- Pamor ubi cilembu kian melejit sebagai pangan istimewa seiring orang-orang kota yang mulai cemas terhadap kesehatan. Meskipun begitu, minat masyarakat di daerah tempat atau sekitar sentra produksi ubi cilembu terbilang kecil.
- Herlina Marta, Dosen Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, mengatakan, ubi cilembu memang digandrungi karena khasiatnya. Umumnya, ubi mengandung antioksidan yang membantu menjaga dari kepikunan, mengontrol diabetes, serta mengurangi risiko penyakit jantung dan kanker.
- Iwan Gustiawan, Kepala Bidang Ketahanan Pangan Sumedang, mengatakan, ubi cilembu lebih populer di luar Sumedang. Konsumen di perkotaan menyadari pentingnya pangan lokal. Masyarakat di desa, malah meninggalkan pangan lokal dan kian bergantung beras.
- Program Makan Siang Bergizi (MBG) dapat menjadi momentum mengenalkan pangan lokal sehat dan kaya manfaat termasuk ubi cilembu. Terlebih, ini penting mengingat pola konsumsi anak-anak masih terperangkap pada persepsi “makan itu harus nasi.”
Dua kilogram ubi cilembu baru Utik Mulyati angkat dari oven. Seturut, dia sigap membungkus dengan kertas koran dan wadah bambu.
“Abah, ini nitip pesanan ubi nanti ada guru yang datang,” kata perempuan 58 tahun ini kepada suaminya, Dayat.
Begitu kesibukan di rumah Utik di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Di beberapa sudut ruangan, ubi jalar dengan nama ilmiah Lpomoea batatas cilembu jadi aneka cemilan. Ada belasan kudapan berbahan dasar ubi, yang dikenal dengan si manis madu itu.
“Ya sebisa mungkin ikut tren pasar,” kata Mak Utik, sapaan akrabnya.
Berawal dari buruh tani, Utik kini menjadi sosok yang menggerakkan usaha kecil menengah untuk mempertahankan pangan lokal ini. Olahan itu berasal dari ubi afkiran yang terbuang pasca panen.
Karena upaya itu, Mak Utik banyak dapat penghargaan. Sejak 2012, dia jadi satu-satunya perempuan yang konsisten merintis diversifikasi pangan ubi cilembu.
“Sampai sekarang banyak dari sekolahan datang belajar dan mengenal ubi cilembu,” sebut Utik, tersenyum.
Siang itu, bersama anak sulungnya, Utik, menyelesaikan pesanan stik ubi cilembu. Ada juga keripik dengan variasi beragam rasa asin hingga manis. Terbaru, ada olahan ubi cilembu berpadu dengan coklat.
“Ini agar disukai anak-anak,” katanya.
Pesanan lebih banyak datang dari kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Dia bilang, permintaan untuk Bandung dan Sumedang terbilang kecil. Sekalipun dekat dengan sentra produksi.
“Kebanyakan permintaan malah dari luar pulau. “Saat ini banyak pesanan dari Makasar,” kata perempuan paruh baya itu.
Cemilan itu berlabel nama Mak Uti, dengan harga Rp15.000-Rp35.000. Cemilan favorit adalah keripik dan stik.
Sebetulnya, Utik juga membuat tepung ubi cilembu. Karena proses rumit dengan ongkos tak sebanding, usaha itu setop produksi.
Dia katakan, persoalan harga jadi kendala. Selain itu, dampak hama lanas atau Cylas formicarius F menyebabkan kualitas bahan baku menurun hingga sulit jadi tepung.
“Selama mengolah ubi, yang paling sulit membuat tepung karena secara tradisional,” katanya.
Tak heran, harga tepung ubi cilembu hampir lima kali lipat dari harga terigu. Untuk satu kilogram tepung ubi cilembu Rp50.000.

