Warga Lubuk Alung Resah, Terdampak Galian C Ilegal di Sungai Batang Anai

3 weeks ago 36
  • Masyarakat Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, resah karena galian C menggila di sekitar ruang hidup mereka, di Sungai Batang Anai.
  • Sumur masyarakat kering, jembatan roboh, sekolah hancur, rumah hancur dan ruang hidup seperti ladang masyarakat hilang hingga sawah mereka pun terdampak.
  • Masyarakat sudah protes dengan demonstrasi pada 2015 ke Kantor Wali Nagari dan Kerapatan Adat Nagari Lubuk Alung.  Aksi kembali mereka lakukan pada 2016 di Kantor Bupati Padang Pariaman. Karena tetap terjadi tambang ilegal galian C pada 2018, aksi lagi  di Polda Sumatera Barat. Pada 2023,  mereka demo penolakan galian C ilegal di Kantor Gubernur Sumbar.
  • Pengerukan material batu dan pasir dari yang alat sederhana sampai eskavator. Informasinya, material galian itu ada yang mengalir untuk bangun proyek Jalan Tol Padang-Sicincin.  Tol ini panjang 36,6 km dan memangkas waktu perjalanan awal dari 1,5 jam jadi 30 menit, melintasi lima kecamatan dan 15 nagari di Padang Pariaman, Sumatera Barat. 

Pikiran Darmawan makin terusik karena ancaman kekeringan dan kurang air sejak tambang galian C ilegal mengeruk Badan Sungai Batang Anai dekat dengan pemukiman warga  di Jorong Gantiang, Koto Baruak, Nagari Lubuk Alung, Sumatera Barat (Sumbar).

Informasinya, material galian itu ada yang mengalir untuk bangun proyek Jalan Tol Padang-Sicincin.  Tol ini panjang 36,6 km dan memangkas waktu perjalanan awal dari 1,5 jam jadi 30 menit, melintasi lima kecamatan dan 15 nagari di Padang Pariaman, Sumatera Barat. 

Pengerukan material batu dan pasir dari sudah berlangsung lama, ada yang pakai alat sederhana sampai eskavator. 

“Mau yang gunakan eskavator atau pun manual, sama saja dampaknya. Cuma bedanya dengan eskavator itu lebih cepat kerusakan yang muncul,” katanya, dengan nada meninggi.

Sumur yang selalu kering tiap musim panas, lahan pertanian terancam, hingga penyakit menghantui pikirannya. Sementara, pemasangan penyediaan air minum dan salinitas berbasis masyarakat (pasibmas) dan PDAM pun tak kunjung jadi sejak 3 tahun belakangan.

“Kini kalau panas berturut-turut sebulan, orang ke Sungai Batang Anai untuk mencuci dan kebutuhan sehari-hari, karena ada galian ilegal, dikeruknya terus ke bawah, digaruknya resapan air itu, karena air mencari tempat rendah, otomatis lari ke bawah.  Otomatis sumur masyarakat ini kering,” katanya.

Pria yang tinggal di Jorong Gantiang sejak 1996 ini membangun rumah pertengahan 2000-an. Sumurnya hanya bertahan tiga tahun lantaran sumber air  tidak bersih dan sering kering. 

Dia pun bikin sumur dekat sungai dengan harapan mudah dapat air. Air dari sumur kedua ini masih harus dia aliri lagi ke rumah berjarak sekitar 500 meter. 

“Mesin dan biaya bangun sumur habis sekitar Rp3 jutaan. Belum lagi biaya listriknya,” katanya.

Warga memperlihatkan sumur yang kering. Foto: Jaka HB/Mongabay Indonesia

Sumur ini bukan tanpa masalah, dia sadar posisi sumber air lebih rendah dari sumurnya. Jarak sumur pun tadinya dua  meter, sekarang 50 meter. 

Penyusutan lebar sungai terpicu galian ilegal, air jadi bergeser menjauh dari sumur.

Atas kesulitan air ini, Pak An Sati, panggilan akrabnya, khawatir kesehatan warga. “Isu kesehatan awak kan, tu ukuran awak mecuci, kotor baju, tu banyak virus, di rumah itu kotor nggak ada air, itu bisa menimbulkan banyak penyakit lagi,” katanya.

Len, tetangga Darmawan menyebut,  musim kemarau dulu  tidak pernah bikin sumur kering. “Sejak orang menambang dengan alat berat (eskavator),” katanya.

