Pekerja Tewas di Kawasan Industri Nikel PT IMIP Terus Terjadi

6 hours ago 3
  • Kematian pekerja di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terus saja terjadi. Kali ini, Yanser, operator dump truck di perusahaan Zhongxing Telecommunication Equipment Company Limited (ZTE) yang berada di kawasan IMIP, meninggal dunia saat mencuci unit kerjanya di area kolam perusahaan, Kamis (15/5). 
  • Rhoesmanto, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) IMIP mengatakan, korban tewas setelah tersengat listrik dari kabel terkelupas di area kerja yang tergenang air hujan. Peristiwa itu makin mempertegas lemahnya standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diterapkan pihak perusahaan. 
  • Sejak awal 2023 hingga Mei 2025, tercatat 43 buruh meninggal dunia di kawasan IMIP karena berbagai insiden. Mulai dari ledakan tungku, kecelakaan listrik, kebakaran, kelelahan ekstrem, tailing jebol, hingga tekanan untuk mengejar target produksi yang tidak manusiawi. IMIP bukan hanya simbol pertumbuhan industri, tetapi juga ladang kematian bagi buruh. 
  • PT IMIP adalah potret ambisi hilirisasi nikel yang sarat ironi. Di tengah banyak kritik atas kerusakan lingkungan dan rangkaian kecelakaan kerja, IMIP dan  19 tenan perusahaan di dalamnya justru mendapat ‘proper biru’ dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).  Menurut Wandy, Manager Kampanye Walhi Sulteng. predikat ‘proper biru’ itu bertolak belakang dengan berbagai kerusakan lingkungan akibat kehadiran IMIP dan perusahaan di dalamnya. Belum lagi penerapan SMK3 yang berujung pada tingginya angka kecelakaan kerja. 

Kematian pekerja di kawasan industri nikel, PT  Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terus terjadi. Kali ini, Yanser, operator dump truck di perusahaan Zhongxing Telecommunication Equipment Company Limited (ZTE),  di kawasan IMIP, tewas tersengat listrik saat mencuci truk di area kolam perusahaan, Kamis (15/5/25).  

Rhoesmanto, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) IMIP mengatakan, Yanser tewas setelah tersengat listrik dari kabel terkelupas  yang terkena  air hujan. Peristiwa itu makin mempertegas lemahnya standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan. 

“Sistem K3 seharusnya mampu melindungi setiap pekerja. Kenyataannya, sistem ini kembali gagal. Perusahaan tidak belajar dari kematian demi kematian yang terus berulang,” katanya.

ZTE,   satu dari puluhan perusahaan yang beroperasi di IMIP. Ali Akbar, Kepala Departemen Pendidikan dan Propaganda SBIPE IMIP, mengatakan, ambisi  menggenjot produksi stainless steel, karbon steel, dan bahan baku baterai kendaraan listrik mempertaruhkan nyawa para pekerja 

Sejak awal 2023 hingga Mei 2025, tercatat 43 pekerja  meninggal dunia di kawasan IMIP karena berbagai insiden. Mulai dari ledakan tungku, kecelakaan listrik, kebakaran, kelelahan ekstrem, tailing jebol, hingga tekanan untuk mengejar target produksi yang tidak manusiawi.

“Kawasan IMIP bukan hanya simbol pertumbuhan industri, tetapi juga ladang kematian bagi buruh!” 

SBIPE-IMIP menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga  Yanser. Dia  mengecam keras kelalaian perusahaan ZTE dan pengelola kawasan IMIP yang terus gagal menjamin keselamatan pekerja.

SBIPE menuntut perusahan menghentikan sementara seluruh aktivitas guna melakukan investigasi menyeluruh dan independen. Mereka juga meminta perusahaan memberi kompensasi penuh dan transparan bagi keluarga korban.

Selain itu, SBIPE juga mendesak harus ada evaluasi total terhadap sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di seluruh tenan kawasan IMIP, dan pelibatan aktif serikat buruh dalam pengawasan ketenagakerjaan di semua level. Juga, meminta negara bertanggung jawab dengan menindak secara tegas pengelola kawasan yang dianggap lalai.

“Setiap kematian buruh adalah kegagalan sistemik. Gagalnya perusahaan, gagalnya negara, dan gagalnya semua pihak yang memilih diam. Kematian Yanser bukan sekadar angka. Dia manusia, punya keluarga, punya mimpi, dan hak untuk hidup dengan selamat dan bermartabat,” kata  Ali.

