Pabrik Karet Terbakar “Tutupi” Langit Padang, Apa Dampaknya?

9 hours ago 3
  • Asap hitam membumbung melampaui Bukit Barisan dengan aroma menyengat dari pabrik karet milik PT Teluk Luas di Padang, Sumatra Barat (Sumbar) yang terbakar, Minggu (18/5). Dua gedung yang berisi karet-karet mentah siap kirim ludes dilalap si jago merah. 
  • Kebakaran yang terjadi berlangsung cukup parah. Tim Pemadam kebakaran dari Kota Padang, Pariaman, Padang Pariaman, Padang Panjang, Solok, Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar, Sawahlunto dan Semen Padang dikerahkan untuk bantu pemadaman. Dari pukul 12.00 siang, api baru berhasil dipadamkan 16,5 jam kemudian atau sekitar pukul 04.30.
  • Kebakaran pabrik ini adalah kasus ke 103 tahun ini dan ke-15 bulan Mei ini. Dalam catatan damkar Kota Padang, sepanjang Januari terjadi 16 kasus; Februari 25 kasus, Maret 24 kasus dan April 23 kasus. Mei per tanggal 18 ada 15 kasus. Khusus pabrik karet ini, peristiwa tersebut merupakan kali kedua setelah insiden serupa pada 2018
  • Peneliti KKP, Vera S Bachtiar, peneliti Universitas Airlangga (Unair) menyayangkan tidak adanya alat pemantau udara secara real time ketika kebakaran tersebut berlangsung. Hal itu untuk memastikan kualitas udara saat kebakaran tersebut berlangsung. Dengan begitu, upaya mitigasi bisa dilakukan sejak dini. 

Asap hitam membumbung melampaui Bukit Barisan dengan aroma menyengat dari pabrik karet milik PT Teluk Luas di Padang, Sumatra Barat (Sumbar) yang terbakar, Minggu (18/5/25). Dua gedung yang berisi karet-karet mentah siap kirim ludes dilalap si jago merah. 

Insiden itu berlangsung cukup parah. Kepulan asap bahkan terlihat hingga radius sekitar tiga kilometer hingga ‘menutupi’ sebagian langit Padang. Petugas Puskesmas Begalung membagikan masker kepada warga sekitar. Armada pemadam kebakaran dari Kota Padang, Pariaman, Padang Paraman, Padang Panjang, Solok, Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar, Sawahlunto dan Semen Padang dikerahkan untuk bantu pemadaman. 

Namun, kondisi gudang yang penuh oleh barang mudah terbakar membuat api sulit padam. Berlangsung sejak pukul 12.00 siang, api baru berhasil padam 16,5 jam kemudian atau sekitar pukul 04.30.

“Jam setengah lima (subuh) api baru benar-benar padam,” kata Rinaldi, Kabag Ops Dinas Pemadam Kebakaran Kota Padang, pada Selasa (20/5/25).

Dia mengatakan, pemadaman memerlukan waktu lama lantaran sebagian material karet mereka kemas dengan bahan plat dan plastik. Sebagian karet yang mereka kemas dapat terselamatkan. Sebagian terbakar dan mencair seperti solar. “Jarak antara satu (kotak) karet dengan yang lain juga sangat berdekatan, sehingga itu yang membuat sulit.” 

Belum pasti penyebab peristiwa itu, Namun, dia menduga api berasal dari gas di ruang pengemasan. Dari sana, api kemudian menjalar ke bagian ruangan lain. Upaya karyawan untuk menjinakkan api menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) tak cukup berhasil. Petugas bahkan harus menggunakan sabun deterjen untuk memperlambat laju api. 

Meteorology Early Warning System (MEWS) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumbar mencatat, pada hari peristiwa itu terjadi, kecepatan angin mencapai 10 kilometer per jam. Meningkat hingga 30 kilometer per jam pada malam hari. 

Kebakaran pabrik ini adalah kasus ke 103 tahun ini dan ke-15 bulan Mei ini. Dalam catatan damkar Kota Padang, sepanjang Januari terjadi 16 kasus; Februari 25 kasus, Maret 24 kasus dan April 23 kasus. Mei per tanggal 18 ada 15 kasus. Khusus pabrik karet ini, peristiwa tersebut merupakan kali kedua setelah insiden serupa pada 2018.

Upaya pemadaman yang berlangsung hingga malam hari. Foto: Jaka Hendra Baittriy. Foto: M. Ambari/Mongabay Indonesia.

Waspada  polutan

Fadjar Goembira, peneliti air pollution di Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Andalas  mengatakan, secara visual, asap kebakaran itu dominan naik ke atas ketimbang bergerang menyamping (horizontal) ke permukiman. “Tapi seberapa banyak yang terpapar kita ‘kan nggak tahu,” katanya.