Pangan lokal
Herlina Marta, Dosen Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, mengatakan, ubi cilembu memang digandrungi karena khasiatnya. Umumnya, ubi mengandung antioksidan yang membantu menjaga dari kepikunan, mengontrol diabetes, serta mengurangi risiko penyakit jantung dan kanker.
Khusus ubi cilembu, berdasarkan studi Biotica Research Today yang rilis 2022, menyimpulkan, ubi manis ini kaya nutrisi dan bermanfaat untuk kesehatan. Kandungan gizi berupa kalium, kalsium, protein, dan beta karoten.
Penelitian ini menggunakan subjek ubi manis, dengan fokus pada ubi berwarna oranye. Ubi madu terbukti kaya karotenoid hingga jadi sumber karbohidrat sehat yang rendah kalori dan bebas lemak.
“Cukup makan satu ubi cilembu saja sudah cukup untuk jadwal makan berikutnya,” kata Herlina.
Karena kandungan karbohidrat kompleksnya tinggi, katanya, ubi sangat baik untuk mengontrol berat badan. Adapun kandungan vitamin C dan E bekerja melindungi tubuh dari radikal bebas.
“Mengonsumsi makanan yang mengandung folat, dan vitamin B lain seperti pada ubi cilembu ini bisa memberikan rangsangan pada otak dalam pembentukan beberapa fungsi otak yang biasa berkurang karena usia.”
Karena itu, katanya, program Makan Siang Bergizi (MBG) dapat menjadi momentum mengenalkan pangan lokal sehat dan kaya manfaat termasuk ubi cilembu. Terlebih, ini penting mengingat pola konsumsi anak-anak masih terperangkap pada persepsi “makan itu harus nasi.”
Padahal, ubi-ubian mengandung protein nabati 1,37 gram per 100 gram, sedangkan daun ubi mengandung protein 2,8 gram per 100 gram.
“Kita tidak melulu fokus pangan itu harus karbohidrat tetapi mulai kandungan gizi lain seperti protein yang bagus bagi masa pertumbuhan anak,” katanya.
Hanya saja, ubi tak tahan untuk simpan lama. Ubi perlu jadi tepung sebagai pengganti terigu yang bahan bakunya impor.
Dia bilang, sudah banyak penelitian tentang ubi, tetapi hanya sebagai pengetahuan dasar dan tak menghasilkan.
“Sejauh ini keterbatasan teknologi menjadi kendala. Menurut saya, kita tak kekurangan informasi soal pangan, cuma satu yaitu minim dukungan saja,” katanya.
Mahalnya harga bahan olahan pangan lokal menjadi bukti hingga tak terjangkau masyarakat menengah ke bawah.
Pemerintah, katanya, bisa memberi subsidi agar kedaulatan pangan bisa terwujud.

Masalah gizi
Sementara itu, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan , sebanyak 5,6 juta anak di Indonesia teridentifikasi berisiko tengkes atau stunting. Keadaan ini, jadi bukti akses masyarakat Indonesia terhadap pangan sehat begitu rendah.
Angka tengkes, misal, sekitar 21,5%, masih tinggi dari target
penurunan stunting lewat Peraturan Presiden Nomor 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting 14% akhir 2024, kini revisi jadi 18%.
Survei Status Gizi Indonesia merupakan survei berskala nasional untuk mengetahui perkembangan status gizi anak balita terkait kondisi tengkes, kurus, berat badan kurang, dan berat badan berlebih.
Anak tengkes bukan hanya memiliki tubuh lebih pendek dari anak seusianya, juga mengalami gangguan kecerdasan kognitif dan motorik. Selain berakibat gagal tumbuh kembang setelah dewasa, mereka juga membawa risiko gangguan metabolik, antara lain diabetes, jantung, atau stroke.
Lebih mengkhawatirkan, tengkes bisa membuat otak anak tidak berkembang hingga mereka sulit konsentrasi, kecerdasan rendah, sampai sulit menangkap pelajaran.
