Cerita Warga Sukoharjo Setelah Bebas dari Pencemaran Udara

13 hours ago 4
  • Riuh kicau burung mulai terdengar kembali di Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah, tahun 2023. Selain perkutut, ada kutilang, pentet, prenjak, hingga emprit yang kembali bernyanyi. Mereka seakan merayakan kembali pulihnya lingkungan setelah PT Rayon Utama Makmur (RUM) berhenti beroperasi dan melakukan pencemaran lingkungan.
  • Saban hari, periode 2017-2023, bau busuk menggantung di udara desa ini. Aktivitas PT RUM yang menghasilkan serat sintetis menjadi dalangnya. Gas karbon disulfida mereka bocor, limbah cair pun mereka buang ke sejumlah sungai, merusak sumber irigasi warga.
  • Sarmi, salah seorang warga, masih ingat kala anaknya keluar masuk rumah sakit saat pencemaran terjadi. Sesak napas, pusing, hingga gangguan pencernaan menjadi keluhan rutin. “Bahkan sampai vertigo anak saya itu, sekarang alhamdulilah sudah tidak lagi. Dulu itu, sebulan bisa tiap minggu berobat.”
  • Warga meminta pertanggungjawaban perusahaan dengan melayangkan class action ke Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, 9 Maret 2023. Class action itu sempat kalah di PN Sukoharjo dan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang, tapi menang pada tingkat kasasi. Lewat putusan nomor 4441/K/PDT/2024 pada 16 Desember 2024, Mahkamah Agung menyatakan RUM melakukan tindakan melawan hukum dengan pencemaran dan perusakan lingkungan.

Riuh kicau burung mulai terdengar kembali di Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 2023. Ada perkututkutilang, pentet, prenjak, hingga emprit yang kembali bernyanyi. Mereka seakan merayakan kembali pulihnya lingkungan setelah PT Rayon Utama Makmur (RUM) berhenti beroperasi dan setop cemari lingkungan.

Sebelum itu, saban hari, periode 2017-2023, bau busuk menggantung di udara desa ini. Aktivitas  perusahaan penghasil  serat sintetis menjadi dalangnya. Gas karbon disulfida mereka bocor, limbah cair pun mereka buang ke sejumlah sungai, merusak sumber irigasi warga.

Sekarang, kondisi itu berubah, Sarmi, warga Desa Gupit, bilang burung sudah mudah mereka temukan walau hanya di pekarangan. 

Boro-boro mau pelihara burung, dulu saat pencemaran itu saking menyengat dan beracunnya sampai enggak ada burung atau hewan lain di sini. Semuanya pergi, sekarang kembali lagi setelah (pabrik) tidak beroperasi.”

Anak sungai di dekat rumahnya yang tersambung ke Bengawan Solo pun kembali jadi lokasi mancing. Anaknya selalu bawa pulang banyak ikan setiap kali lempar kail di sana. Ada wader, tawes, baung, hingga jambal.

Pun demikian dengan serangga yang kembali datang. Dia bilang, selama masa suram pencemaran, serangga menghilang di lingkungannya. “Sekarang jangkrik kalau malam kedengaran lebih nyaring, belalang juga banyak. Di pekarangan juga banyak capung, kupu-kupu, sampai laba-laba banyak. Dulu hampir habis karena bau busuk itu.” 

Terpenting, warga pun kembali sehat. Kala lingkungan tercemar, anak dari perempuan yang kesehariannya jadi buruh tani ini sering keluar-masuk rumah sakit. Sesak napas, pusing, hingga gangguan pencernaan menjadi keluhan rutin.

 “Bahkan sampai vertigo anak saya itu, sekarang alhamdulilah sudah tidak lagi. Dulu itu, sebulan bisa tiap minggu berobat.”

Sarmi warga Desa Gupit, Kecamatan Nguter yang jadi perwakilan warga dalam gugatan class action melawan PT. RUM yang melakukan pencemaran. Rumahnya dimural oleh solidaritas sebagai penanda perjuangan warga. Foto: T Handoko / Mongabay Indonesia

Warga menggugat

Apa yang dirasakan Sarmi dan warga Desa Gupit merupakan buntut dari tidak beroperasinya perusahaan yang terafiliasi dengan PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang sudah pailit itu. Meski demikian, warga tidak puas dan meminta pertanggungjawaban perusahaan dengan melayangkan class action ke Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, 9 Maret 2023.

