Apakah Kucing Kebal Terhadap Bisa Ular?

8 hours ago 1
  • Kucing domestik terbukti lebih kebal terhadap bisa ular setelah dilakukan penelitian tentang efek bisa ular pada zat pembekuan darah pada anjing dan kucing.
  • Hingga saat ini, gigitan ular merupakan masalah global, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi hewan peliharaan, serta hewan ternak yang kurang mendapat perhatian.
  • Setengah dari publikasi global yang membahas gigitan ular pada ternak melaporkan tingkat kematian diatas 47 persen.
  • Hal ini menyoroti beban kematian hewan yang tinggi dan kurang dilaporkan, serta potensi kerugian ekonomi yang signifikan akibat gigitan ular.

Tidak hanya pintar menghindari serangan ular, kucing domestik ternyata juga terbukti dua kali lebih tahan terhadap bisa ular. Hal ini terungkap melalui penelitian Zdenek dan kolega (2020) yang membandingkan efek bisa ular pada zat pembekuan darah pada anjing dan kucing.

“Sementara hanya 31 persen anjing yang selamat dari gigitan P. textilis tanpa antibisa dan kucing dua kali lebih mungkin untuk selamat dari gigitan [66 persen],” tulis penelitian tersebut.

Para peneliti menguji efek pembekuan darah [prokoagulan] dari racun ular P. textilis dan 10 racun prokoagulan lainnya dari berbagai belahan dunia pada plasma kucing, anjing, dan manusia di laboratorium.

Hasilnya menunjukkan bahwa semua racun bekerja lebih cepat dalam membekukan plasma anjing dibandingkan plasma kucing atau manusia. Ini mengindikasikan bahwa anjing lebih cepat mengalami gangguan pembekuan darah [koagulopati] dan menjadi lebih rentan terhadap racun ular yang memicu pembekuan.

“Waktu pembekuan darah spontan, bahkan tanpa racun, secara dramatis lebih cepat pada anjing ketimbang kucing,” kata Zdenek, dikutip dari Science Daily, pada Senin (19/5/2025).

“Hal ini menunjukkan bahwa pembekuan darah anjing yang alami lebih cepat membuat mereka lebih rentan terhadap jenis bisa ular ini,” lanjut Zdenek.

Hasil ini juga sejalan dengan catatan klinis yang menunjukkan timbulnya gejala lebih cepat dan efek mematikan pada anjing dibanding kucing. Beberapa perbedaan perilaku antara kucing dan anjing juga sangat mungkin meningkatkan kemungkinan anjing mati akibat gigitan ular berbisa.

“Anjing biasanya lebih aktif dari kucing. Praktik terbaik adalah tetap diam sebisa mungkin untuk memperlambat penyebaran racun ke seluruh tubuh,” kata Dr. Bryan Fry, rekan peneliti Zdenek.

“Anjing biasanya menyelidiki sesuatu dengan hidung dan mulutnya. Ini merupakan area yang sangat banyak pembuluh darah, sedangkan kucing sering memukul dengan cakar,” kata Dr. Fry.

Di sisi lain, gigitan ular merupakan masalah global, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi hewan peliharaan.

Baca: Apa Bedanya Kucing Kecil dan Kucing Besar?

Tropidolaemus wagleri, salah satu jenis ular viper yang memiliki bisa mematikan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Dari penelitian Zdenek dan kolega (2020) situasi di Australia menggambarkan masalah utama ini dengan jelas. Meskipun gigitan ular berpotensi fatal bagi manusia, dampaknya jauh lebih mematikan bagi hewan peliharaan.

Contohnya, rata-rata sekitar 6.123 orang di Australia dirawat di rumah sakit setiap tahun akibat gigitan ular. Namun, hanya sekitar 2 kematian yang tercatat per tahun selama 14 tahun.

Sebaliknya, dari sekitar 6.200 kucing dan anjing yang terkena gigitan ular setiap tahun di Australia, sekitar 213 di antaranya meninggal. Angka kematian pada hewan peliharaan ini kemungkinan lebih tinggi karena tidak mencakup kasus hewan yang tidak mendapatkan perawatan medis.