Dirinya menyarankan masyarakat memeriksakan diri bila sakit atau memiliki keluhan terkait insiden itu. “Itu jadi tanggung jawab perusahaan.” 

Peristiwa ini bukanlah kali pertama terjadi. Pada 2018, peristiwa serupa lebih dulu terjadi, meski tak separah kali ini. Namun, berkaca pada dua kejadian tersebut, Fadjar mempertanyakan bagaimana standard operating procedure atau SOP pabrik tersebut berlaku. 

“Setiap perusahaan harusnya punya sistem tanggap darurat kebakaran yang memadai,” katanya. 

Taufiq Ihsan, peneliti occupational health and safety dari kampus yang sama katakan, durasi pembakaran yang lama mengindikasikan jumlah material yang terbakar signifikan. Dengan begitu, terlepasnya potensi polutan ke lingkungan juga tinggi. 

“Beberapa laporan menyebutkan bahwa yang terbakar adalah karet mentah dan plastik. Pembakaran karet dan plastik menghasilkan berbagai senyawa berbahaya,” katanya saat dihubungi via WhatsApp, Senin (19/5/25).

Asap kebakaran, kata Taufiq, berpotensi membawa partikulat dan gas berbahaya ke area yang luas, tergantung pada kondisi meteorologi seperti arah dan kecepatan angin. Polutan tersebut berpotensi mengendap di tanah dan air. 

“Residu padat dari kebakaran seperti abu dan partikel tidak terbakar, juga akan mencemari tanah di sekitar lokasi. Selain itu, air untuk memadamkan api juga berisiko membawa polutan ke sistem drainase atau sumber air terdekat.”

Taufiq menekankan potensi risiko kesehatan bagi manusia dan organisme lain akibat sifat toksik polutan tersebut. Karakter beberapa polutan hasil pembakaran karet seperti PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbons) dan dioksin sifatnya persisten di lingkungan, tidak mudah terurai dan bisa terakumulasi dalam tanah serta rantai makanan.

Kepulan asap membumbung tinggi dari lokasi pabrik karet di Padang yang terbakar. Foto: Jaka Hendra Baittri/Mongabay Indonesia.

Vera Surtia Bachtiar, peneliti pengelolaan kualitas udara Universitas Andalas memastikan, dampak lgkungan dari kebakaran ini pencemaran udara. Asap hitam dari kebakaran tersebut mengeluarkan partikulat terutama PM 2.5 dan PM 10, juga gas CO dari pembakaran tidak sempurna, SO2 dan NO2.

“Paparan terhadap polutan udara ini dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidup dan tenggorokan bagi warga sekitar,” katanya. Dia juga mengatakan kemungkinan masyarakat terhirup zat beracun dioksin dan furan juga dari karet yang terbakar. “Semoga tidak banyak.”  

Vera khawatir potensi polutan dari sisa-sisa kebakaran akan yang meresap dalam tanah.

Merespons potensi ancaman itu, Taufiq menekankan beberapa tindakan mendesak yang perlu dilakukan. Salah satunya, mengidentifikasi secara pasti sumber dan jenis bahan yang terbakar. Informasi ini krusial untuk menilai potensi bahaya dan merencanakan tindakan remediasi yang tepat.

Perlu juga mengukur konsentrasi polutan udara dan air di sekitar lokasi. Selain itu, pembatasan akses ke area terbakar juga penting untuk mencegah paparan lebih lanjut terhadap residu berbahaya. “Area terbakr harus segera diisolasi dan akses dibatasi untuk mencegah paparan lebih lanjut terhadap residu berbahaya. Masyarakat sekitar juga harus diberi tahu,” jelasnya.

Upaya pengendalian debu seperti penyemprotan air dapat dipertimbangkan untuk mengurangi penyebaran partikulat yang terkontaminasi. Namun, untuk solusi jangka panjang, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dalam konteks perlindungan . Hal ini meliputi sistem pencegahan dan pemadam kebakaran yang efektif, penyimpanan bahan yang aman dan pelatihan karyawan.

Vera S Bachtiar menyayangkan tidak adanya alat pemantau udara secara real time ketika kebakaran tersebut berlangsung. “Mestinya ada pemantauan kualitas udara realtime selama kebakaran berlangsung di sekitar wilayah tersebut. Jadi diketahui apakah sudah membahayakan warga atau belum,” ungkapnya. 

Kebakaran mungkin padam, tapi ancaman tak kasat mata bisa menetap bertahun-tahun. Dari udara, tanah, hingga tubuh manusia. 

*****

Kebakaran Gambut Jambi, Kualitas Udara Buruk, Sekolah Diliburkan

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|