Sebanyak 185 perwakilan warga melayangkan gugatan itu. “Saat di pengadilan negeri itu tiap Selasa pada 2023 itu saya ikut sidang, prosesnya panjang,” kata perempuan yang jadi perwakilan warga untuk menggugat RUM ini. 

Class action itu sempat kalah di PN Sukoharjo dan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang, tapi menang pada tingkat kasasi. Lewat putusan nomor 4441/K/PDT/2024 pada 16 Desember 2024, Mahkamah Agung menyatakan RUM melakukan tindakan melawan hukum dengan pencemaran dan perusakan lingkungan.

RUM dalam putusan itu juga harus mengganti rugi pembelian masker warga sebesar Rp277,5 juta dan pengobatan warga senilai Rp222 juta.

Sukoharjo Melawan Bau Busuk (Sumbu) mencatat sejak 2017 terdapat setidaknya tiga kabupaten yang terdampak pencemaran lingkungan itu, antara lain Wonogiri, Karanganyar, dan Sukoharjo sendiri. Lebih spesifik terdapat tujuh kecamatan yang terdampak bocornya gas karbon disulfida.

Data Sumbu menyebut tujuh kecamatan itu terdiri dari lima di Sukoharjo, yaitu Nguter, Polokarto, Tawangsari, Bendosari, dan perkotaan Sukoharjo. Dua kecamatan lain berada di Wonogiri, antara lain Selogiri dan perkotaan Wonogiri.

Slamet Riyadi, perwakilan warga lain yang menggugat RUM, menyebut, dampak buruk pencemaran pada kesehatan tercermin dalam tuntutan perdata yang mereka layangkan ke pengadilan. Totalnya Rp499,5 juta yang peruntukannya untuk beli masker dan obat-obatan, tapi nominal itu hanya perkiraan.

Sebab, gugatan yang berhasil mereka menangkan baru mencakup 185 warga yang hanya mewakili beberapa kampung saja. “Kalau total keseluruhan lebih besar dari itu, data masker dan obat itu pun belum seluruhnya,” jelas Abdullah, sapaan karibnya.

Belum lagi, dampak kesehatan mental yang RUM akibatkan, berupa aktivitas yang tidak tenang, terganggu, dan tidak aman karena bau yang meneror keseharian warga selama 24 jam. Ia sendiri hampir tiap hari tak bisa tidur sejak 2017 karena terganggu gas beracun itu.

Kerugian hidup yang tak tenang dan penuh kekhawatiran karena pencemaran itu pun masuk dalam gugatan. Poin yang masuk kerugian immateril ini MA kabulkan dengan memerintahkan RUM membayar total Rp1,85 triliun.

Gugatan merupakan langkah kesekian yang warga tempuh setelah lebih dari lima tahun mereka minta RUM tak mencemari lingkungan. Sebelumnya, mereka melakukan berbagai aksi di sekitar pabrik, demo di Pemkab Sukoharjo, hingga melapor ke Kementerian Lingkungan.

Putusan MA, menurut Abdullah, jadi modal penting warga ke depan untuk memastikan pencemaran tak terulang. “Kalau soal ganti rugi material itu bukan tujuan utama, kami lebih memilih agar tidak ada pencemaran lagi,” tegas imam Masjid Al-Mukminin di Desa Pengkol, Nguter itu.

Imam dengan ratusan jamaah ini tak mau pembayaran ganti rugi justru jadi dalih RUM kembali beroperasi dan melakukan pencemaran. Ia bosan dengan berbagai alas perusahaan, dari mengganti pipa, menggunakan teknologi mutakhir pemrosesan limbah, dan lainnya.

“Kami sudah lebih dari lima tahun memberikan kesempatan untuk memperbaiki yang ada agar tidak ada pencemaran, terutama gas beracun dan bau menyengatnya. Tapi sampai mereka menyatakan diri berhenti beroperasi itu masalah ini tetap tidak terselesaikan.”

Dia bilang, warga tetap solid dan terus berjaga-jaga sekalipun RUM sedang berhenti operasi. Kegiatan rutin tetap warga lakukan.