Yayasan Tanah Merdeka (YTM), organisasi yang fokus   isu eksploitasi sumber daya alam menuntut IMIP bertanggung jawab atas insiden  itu. Sepanjang tahun ini, terjadi delapan kasus kecelakaan kerja, tujuh berakhir dengan kematian, termasuk Yanser. 

Rentetan kecelakaan kerja yang terus berulang di kawasan IMIP menjadikan industri nikel ini, seperti medan maut bagi pekerja disana.  Desakan perbaikan dan penerapan standar K3 secara ketat tak buahkan hasil. Nyatanya, sirine ambulance hampir setiap hari terdengar mengangkut pekerja yang celaka. Tidak ada sanksi sebanding oleh  otoritas terkait berbagai rangkaian insiden yang terjadi.

Mohammad Azis, Kepala Divisi Kampanye YTM menyayangkan berbagai insiden yang terjadi di IMIP. Kondisi itu menunjukkan,  pengelola IMIP tidak mengevaluasi dan perbaikan manajemen Sistem Manajemen K3 (SMK3) secara ketat. 

“Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah juga tak punya langkah serius. Seharusnya pemerintah memerintahkan perusahaan agar menghentikan produksi sementara ketika kecelakaan terjadi,” katanya melalui keterangan tertulisnya kepada Mongabay, Jumat (16/5/25). 

Alih-alih memperbaiki SMK3,  yang terjadi sebaliknya. Pemerintah terus menggaungkan narasi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Morowali dari hilirisasi nikel -yang sebenarnya berdiri di atas mayat-mayat para pekerja.

YTM mencatat, pada  2024 terdapat 81 buruh jadi korban kecelakaan kerja di kawasan-kawasan industri nikel di Sulawesi Tengah (Sulteng). Dari 81 korban, 14 pekerja  meninggal dunia, 25 luka-luka, 40 mengalami keracunan, dan dua pekerja  pingsan.

“Semua kasus kecelakaan kerja tersebut tak pernah ditangani secara sungguh-sungguh. Perusahaan dibiarkan berproduksi terus-menerus tanpa jeda untuk evaluasi.”

Tambang nikel di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Morowali sebabkan pencemaran udara dan air berdampak pada Kesehatan masyarakat sekitar. Foto: Walhi Sulteng.

Desak revisi UU K3 

Senada dengan Wandi, Manager Kampanye Walhi Sulteng. Dia mengatakan, kecelakaan kerja yang  terjadi di IMIP membuktikan tidak ada perbaikan dalam sistem manajemen K3 yang menjadi kewajiban perusahaan. Menurut dia, rangkaian kejadian yang berakhir kematian seolah tidak berarti apa-apa. 

Klaim SMK3 oleh Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tengah pada 2022 tak terbukti. “Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perusahaan-perusahaan ini masih, diikuti dengan kecelakaan kerja sangat masif,” katanya.

Menurut Wandi, sikap acuh pemerintah dan pengelola IMIP salah satunya karena regulasi K3 lemah . UU No. 1/1970 tidak lagi memberikan sanksi setimpal pada perusahaan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Sanksi  hanya berupa pidana maksimum tiga bulan atau denda tertinggi Rp100.000. 

Dia pun mendesak, revisi beleid  itu. “Regulasi K3 ini tidak sebanding dengan apa yang dialami para pekerja. Tidak kuat untuk melindungi mereka. Nyawa ini tidak sebanding dengan investasi, sehingga regulasi ini perlu direvisi.”  

Dia mendorong ada pelibatan serikat buruh dalam melakukan evaluasi K3 secara menyeluruh agar transparansi dan akuntabilitas bisa  publik ketahui. Hal itu juga dapat membuat klaim perusahaan soal penerapan K3 dengan baik, bisa terkonfirmasi langungsung oleh buruh. 

Pemerintah harus bersikap lebih tegas atas kecelakaan kerja di wilayah-wilayah industri pengolahan nikel yang terus berulang. Apalagi,  nikel sebagai material penting dalam industri baterai kendaraan listrik untuk niatnya kurangi emisi daripada gunakan bahan fosil, justru banyak korban nyawa dan lingkungan.

