Badai Matahari Terganas dalam Sejarah Terdeteksi Terjadi 14.300 Tahun Lalu

7 hours ago 4
  • Sekitar 14.300 tahun lalu, Bumi dihantam badai matahari paling dahsyat yang pernah tercatat, dengan kekuatan lebih dari 500 kali lipat badai terbesar di era modern, meninggalkan jejak radiokarbon di pohon purba dan es kutub.
  • Penelitian dari Universitas Oulu menggunakan model baru SOCOL:14C-Ex berhasil mengungkap skala dan dampak badai ini, yang termasuk dalam kategori Miyake Events, dan terjadi sebelum Zaman Holosen dimulai.
  • Jika badai serupa terjadi hari ini, infrastruktur global seperti satelit, jaringan listrik, dan komunikasi digital—termasuk di Indonesia—berisiko lumpuh, menjadikan temuan ini sebagai peringatan serius bagi ketahanan teknologi modern.

Sekitar 14.300 tahun lalu, atau tepatnya pada tahun 12.350 SM di penghujung Zaman Es, Bumi mengalami serangan kosmik yang belum pernah tercatat sebelumnya. Sebuah badai matahari super-ekstrem menghantam atmosfer planet ini dan meninggalkan jejak abadi dalam cincin pohon purba dan lapisan es kuno. Berdasarkan penelitian terbaru yang dipublikasikan pada April 2025 di jurnal Earth and Planetary Science Letters, badai ini merupakan yang paling ganas dan kuat yang pernah diketahui — lebih dari 500 kali lipat lebih dahsyat dibanding peristiwa badai matahari terbesar di era modern.

Temuan ini bermula dari deteksi lonjakan kadar karbon-14 dalam cincin pohon fosil dari Pegunungan Alpen, Prancis. Karbon-14 (radiokarbon) adalah isotop radioaktif yang terbentuk ketika partikel kosmik dari Matahari berinteraksi dengan nitrogen di atmosfer Bumi. Peningkatan tajam karbon-14 ini menjadi “sidik jari” kimia yang menandakan terjadinya badai partikel matahari ekstrem.

Dengan menggunakan model baru bernama SOCOL:14C-Ex, para ilmuwan dari Universitas Oulu, Finlandia, yang dipimpin oleh Kseniia Golubenko dan Prof. Ilya Usoskin, berhasil menyimulasikan dampak badai ini bahkan di bawah kondisi iklim Zaman Es. Model ini sebelumnya diuji coba pada peristiwa tahun 774 Masehi — badai matahari paling kuat dalam era sejarah manusia — dan berhasil memprediksi hasil dengan akurat. Setelah itu, model diterapkan untuk menyelidiki peristiwa yang lebih tua dari Zaman Holosen.

Hasilnya mengejutkan: badai pada tahun 12.350 SM diperkirakan terjadi antara Januari hingga April, dan kekuatannya 18% lebih besar dari peristiwa tahun 774 M, serta lebih dari 500 kali lipat dibandingkan badai partikel Matahari terbesar dalam era satelit, yaitu badai tahun 2005.

Miyake Events dan Penanggalan Sejarah

Badai ini termasuk dalam kategori Miyake Events — fenomena langka berupa lonjakan besar radiokarbon yang telah digunakan oleh para arkeolog untuk menandai tanggal pasti dalam kronologi sejarah. Misalnya, peristiwa serupa telah membantu ilmuwan menentukan tahun berdirinya permukiman Viking di Kanada, serta memetakan komunitas Neolitik di Yunani.

“Peristiwa Miyake memungkinkan kita menetapkan tahun kalender secara presisi dalam kronologi arkeologi mengambang,” jelas Prof. Usoskin. “Ini memperkuat keakuratan penanggalan radiokarbon dan membuka jalan untuk memahami hubungan antara lingkungan kuno dan perilaku Matahari.”

Yang membuat badai tahun 12.350 SM begitu istimewa adalah kenyataan bahwa ini merupakan satu-satunya badai matahari ekstrem yang tercatat di luar zaman Holosen, yaitu masa ~12.000 tahun terakhir yang relatif hangat dan stabil secara iklim.

Baca juga: Fenomena Badai Matahari, Apa Dampaknya Bagi Bumi?

Konsekuensi Potensial bagi Infrastruktur Teknologi Global

Dalam dunia modern yang sangat tergantung pada teknologi elektromagnetik, peristiwa semacam ini bisa menjadi bencana global. Ketika badai partikel besar menghantam atmosfer, medan magnet Bumi terganggu, menyebabkan kekacauan luar biasa. Sistem satelit bisa rusak, komunikasi nirkabel bisa terganggu, navigasi pesawat bisa gagal, dan jaringan listrik skala nasional bisa kolaps.

