Sepanjang tahun 2024, para peneliti di berbagai belahan dunia telah berhasil mengungkap keberadaan sekitar 18.000 spesies baru, menunjukkan bahwa kekayaan hayati planet kita masih jauh dari kata terungkap sepenuhnya. Penemuan-penemuan ini mencakup beragam jenis organisme, mulai dari mikroorganisme yang tak kasat mata hingga hewan dan tumbuhan berukuran besar. Beberapa di antaranya ditemukan di lokasi-lokasi yang sudah lama menjadi fokus penelitian keanekaragaman hayati, seperti hutan hujan Amazon dan pegunungan Himalaya, sementara yang lain ditemukan di tempat-tempat yang tak terduga, seperti di kedalaman laut dan di lingkungan perkotaan.
Inilah 10 spesies baru yang paling menarik perhatian di tahun 2024, mengungkap keunikan dan signifikansi mereka bagi ilmu pengetahuan dan konservasi.
1. Alabama, Amerika Serikat: Vadumodiolus teredinicola, Kerang Baru dari Hutan Bawah Laut
Di ekosistem unik Hutan Bawah Laut Alabama (Alabama Undersea Forest) yang baru ditemukan, Dr. Dan Distel, seorang peneliti dari Pusat Ilmu Kelautan Universitas Northeastern (Northeastern University’s Marine Science Center ) AS, telah mengidentifikasi spesies kerang baru yang dinamai Vadumodiolus teredinicola. Kerang ini, yang berukuran hanya beberapa milimeter, menunjukkan adaptasi yang sangat khusus dengan hidup di dalam liang cacing kapal (Teredo navalis), sejenis moluska bivalvia yang dikenal karena kemampuannya mendegradasi kayu yang terendam. V. teredinicola ditemukan mendiami liang T. navalis pada pohon cypress yang terendam di hutan bawah laut tersebut.
Penemuan ini menarik perhatian karena V. teredinicola merupakan kerabat dekat Modiolus spp., sekelompok kerang laut dalam yang dapat tumbuh hingga 30 cm. Namun, V. teredinicola menunjukkan perbedaan morfologi yang signifikan dengan kerabatnya, termasuk ukurannya yang jauh lebih kecil dan cangkangnya yang lebih tipis. Perbedaan ini kemungkinan merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan hutan bawah laut yang minim cahaya, bertekanan tinggi, dan kaya akan sulfida akibat aktivitas dekomposisi kayu oleh T. navalis. V. teredinicola diperkirakan memperoleh nutrisi dari bakteri kemoautotrof yang hidup di dalam liang cacing kapal, menunjukkan bentuk simbiosis yang unik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami lebih dalam interaksi antara V. teredinicola dan T. navalis, serta peran mereka dalam ekosistem hutan bawah laut.
2. Samudra Pasifik: Chrysaora achlyos “Medusa Salib St. George”, Ubur-ubur dengan Potensi Biomedis
Sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Dr. Lisa-Ann Gershwin dari CSIRO Australia telah mengidentifikasi spesies ubur-ubur medusa baru di Samudra Pasifik. Ubur-ubur ini, yang diberi nama Chrysaora achlyos, memiliki ukuran yang cukup besar, dengan diameter payung mencapai 10 cm, dan menampilkan corak berwarna merah tua yang menyerupai salib di tengah tubuhnya. Karena corak unik ini, ubur-ubur tersebut dijuluki “Medusa Salib St. George”.
C. achlyos termasuk dalam genus Chrysaora, yang dikenal memiliki sel penyengat (nematocyst) yang mengandung racun. Racun ubur-ubur telah lama menjadi subjek penelitian biomedis karena mengandung berbagai senyawa bioaktif yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi obat-obatan atau terapi baru. Meskipun komposisi racun C. achlyos belum dianalisis secara mendalam, para peneliti menduga bahwa racun tersebut mengandung senyawa unik yang berbeda dari spesies Chrysaora lainnya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi senyawa-senyawa bioaktif dalam racun C. achlyos, serta mengevaluasi potensi aplikasinya dalam bidang biomedis, seperti pengembangan obat anti-inflamasi, anti-kanker, atau analgesik.
3. Amazon Ekuador: Eunectes akayima, Anakonda Hijau Utara yang Terisolasi
Sebuah tim herpetologis yang dipimpin oleh Dr. Bryan Fry dari Universitas Queensland telah menemukan spesies anakonda baru di Amazon Ekuador selama ekspedisi penelitian yang didokumentasikan dalam program TV National Geographic. Spesies baru ini, yang diberi nama Eunectes akayima, secara morfologis mirip dengan anakonda hijau selatan (Eunectes murinus), tetapi menunjukkan perbedaan genetik yang signifikan. Analisis filogenetik mengungkapkan bahwa E. akayima dan E. murinus merupakan dua garis keturunan yang berbeda, yang kemungkinan terpisah sekitar 10 juta tahun yang lalu akibat proses spesiasi alopatrik.