Sebelum ada tambang dengan eskavator, perempuan bisa mendapat banyak udang di sungai. “Biasa di balik-balik batu itu, sekarang batunya saja sudah tidak ada lagi.” 

Tambang galian C ilegal di Sungai Batang Anai ini juga merenggut ruang hidup. Ernawati harus kehilangan empat rumah dan anggota keluarganya karena tanah longsor. 

Sawahnya juga terdampak. “Dulu,  bisa satu ton sekali panen. Sekarang ndak bisa lagi, karena sudah longsor tanahnya, ada sekitar setengah hektar hilang,” katanya.

Selain Ernawati, ada 11 rumah lain di Jorong Lasuang Batu, Nagari Sungai Buluh Timur, Kecamatan Batang Anai, hancur dan longsor ke sungai pada 2015 karena galian C ilegal masif.

Salah satu rumah Herni, bagian belakang roboh setengah. Dia dan dua anaknya tidur di bagian depan rumah tiap malam. Herni dapat bantuan membangun rumah setelah mengadu ke badan amil zakat nasional. 

Abrasi yang terjadi turut melahap lapangan bola yang letak awalnya 500 meter di bawah pemukiman. Pengairan sawah Ernawati pun bermasalah karena abrasi itu. 

Lokasi tambang pasir yang merusak sungai di samping jalan tol di Lubuk ALung.Foto: Jaka HB/Mongabay Indonesia

Fatmawati, perempuan yang rumahnya ikut roboh, berharap,  pemerintah cepat bertindak. Rumah mereka akan terdampak kalau  sungai tak ada pelindung di pinggirnya. 

Meski sudah pindah jauh dari sungai, namun Fatma tetap khawatir abrasi terus memakan tanah mereka. “Kalau ndak (dibangun dam) habis rumah kami di sini semuanya.” 

Warga berharap,  pemerintah serius tangani tambang galian C yang makin lama makin meresahkan ini. 

Herik Rinal, tokoh Kerapatan Adat Nagari di Lubuk Alung, kuatkan cerita warga soal masifnya dampak galian C ilegal ini. 

 “Dahulu ada ikan nike, istilahnya, jadi seperti lubuk larangan itu. Setiap panen tiap nagari bisa dapat uang sampai Rp20 juta dari ikan-ikan di lubuk larangan itu. Sekarang, ikan itu sudah tidak ada. Karena sungai sudah rusak dan batu-batu besar penahan air juga tidak ada,” kata pria yang bergelar Datuk Sirajo itu.

Ada juga warga terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), sumur kering dan anak-anak ketika sekolah selalu buka sepatu karena jalan berlumpur. Juga banyak petani merugi. 

“Sawah ratusan hektar tidak bisa dialiri air karena irigasi  rusak. Ketika tanah itu sudah menurun tingginya, artinya air tidak sampai ke situ jadi banyak sawah yang tidak bisa dialiri.” 

Sebelum Lubuk Alung, kondisi serupa juga terjadi saat pembangunan bandara baru. Kekeringan melanda sumur masyarakat di Nagari Salibutan sampai Pasar Usang, karena aktivitas galian C menggunakan eskavator.

“Seharusnya semua belajar dari kasus ini,” katanya.

Selain itu batu-batu besar itu, kata Herik,  biasa mereka hancurkan saat malam hari. “Saat terang sudah tidak ada batu-batunya,” katanya.

Herik juga bagian dari Aliansi Masyarakat Menolak Perusak Lingkungan (Ammuak) Piaman Laweh yang terdiri dari beberapa elemen masyarakat. Gerakan ini sudah melakukan demonstrasi pada 2015 ke Kantor Wali Nagari dan Kerapatan Adat Nagari Lubuk Alung. 

Aksi kembali mereka lakukan pada 2016 di Kantor Bupati Padang Pariaman. Karena tetap terjadi tambang ilegal galian C pada 2018, aksi lagi  di Polda Sumatera Barat. Pada 2023,  mereka demo penolakan galian C ilegal di Kantor Gubernur Sumbar. 

Edral Pratama, Kepala Bidang Pertambangan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, mengatakan,  Batang Anai memiliki potensi sumber daya logam dan batuan untuk jenis pasir batu dan kerikil (sirtukil) melimpah.  

“Batang Anai tempat sedimentasi sirtukil di Padang Pariaman. Seiring pembangunan jalan tol, keberadaan sumber daya alam Daerah Aliran Sungai Batang Anai itu jadi primadona, karena bahan bakunya cocok,” katanya.

