuser merupakan orangutan sumatera penghuni Orangutan Haven. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Namun, pada November 2006, Leuser kembali terancam hidupnya. Ia ditemukan terluka parah di Desa Mangupeh, Kecamatan Tebo Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi.

Saat ditemukan, kaki kanannya terluka sepanjang 40 sentimeter dan di tubuhnya ditemukan 62 peluru senapan angin. Kepalanya memar, karena pukulan benda tumpul.

Peluru tidak hanya membutakan kedua mata Leuser, tapi juga bersarang di paru-paru. Bahkan, dari tengkorak hingga kaki terdapat peluru.

Hanya 15 peluru yang dikeluarkan. Sisanya, tetap berada di tubuh Leuser.

“Hanya peluru di permukaan kulit yang dikeluarkan. Jangan sampai, bekas luka operasi justru menjadi jalan masuk kuman yang dapat membahayakan nyawa Leuser,” jelas Yenny Saraswati, yang saat itu menjabat Manager Karantina dan Senior Veterinari  SOCP, dikutip dari VIVAnews.com, Senin 4 Juni 2012.

Baca: Orangutan Haven, Pulau Buatan untuk Orangutan yang Tidak Bisa Dilepasliarkan

Leuser hidup selamanya di Orangutan Haven karena matanya yang buta. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Karena mengalami masalah penglihatan, Leuser tidak bisa dikembalikan ke hutan. Kisahnya menjadi inisiatif dibangunnya Orangutan Haven. Pulau ini bukan hanya sebagai tempat perlindungan bagi orangutan yang tidak bisa kembali ke alam liar, tetapi juga pusat edukasi untuk mendorong kepedulian publik terhadp konservasi orangutan dan habitatnya.

“Tidak mungkin selama sisa hidupnya, Leuser dikurung dalam kandang. Ia berhak menikmati alam bebas di sini, meski sudah tidak bisa melihat,” ujar Ricko.

Baca: Jembatan di Pulau Orangutan Haven ini Menggunakan Konstruksi Bambu, Mengapa?

Orangutan Haven merupakan rumah masa depan bagi orangutan sumatera yang tidak bisa dilepasliarkan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Roma Usandi Tarigan, keeper Orangutan Haven, yang merawat Leuser mengaku sedih mendengar cerita orangutan sumatera ini.

“Saya sangat senang merawat Leuser. Ia sangat aktif, jika tidak diperhatikan dengan baik, tidak terlihat buta. Leuser banyak menghabiskan waktu di sarang yang dibuat dari besi.”

Roma berharap, tidak ada lagi orangutan sumatera yang bernasib seperti Leuser. Hidupnya sangat menderita.

“Saya hanya bisa membayangkan kalau itu terjadi pad kita, atau keluarga kita,” ucapnya.

Di Orangutan Haven, Leuser merupakan duta bagi masa depan orangutan dan hutan yang lebih baik.

Baca: Banyak Orangutan Terluka, Senapan Angin Harus Ditertibkan

Menjaga dan merawat orangutan merupakan peran yang harus dilakukan seorang keeper. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Kisah sedih orangutan sumatera

Orangutan sumatera yang terluka parah karena senapan angin bukan hanya Leuser, masih ada yang lain.

BKSDA Aceh bersama Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC) mengevakuasi satu individu orangutan sumatera betina bersama bayinya di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh, pada 10 Maret 2019

Saat menjalani perawatan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Sumatera di Sibolangit, di tubuh orangutan bernama Hope tersebut bersarang 74 butir peluru senapan. Kaki, tangan, dan bahunya luka parah akibat benda tajam. Kedua matanya mengalami kerusakan permanen, menyebabkan kebutaan total. Hope dan anaknya meregang nyawa karena berkonflik dengan manusia.

Baca: Hukuman Ringan untuk Penembak Orangutan dengan 74 Peluru

Menghabiskan waktu dikandang akibat mata yang buta harus dialami orangutan bernama Leuser ini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Tim rescue orangutan sumatera mengevakuasi satu individu orangutan sumatera jantan bernama Paguh di Gampong Teungoh, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, pada November 2019. Ada 24 peluru bersarang di tubuhnya dan sebanyak 14 butir bersarang di kepala. Paguh yang berusia 30 tahun, mati setelah dua tahun hidup di Orangutan Haven.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh kembali mengevakuasi satu individu orangutan sumatera jantan di Desa Seuneubok Keuranji, Kecamatan Kota Bahagia, Kabupaten Aceh Selatan, pada 9 September 2020. Ada 138 peluru senapan di tubuhnya, termasuk 40 butir di kepala. Karena luka parah, orangutan tanpa nama ini mati beberapa hari kemudian.

Baca: Kisah Orangutan Paguh, Mata Buta dengan Belasan Peluru di Kepala

Di kandang ini, orangutan dijaga dan dipantau kesehatannya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Syafrizaldi, Direktur Eksekutif YOSL – OIC, mengatakan nasib orangutan sumatera di habitat alaminya tidak baik-baik saja.

“Kami melihat kegiatan ilegal terhadap orangutan masih terjadi, terutama perburuan di alam, maupun perdagangan liar,” jelasnya,  Selasa (15/4/2025).

Pengrusakan habitat satwa yang dilindungi ini masih berlangsung.

“Hal ini menyebabkan konflik antara manusia dengan orangutan belum berhenti. Tim YOSL – OIC terus menyelamatkan orangutan yang berkonflik dengan masyarakat. Juga, masih ada warga yang menganggap orangutan sebagai hama karena masuk kebun, sehingga ada yang ditembak.”

YOSL-OIC dan sejumlah lembaga berupaya membantu pemerintah mencegah adanya kegiatan ilegal terhadap orangutan sumatera di KEL.

“Kami juga memperbaiki habitatnya dengan melakukan restorasi hutan, patroli, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan,” ungkapnya.

Baca juga: Rawa Tripa, Habitat Orangutan Sumatera yang Terus Dirambah

Orangutan Sumatera yang berada di Orangutan Haven akan menghabiskan waktu hidup mereka di sini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Habitat orangutan terganggu

Lukmanul Hakim, Manager Geographic Information System (GIS) HAkA, mengatakan pada 2024, luas tutupan hutan yang hilang di Aceh mencapai 10.610 hektar. Dari jumlah tersebut, 5.699 hektar terjadi di KEL, yang merupakan habitat alami orangutan sumatera.

Jika dihitung setiap kabupaten/kota di Aceh, maka Aceh Selatan menjadi kabupaten penyumbang kehilangan tutupan hutan terbesar selama tiga tahun terakhir.

“Tahun 2024, Aceh Selatan kehilangan hutan seluas 1.357 hektar, disusul Kabupaten Aceh Timur (1.096 hektar), dan Kota Subulussalam (1.040 hektar),” jelasnya, Selasa (25/2/2025).

Baca juga: Kawasan Ekosistem Leuser, Mengapa Penting Dimasukkan Dalam Rencana Tata Ruang dan Pembangunan Aceh?

Hutan Kawasan Ekosistem Leuser merupakan habitatnya orangutan sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Berkurangnya tutupan hutan juga terjadi di Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil. Pada 2024, berkurang 425 hektar. Jika dihitung sejak 2020 hingga 2024, jumahnya mencapai 2.181 hektar.

“Di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) wilayah Aceh, tutupan hutan berkurang pada 2024 sekitar 100 hektar. Suaka Margasatwa Rawa Singkil dan TNGL merupakan kawasan konservasi sebagai habitat utama orangutan sumatera,” ujar Lukman.

Cinta Roma untuk Orangutan yang Tak Bisa Dilepasliarkan

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|