“Warga siap bergerak jika ada pencemaran lagi, jangan mengira juga karena membayar ganti rugi bisa melakukan pencemaran lagi. Kami sekarang sudah hidup tenang, jangan diusik lagi.”  

Putusan kasasi memang tak mencabut izin RUM, juga ganti rugi kerusakan lingkungan. Namun, Mahkamah Agung mewajibkan perusahaan untuk memulihkan lingkungan yang sudah rusak.

Warga penggugat, Selasa (22/4/25), telah melakukan audiensi untuk memastikan teknis ganti rugi dan pemulihan lingkungan seperti dalam putusan tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo. Hasilnya, pengadilan akan memanggil Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan RUM untuk melakukan pemulihan lingkungan tersebut.

Muhammad Ikbal, pendamping hukum warga penggugat, menyebut keterlibatan DLH Sukoharjo dalam pemulihan lingkungan itu sebagai melakukan pengawasan. “Nanti DLH yang akan mengawasi RUM yang wajib melakukan pemulihan,” ujarnya.

Warga Sukoharjo yang menggugat PT. RUM saat mengawal persidangan di Mahkamah Agung yang putusannya membuktikan pencemaran tersebut. Dok: LBH Semarang

Peluang terulang

Tidak terang terang apa penyebab RUM berhenti beroperasi. Ikbal menyebut perusahaan penghasil kain rayon itu tidak aktif karena masalah keuangan. 

“Berhentinya itu sementara, infonya karena keuangan. Jadi sewaktu-waktu mereka bisa beroperasi lagi,” ungkap pria yang sehari-hari bertugas di LBH Semarang itu.

Mongabay sempat menyambangi pabrik RUM dan bertemu petugas keamanan. Dia bilang, masih ada 80 pekerja yang tiap hari beraktivitas di perusahaan.

Puluhan karyawan ini dari sektor keamanan dan kebersihan. “Kalau produksi memang sudah berhenti, tapi untuk menjaga pabrik masih ada satpam dan petugas kebersihan,” katanya.

Mongabay berusaha mengontak manajemen lewat nomor yang tertera di surat resmi yang mereka layangkan ke Sarmi dan para penggugat ihwal tindak lanjut putusan MA, serta yang tertera di laman resmi mereka. Tapi tidak mendapat respons hingga berita tayang.

Kondisi ini yang membuat warga khawatir. Mereka takut pencemaran yang mereka rasakan terulang kembali. 

Menurut Ikbal, masih ada peluang pencemaran terjadi lagi. “Karena putusan hanya meminta RUM melakukan ganti rugi dan pemulihan lingkungan dengan memastikan pipa penyaluran limbah berfungsi normal.” 

Tanggung jawab RUM melakukan pemulihan lingkungan perlu DLH Sukoharjo perhatikan dengan seksama. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No.1/2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup mestinya terdapat pelaporan bulanan atas pemulihan lingkungan itu.

 Selama persidangan gugatan, ada 106 bukti surat, termasuk beberapa hasil uji laboratorium, menghadirkan empat saksi fakta, dan empat saksi ahli untuk membuktikan dalil-dalil gugatan. 

“Lewat bukti dan saksi ini telah membuktikan bahwa terdapat pencemaran dengan mengeluarkan bau busuk, mencemari udara dan sungai yang berdampak terhadap warga dan lingkungan. Itu juga sudah diputuskan oleh hakim agung.”

Ikbal menyebut LBH Semarang akan terus mendampingi warga meski sudah memenangkan gugatan karena ancaman pencemaran masih terbuka kedepannya. Bersama Sumbu, pendampingan terus dilakukan hingga sekarang. 

“Terbaru kami akan dampingi warga untuk audiensi ke DLH Sukoharjo agar proses pemulihan sesuai amar putusan dijalankan dan dikawal bersama karena ini hak warga untuk mendapat lingkungan yang sehat dan bersih.” 

Salah satu anak sungai yang berhulu pada Bengawan Solo di Kecamatan Nguter yang ekosisitemnya kembali pulih setelah tidak ada pencemaran. Banyak ikan hidup di sungai tersebut dan kerap jadi lokasi memancing warga. Foto: T Handoko / Mongabay Indonesia

*****

Jejak Kima, Kerang Raksasa Dilindungi dalam Kontroversi Tayangan Trans7

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|