Menurut studi terbaru di University of Eastern Finland yang rilis di Scandinavian Journal of Medicine & Science in Sports, pola makan sehat jadi salah satu faktor meningkatkan kemampuan penalaran pada anak.
Faktor lain, berkaitan dengan literasi dan berolahraga.
Para peneliti mengukur, kombinasi diet dengan intervensi aktivitas fisik. Hasilnya, kombinasi diet dengan olahraga teratur dan membaca mengalami berkaitan dengan peningkatan kognisi. Mereka bandingkan ini dengan anak-anak yang tidak terkontrol asupan gizi dan aktivitasnya.
Hasil riset Herlina juga ungkap hal serupa. Bahwa, pola asuhan anak-anak di Indonesia minim pengenalan pangan beragam. Akhirnya, makan bergizi cenderung tidak seimbang. Menu itu terus turun-temurun karena pengetahuan orang tua yang terbatas.
Satu sisi, faktor pendapatan, pendidikan, selera, kebiasaan, harga, dan ketersediaan bahan pangan memang menentukan konsumsi di masyarakat. Namun, katanya, masalah yang minim perhatian adalah akses produk pangan luar negeri dan makan siap saji lebih mudah hingga pelan tetapi pasti, mengubah standar mereka.
“Kalau tidak dikenalkan bisa jadi pangan lokal kita tidak digemari. Jika sudah begitu, mungkin bisa punah karena sepi peminat,” katanya.
Untuk itu, katanya, perlu upaya menarik minat warga agar memasukkan pangan lokal dalam gaya hidup mereka.
Herlina berharap, pemerintah bisa melahirkan kebijakan yang mendorong keragaman pangan.

Bukan pilihan utama
Deni Permana, warga Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengaku tak memasukkan ubi cilembu sebagai menu makanan. Bapak satu anak ini bahkan jarang makan ubi cilembu.
Sekalipun dekat dengan sentra ubi cilembu, belum tentu warga memilih jadi pangan sehari-hari.
“Hanya sesekali saja kami mengkonsumsi,” katanya.
Deni merasa sudah konsumsi menu sehat. Kalau sesuai standar pemerintah, yaitu, pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA).
Kendati begitu, dia kadang meminta ubi cilembu minimal satu bulan sekali lantaran bobot badan sudah 94 kilogram.
“Sebetulnya, kami mulai tertarik ke ubi cilembu karena khasiatnya, mungkin bisa jadi bahan untuk diet terutama saya yang makin lebar ini,” katanya, tertawa.
“Untuk saat ini belum saya jadikan menu utama, mungkin perlu proses juga.”
Ubi cilembu memiliki sertifikat hak atas kekayaan intelektual – indikasi geografis (HKI IG) ubi cilembu, dengan lokasi budidaya di Kecamatan Pamulihan, Rancakalong, Tanjungsari dan Sukasari. Wilayah itu berada di sebelah timur Bandung berjarak sekitar 30 kilometer.
Dari keempat kecamatan itu tercatat 462 hektar sebagai pemasok ubi cilembu. Tiap satu hektar menghasilkan 10-15 ton ubi dengan 30 kelompok tani pengelola. Setidaknya, tiap 4-5 panen menghasilkan 4.462-6.930 ton ubi cilembu.
Iwan Gustiawan, Kepala Bidang Ketahanan Pangan Sumedang, mengatakan, ubi cilembu lebih populer di luar Sumedang. Konsumen di perkotaan menyadari pentingnya pangan lokal. Masyarakat di desa, malah meninggalkan pangan lokal dan kian bergantung beras.
Bisa jadi, kata Iwan, beda persepsi konsumen di kota dan desa karena ada gap informasi. Orang urban punya akses informasi baik hingga tumbuh sikap positif pada keragaman pangan.
Sebaliknya, warga desa akses lebih besar pada pangan lokal minim informasi ihwal pentingnya konsumsi pangan lokal.
“Mungkin karena mudah didapat sehingga tidak jadi prioritas,” katanya kepada Mongabay.