Sejauh ini, menurut penelitian Garcês dan kolega (2023), protokol pengobatan standar untuk keracunan ular perlu ditingkatkan untuk hewan peliharaan; saat ini, satu-satunya pengobatan yang diterima adalah pemberian antibisa dan perawatan suportif (terapi cairan kristaloid intravena dan pengendalian rasa sakit).

“Antibisa membatasi tanda-tanda klinis dan membalikkan koagulopati; sayangnya, karena harganya yang mahal, banyak yang tidak mampu membelinya,” tulis penelitian Zdenek dan kolega (2020).

Baca: Mengenal 9 Jenis Kucing Terbesar di Planet Bumi

Hewan peliharaan merupakan target rentan serangan ular yang jarang mendapat perhatian. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Serangan ular terhadap hewan peliharaan

Menurut Bolon dan kolega (2019) dampak gigitan ular diperkirakan jauh lebih besar jika kita mempertimbangkan perspektif “One Health”, yang mencakup dampak langsung pada hewan peliharaan dan ternak. Juga, konsekuensi tidak langsung terhadap mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hewan tersebut.

Hasil tinjauan menunjukkan bahwa sebagian besar literatur yang ada (69 persen) berasal dari Amerika Utara, Eropa, dan Australia, dengan informasi yang lebih terbatas dari Amerika Tengah dan Selatan, Asia, dan Afrika (31 persen). Studi observasional yang dominan fokus pada hewan peliharaan (78 persen) dibandingkan ternak (22 persen).

Sebanyak 34 spesies ular dilaporkan taktif dalam kasus gigitan pada hewan, dan ular-ular yang dianggap penting secara medis oleh WHO lebih sering ditemukan. Meskipun informasi mengenai faktor sosial dan lingkungan masih terbatas, literatur yang ditinjau mengindikasikan adanya pengaruh musim dan keanekaragaman habitat terhadap kejadian gigitan ular.

Gigitan ular pada hewan menyebabkan gejala keracunan (envenomasi) yang serupa dengan manusia. Ini meliputi gangguan saraf (neurotoksik), kerusakan jaringan (sitotoksik), dan gangguan pembekuan darah (hemotoksik), yang sering berujung pada kematian.

“Setengah dari publikasi yang membahas gigitan ular pada ternak melaporkan tingkat kematian diatas 47 persen,” tulis penelitian Bolon dan kolega (2019).

Baca juga: Mengungkap Rahasia Genetik: Mengapa Kucing Memiliki Bintik dan Garis?

Kucing domestik yang ada di sekitar kita memiliki kesamaan perilaku dengan harimau. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Ironisnya, belum ada penelitian yang secara khusus meneliti dampak tidak langsung gigitan ular terhadap mata pencaharian masyarakat akibat sakit atau kematian hewan.

Temuan ini menyoroti beban kematian hewan yang tinggi dan kurang dilaporkan, serta potensi kerugian ekonomi yang signifikan akibat gigitan ular.

“Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan ini agar kita dapat memahami sepenuhnya dampak gigitan ular dan meningkatkan kesadaran ilmiah, politik, dan publik terhadap masalah kesehatan yang terabaikan ini,” tulis penelitian tersebut.

Referensi:

Bolon, I., Finat, M., Herrera, M., Nickerson, A., Grace, D., Schütte, S., Babo Martins, S., & Ruiz de Castañeda, R. (2019). Snakebite in domestic animals: First global scoping review. Preventive Veterinary Medicine, 170, 104729. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.prevetmed.2019.104729

Garcês, A., Pereira, C., Santiago, M. I., Prada, J., Silva, F., & Pires, I. (2023). Snakebites in domestic animals. Biology and Life Sciences Forum, 24(1), 4.

Zdenek, C. N., Llinas, J., Dobson, J., Allen, L., Dunstan, N., Sousa, L. F., Moura da Silva, A. M., & Fry, B. G. (2020). Pets in peril: The relative susceptibility of cats and dogs to procoagulant snake venoms. Comparative Biochemistry and Physiology Part C: Toxicology & Pharmacology, 236, 108769. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.cbpc.2020.108769

Kucing dan Harimau: Banyak Kesamaan tapi Beda Nasib

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|