Isolasi geografis antara populasi anakonda di Amazon utara dan selatan diperkirakan telah mendorong divergensi evolusioner kedua spesies tersebut. E. akayima mendiami hutan hujan dataran rendah di Amazon Ekuador, sementara E. murinus tersebar luas di seluruh Amazon. Meskipun kedua spesies tersebut memiliki peran ekologis yang serupa sebagai predator puncak, perbedaan genetik mereka menunjukkan adanya adaptasi lokal yang spesifik. Penemuan E. akayima menegaskan pentingnya memahami sejarah evolusi dan hubungan filogenetik antara spesies untuk mengembangkan strategi konservasi yang efektif. Keberadaan E. akayima kemungkinan terancam oleh deforestasi dan degradasi habitat di Amazon Ekuador, sehingga diperlukan upaya konservasi yang terarah untuk melindungi spesies ini dan ekosistemnya.
4. Himalaya: Anguiculus DiCaprio, Ular Kobra Mini dari Pegunungan Tertinggi di Dunia
Di pegunungan Himalaya yang menjulang tinggi, sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Zeeshan Mirza dari National Centre for Biological Sciences India telah menemukan spesies ular kobra mini baru yang dinamai Anguiculus DiCaprio. Ular ini ditemukan di hutan pegunungan pada ketinggian sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut. A. DiCaprio memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, dengan panjang total mencapai sekitar 40 cm. Ular ini memiliki warna dasar coklat kemerahan dengan pola bercak-bercak hitam yang tidak beraturan.
Baca juga: Bagaimana Ular Saling Berkomunikasi Satu Sama Lain?
A. DiCaprio merupakan spesies endemik Himalaya dan diperkirakan memiliki persebaran yang terbatas. Habitatnya yang berada di hutan pegunungan yang terfragmentasi membuat spesies ini rentan terhadap kehilangan habitat akibat deforestasi dan perubahan penggunaan lahan. Penemuan A. DiCaprio menambah pengetahuan kita tentang keanekaragaman hayati reptil di Himalaya dan mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan ekosistem pegunungan yang unik ini. Nama spesies ini diberikan sebagai penghormatan kepada Leonardo DiCaprio, aktor dan aktivis lingkungan yang telah lama menyuarakan isu-isu konservasi dan perubahan iklim.
5. Kolombia: Aphelandra almanegra, Tanaman “Nyawa Hitam” yang Terancam Punah
Aphelandra almanegra, sebuah spesies baru dari genus Aphelandra, telah ditemukan di hutan pegunungan Kolombia oleh sekelompok botanis yang dipimpin oleh Dr. García-Martínez. A. almanegra merupakan semak yang dapat tumbuh mencapai ketinggian 5 meter. Tanaman ini memiliki ciri khas pada kayu jantungnya yang berwarna hitam pekat, yang memberikan kontras mencolok dengan bunga-bunganya yang berwarna merah muda cerah. Karena warna hitam pada kayunya, A. almanegra dijuluki “Nyawa hitam“.
A. almanegra merupakan spesies endemik Kolombia dan diperkirakan memiliki persebaran yang sangat terbatas. Habitat alaminya adalah hutan pegunungan pada ketinggian antara 1.500 dan 2.000 meter di atas permukaan laut. Sayangnya, A. almanegra terancam oleh kehilangan habitat akibat deforestasi dan konversi lahan untuk pertanian. Populasinya diperkirakan sangat kecil dan terfragmentasi, sehingga spesies ini dikategorikan sebagai “Critically Endangered” dalam IUCN Red List. Upaya konservasi yang intensif diperlukan untuk melindungi A. almanegra dari kepunahan, termasuk perlindungan habitat alaminya, program penanaman kembali, dan penelitian lebih lanjut tentang biologi dan ekologi spesies ini.
6. Amazon Peru: Daptomys sp., Tikus Semi-Akuatik dengan Adaptasi Morfologi Unik
Selama ekspedisi Program Penilaian Cepat (RAP / Rapid Assessment Program) yang dilakukan oleh Conservation International di Amazon Peru pada tahun 2022, sebuah tim peneliti menemukan spesies tikus semi-akuatik baru yang diberi nama sementara Daptomys sp. Tikus ini memiliki adaptasi morfologi yang unik untuk kehidupan di air, termasuk kaki belakang yang berselaput sebagian dan kumis yang panjang dan sensitif. Daptomys sp. ditemukan di habitat perairan tawar, seperti sungai kecil dan rawa-rawa, di mana ia mencari makan serangga akuatik dan invertebrata lainnya.
Baca juga: Mengapa Tidak Ada Jembatan di Sungai Amazon?
Adaptasi morfologi Daptomys sp. memungkinkan tikus ini untuk berenang dan menyelam dengan lincah, serta mendeteksi mangsa di dalam air dengan menggunakan kumisnya yang sensitif. Bulu Daptomys sp. juga menunjukkan adaptasi terhadap lingkungan akuatik, dengan tekstur yang lebih rapat dan tahan air. Penemuan Daptomys sp. menambah pengetahuan kita tentang keanekaragaman hayati mamalia di Amazon dan menunjukkan bahwa masih banyak spesies baru yang menunggu untuk ditemukan di ekosistem yang kaya ini. Namun, keberadaan Daptomys sp. kemungkinan terancam oleh degradasi habitat akibat aktivitas manusia, seperti deforestasi, pencemaran air, dan perubahan iklim.