Idealnya, buruh yang bekerja di sektor nikel menjadi kelompok yang diuntungkan dengan peralihan teknologi rendah karbon. Nyatanya tidak. Negara terlalu tunduk pada kepentingan investasi dan membiarkan korban dari pekerja terus berjatuhan tanpa sanksi setimpal.

“Di lapangan, buruh terus alami kecelakaan kerja berulang di kawasan industri nikel yang menunjukkan bahwa mereka tidak mendapatkan jaminan dan keamanan yang layak. Harusnya, negara bisa bersikap tegas dengan mencabut izin perusahaan yang melanggar.” 

Penampakan Kawasan Industri Nikel, PT IMIP, Foto: Milik PT IMIP

Ironi penerima ‘proper biru’

IMIP adalah potret ambisi hilirisasi nikel yang sarat ironi. Di tengah banyak kritik atas kerusakan lingkungan dan rangkaian kecelakaan kerja, IMIP dan  19 tenan perusahaan di dalamnya justru mendapat ‘proper biru’ dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). 

Menurut Wandy, predikat ‘proper biru’ itu bertolak belakang dengan berbagai kerusakan lingkungan akibat kehadiran IMIP dan perusahaan di dalamnya. Belum lagi penerapan SMK3 yang berujung pada tingginya angka kecelakaan kerja. 

Sebagai catatan, ada 67 perusahaan di Sulteng terima penghargaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) periode 2023-2024 akhir April lalu. Sebanyak 20 perusahaan, termasuk IMIP, mendapatkan kategori proper biru. 

Status biru itu merujuk pada sejumlah indikator pengelolaan lingkungan oleh perusahaan karena dinilai telah memenuhi persyaratan dan ketentuan berlaku. Meliputi tata kelola air, kerusakan lahan, pengendalian pencemaran laut, pengelolaan limbah B3, pengendalian pencemaran udara dan air, hingga implementasi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). 

Kepulan asap dari PLTU dalam kawasan industri nikel, IMIP. Foto: Riza Salman/ Mongabay Indonesia

Sistem kerja tak manusiawi

Kecelakaan kerja berulang di IMIP berasal dari sistem kerja yang tak manusiawi. Masalah ini timbul dari berbagai faktor, seperti proses perekrutan yang tidak transparan, fleksibilitas mutasi buruh, serta beban kerja tinggi demi mengejar upah layak.

Laporan Riset Rasamala Hijau Indonesia (RHI) dan Trend Asia  September 2024 menggambarkan bagaimana ketidakpastian dan ketidakadilan dalam hubungan kerja di kawasan industri ini. IMIP berperan sebagai penyalur tenaga kerja untuk sekitar 40 perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut. 

Saat ini, terdapat sekitar 91.581 buruh  di IMIP, dengan 72.815 buruh terdaftar dalam payroll perusahaan tenan IMIP.  Sekitar 18.766 orang bekerja untuk perusahaan kontraktor lokal.

Laporan itu juga ungkap ada sistem manajemen terpadu  IMIP. Dimana, semua kantor Human Resource Development (HRD) dari perusahaan-perusahaan tenan berada di satu gedung General Affair (GA) yang jadi pusat kebijakan dan implementasi ketenagakerjaan di tingkat kawasan.

Proses perekrutan, penempatan, hingga pemindahan buruh antar perusahaan secara terintegrasi di gedung ini. Jadi, IMIP memiliki kontrol lebih besar atas manajemen tenaga kerja di seluruh kawasan industri yang berpeluang penyalahgunaan wewenang.

Fleksibilitas mutasi buruh yang IMIP terapkan acapkali merugikan pekerja. Praktik mutasi sporadis tanpa dokumentasi resmi atau persetujuan pekerja menambah ketidakpastian dan ketidakadilan dalam hubungan kerja. Praktik mutasi ini membuat hubungan kerja menjadi kabur dan tidak jelas.

Kesepakatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) akhir tahun 2023 memperburuk situasi itu. Dalam Pasal 5, Poin 10, tentang Hak Perusahaan, dinyatakan,  perusahaan berhak memindahkan karyawan antar jabatan dan jenis pekerjaan, memperkuat posisi IMIP dalam mengatur buruh sesuai kepentingan mereka.