Dia tegaskan, pelaku usaha di sektor pertambangan harus mengurus izin di DAS Batang Anai. Hingga pasokan material untuk jalan tol dengan mematuhi aturan berlaku. 

“Terkait munculnya tambang ilegal seperti di lokasi, itulah dinamika yang terjadi,” katanya.

Dia mengakui,  sumber alam jadi primadona dan incaran pelaku usaha sedang kalau melalui proses perizinan perlu waktu lama. 

“Jadi, muncullah yang ilegal ini,” katanya. 

Berdasarkan kaidahnya, tata kelola pertambangan yang baik mulai dari pelayanan perizinan, pengusahaan terhadap proses perizinan, dan pelaksanaan kaidah teknis pertambangan yang baik. 

“Kemudian ada reklamasi pasca tambang, jadi ada tiga aspek penting. Mulai dari perizinan, kaidah teknis pertambangan yang baik dengan memenuhi peraturan berlaku dengan memenuhi dokumen RKUPL (rencana kerja usaha pengelolaan lingkungan)  dan dokumem lain. Setelah tambang habis, reklamasi tambang itu sesuai kondisi semula,” katanya. 

Dia sebut, izin dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) menjamin pertambangan di area izin usaha pertambangan. “Jadi itu istilahnya harga mati terkait izin pertambangan yang diberikan. Kalau mereka melakukan di luar mereka jadi ilegal dan itu ranah aparat untuk menindaknya,” katanya.

DSDM Sumbar  mencatat,  130 izin usaha operasi pertambangan seluas 5.074,26 hektar. Selanjutnya, surat izin pertambangan batuan (SIPB) 70 izin seluas 681,39, izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi 82 seluas 2.167 hektar.

Edral menyebut,  bahan material di Sumbar berlimpah, namun izin pertambangan tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangunan di Sumbar. 

 Jaka HB/Mongabay Indonesia

Ngalir juga ke jalan tol?

Edral tidak menjawab soal informasi seputar beking aparat atau pelanggaran tambang galian C ilegal untuk jalan tol.

“Isu itu memang sampai ke kita. Namun untuk penindakan, kita serahkan pada aparat penegak hukum karena mereka yang lebih berwenang,” katanya.

Dia bilang, pernah ada penertiban pada 5 Desember 2023 oleh  Tim Terpadu.  Laporan penertiban itu menyebut ada  aliran material ke pembangunan jalan tol.

Namun, catatan rapat bersama Pemerintah Sumatera Barat di Ruang Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Sumbar yang dipimpin Devi Kurnia 11 Juni 2024 menyebut,  DESDM membantah aliran material itu. Dalam surat itu, ESDM memastikan pelaksana proyek, PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI)  tak  menampung material dari tambang ilegal untuk pembangunan jalan tol. 

Mongabay mewawancarai penambang pasir tradisional di Batang Anai yang ambil pasir batu dan kerikil. Dia dapat Rp30.000 untuk mengisi satu truk pasir.

Perlu waktu hingga sore hari bersama dua atau tiga orang untuk mengerjakannya. “Kalau menggunakan eskavator 10 kali lipat lebih cepat,” katanya.

Umumnya, material untuk pembangunan rumah dan infrastruktur. Namun dia sempat menemukan pasir bawa ke pembangunan jalan tol. 

Terkait dugaan-dugaan penggunaan material ilegal dalam membangun Jalan Tol Padang-Sicincin, Mongabay mengonfirmasi HKI melalui Damar selaku humas. Dia mengirimkan rilis bantahan 19 Desember lalu.

Dalam surat dengan identitas Sekretaris PerusahaanHKI  Philadelphia H.H.P. itu, perusahaan menyebut menjalin kerjasama dengan vendor berizin resmi untuk pekerjaan konstruksi Proyek Tol Padang-Sicincin. 

“Termasuk izin usaha pertambangan  quarry, perizinan lingkungan, serta kewajiban untuk membayar pajak galian C berdasarkan volume material yang digunakan.”

HKI, katanya,  berkomitmen menjalankan konstruksi dengan mematuhi standar tata kelola perusahaan yang baik dan sesuai peraturan berlaku. 

******** 

Demi PSN Tol Jogja-Solo, Berpacu Tambang Galian Ilegal di Gunungkidul [2]

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|