7. Madagaskar: Keita deniseae, Liana dengan Struktur Memanjat yang Unik dan Aroma Marzipan
Di hutan hujan Madagaskar, para ilmuwan telah menemukan spesies liana baru yang diberi nama Keita deniseae. Liana ini memiliki ciri khas pada struktur “cakar” yang unik pada batangnya, yang memungkinkannya untuk memanjat pohon dengan cara “mencengkeram” batang pohon inangnya. Selain itu, K. deniseae juga mengeluarkan aroma marzipan yang khas ketika akar atau batangnya dipotong.
Analisis fitokimia menunjukkan bahwa aroma marzipan pada K. deniseae berasal dari senyawa organik volatil, terutama benzaldehida dan hidrogen sianida, yang diproduksi oleh tumbuhan sebagai mekanisme pertahanan terhadap herbivora. Senyawa ini juga ditemukan pada biji almond pahit, yang memberikan aroma marzipan yang khas. Penemuan K. deniseae tidak hanya menambah pengetahuan kita tentang keanekaragaman hayati tumbuhan di Madagaskar, tetapi juga membuka peluang untuk mengeksplorasi potensi aplikasi senyawa organik volatil dari liana ini dalam industri parfum atau aromaterapi.
8. Amazon Peru: Bolitoglossa sp., Salamander yang Berasosiasi dengan Habitat Pasir Putih
Ekspedisi Program Penilaian Cepat (RAP) di Amazon Peru telah menghasilkan penemuan berbagai spesies baru, termasuk salamander arboreal yang diberi nama sementara Bolitoglossa sp. Salamander ini ditemukan hidup di dekat permukaan tanah di hutan hujan dataran rendah, dengan preferensi habitat yang mencolok pada area dengan substrat pasir putih.
Bolitoglossa sp. memiliki ciri morfologi yang khas, dengan tubuh yang relatif ramping, ekor yang panjang, dan jari-jari yang berselaput. Warna kulitnya bervariasi dari coklat kehijauan hingga abu-abu kebiruan, memberikan kamuflase yang baik di lingkungan hutan. Para peneliti menduga bahwa preferensi habitat Bolitoglossa sp. pada area berpasir putih berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan ketersediaan mangsa. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor ekologis yang mendorong asosiasi Bolitoglossa sp. dengan habitat pasir putih, serta untuk menentukan status taksonomi dan konservasi spesies ini.
9. Amazon Peru: Chaetostoma sp., Ikan Lele dengan Hidung yang Menonjol
Chaetostoma sp. adalah spesies ikan lele baru yang ditemukan selama ekspedisi RAP di Amazon Peru. Ikan ini memiliki morfologi kepala yang unik, dengan hidung yang sangat besar dan menggembung, memberikan penampilan yang mencolok. Chaetostoma sp. merupakan jenis ikan lele yang hidup di dasar sungai yang berarus deras di Amazon Peru. Hidungnya yang besar diperkirakan berperan dalam menavigasi lingkungan perairan yang kompleks dan mendeteksi mangsa di antara bebatuan dan sedimen di dasar sungai.
Fungsi hidung yang tidak biasa ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi para peneliti berspekulasi bahwa hidung tersebut mungkin berperan sebagai organ sensorik tambahan untuk mendeteksi perubahan tekanan air, arus, atau getaran yang dihasilkan oleh mangsa atau predator. Selain itu, hidung yang besar juga dapat meningkatkan efisiensi respirasi ikan di lingkungan perairan yang miskin oksigen. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap fungsi hidung Chaetostoma sp. dan mekanisme adaptasi ikan ini terhadap lingkungannya.
10. Amazon Peru: Microsciurus sp., Tupai Kerdil dengan Karakteristik Unik
Selama ekspedisi RAP di Amazon Peru, para peneliti menemukan spesies tupai kerdil baru yang diberi nama sementara Microsciurus sp. Tupai ini memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, dengan panjang total hanya sekitar 14 cm, dan merupakan salah satu spesies tupai terkecil di dunia. Microsciurus sp. memiliki bulu berwarna coklat kemerahan dengan garis-garis gelap di punggungnya, memberikan kamuflase yang baik di lingkungan hutan.
Microsciurus sp. hidup di kanopi hutan hujan dan aktif pada siang hari. Tupai ini memakan berbagai jenis makanan, termasuk buah-buahan, biji-bijian, serangga, dan nektar. Microsciurus sp. memiliki peran penting dalam ekosistem hutan sebagai penyebar biji dan polinator. Penemuan Microsciurus sp. menambah pengetahuan kita tentang keanekaragaman hayati mamalia kecil di Amazon dan menunjukkan bahwa masih banyak spesies baru yang menunggu untuk ditemukan di habitat kanopi hutan hujan. Namun, keberadaan Microsciurus sp. kemungkinan terancam oleh deforestasi dan degradasi habitat di Amazon.