Contohnya, peristiwa Carrington Event tahun 1859 membuat jaringan telegraf global terbakar. Badai geomagnetik tahun 1989 menyebabkan pemadaman besar di Kanada. Bahkan badai tahun 2003 dan 2024 — yang jauh lebih lemah — memaksa ribuan satelit melakukan “migrasi orbit” karena perubahan mendadak dalam kerapatan atmosfer.

Sebuah lontaran massa korona sebagaimana terlihat oleh wahana antariksa STEREO-A milik NASA pada Juli 2023. | Gambar oleh NASA/STEREO-A/SECCHISebuah lontaran massa korona sebagaimana terlihat oleh wahana antariksa STEREO-A milik NASA pada Juli 2023. | Gambar oleh NASA/STEREO-A/SECCHI

Jika badai matahari besar kembali terjadi, dampaknya terhadap Bumi bisa sangat luas dan merusak. Selain gangguan sistem komunikasi dan listrik, partikel bermuatan tinggi dari Matahari bisa menembus atmosfer bagian atas dan meningkatkan radiasi di jalur penerbangan kutub, membahayakan awak dan penumpang pesawat. Dalam skenario terburuk seperti badai tahun 12.350 SM, dampaknya bisa jauh lebih parah: ribuan satelit bisa keluar dari orbit, layanan komunikasi global terputus, internet terganggu, sistem perbankan digital lumpuh, dan fasilitas penting seperti rumah sakit atau pembangkit listrik bisa mengalami kerusakan serius. Dalam dunia yang sangat bergantung pada teknologi seperti saat ini, badai matahari super-ekstrem dapat menjadi bencana global senyap yang memukul tanpa peringatan suara—tetapi dengan dampak destruktif yang sangat nyata.

Walaupun Indonesia belum pernah mengalami peristiwa badai matahari ekstrem secara langsung, dampak dari badai skala besar tetap bisa dirasakan hingga ke wilayah Nusantara. Dalam peristiwa badai geomagnetik tahun 2003 (Halloween Storm), beberapa negara tetangga Indonesia di Asia Tenggara melaporkan gangguan pada layanan komunikasi dan navigasi satelit. Studi tentang gangguan ionosfer di wilayah Asia Tenggara selama badai geomagnetik juga mencakup pengamatan dari wilayah Indonesia, menunjukkan bahwa aktivitas matahari dapat memengaruhi kestabilan sinyal GPS dan komunikasi radio.

Baca juga: Benarkah Badai Matahari Menyebabkan Satwa Laut Terdampar?

Pemodelan Baru dan Perspektif Masa Depan

Penelitian terbaru ini tidak hanya menyoroti kekuatan luar biasa Matahari di masa lalu, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam perluasan cakrawala ilmiah mengenai potensi ancaman badai matahari ekstrem di masa depan. Melalui penggunaan model iklim-kimia mutakhir bernama SOCOL:14C-Ex, ilmuwan kini memiliki alat yang jauh lebih presisi untuk menelusuri dan merekonstruksi peristiwa-peristiwa besar dari masa geologis yang sebelumnya nyaris tak tersentuh oleh metode konvensional.

SOCOL:14C-Ex dirancang khusus untuk mampu mengintegrasikan data dari kondisi atmosfer dan iklim yang berlaku pada zaman glasial, menjadikan model ini sebagai terobosan penting dalam studi lintas disiplin—terutama dalam bidang paleoklimatologi, astrofisika, dan geokronologi. Model ini juga telah diuji secara ketat melalui perbandingan dengan peristiwa badai matahari tahun 774 M yang sudah terdokumentasi dengan baik, dan menunjukkan akurasi tinggi dalam memproyeksikan pola lonjakan radiokarbon.

Dengan kemampuan untuk “menembus batas Holosen”—yakni periode hangat dan relatif stabil selama ±12.000 tahun terakhir—model ini memungkinkan ilmuwan untuk melihat gambaran aktivitas matahari secara lebih utuh sepanjang sejarah Bumi, termasuk di era ekstrem seperti Zaman Es. Artinya, para ilmuwan kini bisa mengidentifikasi pola dan skenario badai matahari yang sebelumnya tersembunyi di balik keterbatasan metodologi.

Lebih dari itu, temuan ini secara tidak langsung memperingatkan bahwa aktivitas matahari super-ekstrem bukanlah kejadian mustahil di masa depan, melainkan bagian dari siklus alami yang bisa saja terulang. Dengan masyarakat global yang kini sangat bergantung pada sistem elektronik dan jaringan komunikasi yang sensitif terhadap gangguan geomagnetik, skenario seperti ini menjadi perhatian serius — bukan hanya untuk ilmuwan, tetapi juga bagi para perencana kebijakan, lembaga pertahanan, dan industri teknologi.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|