Iwan mengatakan, pernah bikin program satu hari makan ubi cilembu sebagai pengganti nasi. Sayangnya, upaya itu berumur pendek.
Iwan pun tak yakin, ubi cilembu bisa penduduk Sumedang minati. Dia berencana, kenalkan ubi cilembu kepada anak-anak sekolah melalui program MBG.
“Kebijakan pangan saat ini mesti dianggap penting dulu oleh pemerintah pusat, provinsi dan baru daerah. Jika hanya daerah saja itu sangat berat,” kata Iwan.

Varietas unggulan
Agung Karuniawan, Ketua Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) mengatakan, ubi khas cilembu punya 17 varietas lokal. Yang paling khas, yakni jenis nirkum, kependekan dari menir kumpeni.
“Itu ubi paling enak dan kualitas grade A,” katanya ditemui di Jatinangor, Sumedang.
“Sebagaimana namanya memang dulu sering dijadikan kudapan orang-orang Belanda.”
Orisinalitas ubi cilembu bisa lewat asal muasalnya dari masa kolonial Belanda. Yang pasti, ubi cilembu terkenal lantaran kerap jadi bingkisan pejabat pemerintah pusat untuk kolega dan keluarganya.
Ternyata ubi jalar bukan tanaman asli Indonesia. Menurut sejarahnya merupakan pendatang dari Amerika Tengah yang beriklim tropis.
Penyebaran ubi jalar dari Amerika Tengah ke Filipina, Indonesia, India, Malaysia, Jepang, dan sekitar oleh para pengembara bangsa Portugis dan Spanyol abad ke-16.
Kendati begitu, Agung tetap menduga jika Lpomoea batatas di Cilembu masuk kategori endemisitas sekunder. Hal itu berdasarkan penelitiannya yang menemukan kerabat ubi jalar di Padalarang, Bandung Barat.
Di sana, katanya, ada LIpomoea trifida, merupakan kerabat ubi jalar dari Amerika. Ada juga dua spesies lain yaitu L.triloba dan L.obscura yang diduga wilayah penyebarannya luas meliputi wilayah tropis dunia termasuk lingkungan Karst Citatah.
“Berdasar teori I.N Vavilov, wilayah dimana ditemukan kerabat liar jenis tanaman budidaya maka bisa diklaim sebagai center of origin tanamam itu,” terang Agung.
Tanaman itu diyakini jadi berevolusi dari nenek moyangnya dari Amerika kemudian bersilangan dengan kultivar di tingkat lokal seperti di ubi jalar di Cilembu yang kemudian menghasilkan ubi nirkum.
“Karena menyilangkan ubi itu bisa dengan cara stek atau dibantu serangga,” katanya.
Penelitian mengenai kerabat liar ubi jalar di Citatah pernah Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unpad lakukan tahun 2009. Hasilnya, menunjukkan, dari 148 aksesi kerabat liar ubi jalar, ada keragaman genetik tinggi terutama pada karakter morfologi.
“Dari nirkum banyak turunannya lagi,” kata Agung.
Pamor ubi cilembu pun mulai naik tahun 1990-an. Waktu itu, harga ubi cilembu matang mencapai Rp2.500 per kg. Jauh di atas beras masih Rp800 per kg.
Saat harga ubi cilembu masih lebih tinggi dari beras. Kisan Rp15.000-Rp45.000, dua kali lipat dari harga eceran terendah (HET) beras Rp12.500.
Masa keemasan ubi cilembu pada 2000-an hingga petani ramai-ramai menanam. Pasar modern bahkan luar negeri seperti Jepang, Korea serta sebagian Eropa mencarinya.
“Sejak dulu pamor ubi cilembu sudah punya kelas lebih tinggi dari ubi pada umumnya,” kata Agung.
Kini, katanya, petani jarang tanam ubi nirkum. Alasannya, pola tanam kadung digenjot untuk memenuhi permintaan pasar.