Frekuensi rotasi dan mutasi yang tinggi di IMIP menyebabkan buruh berada dalam posisi yang kurang aman secara pekerjaan. Kondisi ini yang disinyalir menjadi salah satu penyebab banyak terjadinya kecelakaan kerja di wilayah IMIP. 

Selain mutasi, jam kerja dan upah pokok menjadi masalah pelik bagi para buruh di IMIP. Merujuk laporan  itu, upah pokok buruh IMIP berkisar antara Rp3.000.000-3.100.000,  di bawah upah minimum kabupaten (UMK) Morowali,  Rp3.236.848. Dengan biaya hidup tinggi, buruh terpaksa kerja lembur hingga lebih dari 13 jam agar menerima upah antara Rp7.500.000–Rp8.000.000.

Jam kerja  panjang, pekerjaan  bertumpu pada penggunaan alat berat di suhu panas, dan paparan bahan kimia membuat buruh berada di kondisi rentan. Tak heran, banyak dari mereka alami kecelakaan kerja akibat kelalaian hingga kelelahan. Ironisnya, fasilitas kerja hingga APD yang diberikan perusahaan masih belum memadai untuk menjaga keselamatan.

Hal ini sejalan dengan hasil survei Federasi Pertambangan dan Energi KSBSI (FPE KSBSI), yang mengidentifikasi empat penyebab utama tingginya kecelakaan kerja di IMIP, yakni,  kelalaian pekerja, kondisi lingkungan kerja, APD yang tidak memadai, dan kerusakan alat.

Faktor-faktor itu mencerminkan persoalan serius dalam implementasi sistem K3 di kawasan industri ini. Temuan KSBSI, banyak pekerja kelelahan akibat jam kerja yang berlebihan dengan rata-rata 56 jam per minggu atau sekitar 225 jam per bulan.

Catur Widi dari Rasamala Hijau mengatakan, dengan sistem IMIP, buruh selalu menjadi pihak paling dirugikan. Mereka beresiko kehilangan nyawa, cacat permanen, atau bahkan menghadapi sanksi hingga pemecatan akibat insiden di tempat kerja.

“Risiko ini semakin tinggi di kawasan industri seperti IMIP, yang dikenal dengan jam kerja yang panjang, karakter industri berat, serta penggunaan bahan kimia dan panas tinggi. Dalam kondisi seperti itu, keselamatan dan nyawa buruh menjadi semakin rentan,” katanya.

Menurut Catur, kecelakaan kerja terus terjadi di IMIP menegaskan standar penerapan K3 di kawasan IMIP bermasalah. Padahal, sektor tambang dan pengolahan hasil tambang merupakan industri dengan risiko kecelakaan tinggi.

Hal itu diperkuat pengakuan Dinas Ketenagakerjaan Sulteng 25 Februari 2025 yang menyebut, dari banyak tenan di IMIP, baru PT Huayue Nickel Cobalt (HYNC) yang memenuhi kriteria implementasi SMK3 secara penuh.

Situasi ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Audit dan pengawasan terhadap aspek keselamatan kerja harus dilakukan secara menyeluruh, transparan, dan berkelanjutan. Tanpa langkah konkret dari negara, buruh akan terus menjadi korban. 

Tanggapan IMIP

Dedy Kurniawan, Media Relations Head IMIP tidak banyak berkomentar terkait kecelakaan kerja yang dialami Yanser. Menurut dia, korban adalah karyawan perusahaan kontraktor lokal Morowali yakni PT Baraq Cipta Karya (BCK), hingga dia tidak memiliki wewenang untuk memberikan tanggapan. 

“Silakan konfirmasi ke perusahaan bersangkutan, karena untuk perusahaan kontraktor lokal, kami tidak berwenang untuk memberikan komentar,” katanya kepada Mongabay Sabtu (17/5/25). 

Meski begtu, Dedy tak menjawab pertanyaan soal tudingan yang menyebut IMIP tidak menerapkan sistem manajemen K3 dengan baik. Dia bilang,  tidak bisa melarang atau mencegah pikiran pihak-pihak tertentu untuk menuding perusahaannya secara negatif. 

“Yang jelas, kami bersama para tenant selalu berusaha melaksanakan dan mematuhi manajemen K3 sesuai aturan yang berlaku.” 

*****

Kolam Limbah Nikel IMIP Jebol Tewaskan Tiga Pekerja

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|