“Kebutuhan ubi terus meningkat, tetapi tidak dapat dipenuhi,” katanya.
Alhasil, petani memodifikasi lagi varietas ubi cilembu yang lebih cepat masa panennya. Hingga muncul ubi jenis rancing yang bisa panen 4-5 bulan. Rupa, rasa dan tekstur hampir sama, tetapi lebih tahan hama.
“Rancing pun hasil persilangan menjadi ubi yang lebih adaptif walau secara kualitas termasuk grade B,” katanya.
Ubi nirkum perlu 5-7 bulan untuk panen.
Rahasia kelezatan ubinya ada pada kandungan bakteri yang khas pada tanah di sekitar Cilembu. Agung bilang, unsur mikrobiologi yang membuat ubi punya rasa semanis madu karena kandungan bakteri rizosfer dan endofit di dalam tanah.
“Dua bakteri itu yang tidak ditemukan di tempat lain.”
Jadi, ubi tanam di luar Desa Cilembu, punya nama menes atau arnet, mirip rancing, yang bisa tanam dimana saja, tetapi berbeda rasa, aroma, dan warna.
“Sekarang, ubi cilembu didominasi oleh rancing karena mudah tumbuh dimana saja.”
Sebenarnya, produktivitas ubi cukup tinggi tetapi terjadi penurunan produksi dan kualitas menurun, hingga sedikit yang diterima pasaran luar negeri.
Dia duga penyebabnya, kualitas stek tidak bagus juga penanaman varietas seragam menyebabkan hama makin mudah menyebar.
Sejauh ini, belum ada formula penangkal serangga dan jamur trotol yang membuat lubang dan bercak hitam ubi.
Untuk itu, mereka sedang berupaya meningkatkan produktivitas ubi dengan perbaikan genetis. Menurut dia, karakteristik ubi jalar memperlihatkan keragaman ubi dan berpotensi membantu mewujudkan kedaulatan pangan.

Peluang dan ancaman
Secara topografi sentra ubi cilembu berada di ketinggian 800 meter diatas permukaan laut. Desa Cilembu, seluas sekitar 200 hektar, sekitar 10% untuk bertani.
Elim, petani Desa Cilembu konsisten menanam hingga memiliki lahan sekitar 2 hektar.
“Sebenarnya, saya berangkat dari pedagang ubi keliling dari tahun 2003,” katanya.
Manisnya ubi juga menjadi tenaga bagi Elim merantau ke beberapa kota seperti Palembang, Samarinda, sampai Surabaya. Dari perjalanan itu, Elim kini memiliki enam outlet ubi cilembu.
“Kebutuhan untuk sebulan itu sekitar 30 ton,” katanya.
Elim, merangkap jadi bandar. Dia menikmati, karena permintaan stabil tiap bulan. Bahkan, ada pembeli yang berani memberikan uang pangkal.
“Saya sudah jarang jual untuk ekspor atau pihak lain. Sekarang fokus menyuplai outlet sendiri saja,” ucap Elim.
Perlakuan terhadap ubi berubah drastis. Sebelumnya, sebagai pengisi lahan kosong di tepian ladang sayur atau padi, kini ubi menempati “panggung utama” di Cilembu. Ia jadi tanaman prioritas petani.
Meski begitu, Elim gundah. Wilayah Cilembu beradu dengan perubahan lahan. Sebagian perkebunan sudah menyusut berubah menjadi wisata dan perumahan. Bahkan, pembangunan jalan Tol Cisumdawu berdampak serius terhadap lingkungan.
Masalah air hingga hama juga jadi bayang-bayang ancaman. Tanpa air, kata Elim, tanaman tak bisa bertahan. Tanah pun tak sesubur dulu, tanpa pupuk kimia, ubi tak berkembang sempurna.
Pasar ubi cilembu memang masih berjaya selama lebih dua dekade. Namun di balik itu, ada kecemasan para petani…
******