- Bulbophyllum sandfordiorum merupakan anggrek spesies baru yang ditemukan di Pegunungan Arfak, di ketinggian 1.300 m dpl. Secara resmi, laporannya diterbitkan dalam jurnal internasional Kew Bulletin, 25 Maret 2025.
- Temuan ini menunjukkan betapa pentingnya kawasan konservasi Cagar Alam Pegunungan Arfak dan Cagar Alam Pegunungan Tamrau Selatan sebagai pusat keanekaragaman hayati di Kepala Burung Papua.
- Penemuan ini merupakan bagian dari eksplorasi anggrek di Kepala Burung Papua pada Februari-Maret 2024. Dalam eksplorasi tersebut, berhasil didokumentasikan 214 spesies, termasuk 8 kandidat spesies baru, yang 2 spesies laporannya telah dipublikasikan, serta 15 spesies langka yang berhasil ditemukan lembali.
- Bulbophyllum merupakan genus tumbuhan anggrek terbesar di Papua. Setidaknya, ada 690 spesies yang telah diketahui. Nama sandfordiorum berasal dari mendiang Elodie Sandford, yang telah menginspirasi penjelajah muda dan fotografer amatir untuk terlibat dalam proyek-proyek petualangan dan inovatif.
Kabar baik menyeruak dari kelebatan hutan Papua. Sebatang pohon anggrek spesies baru rampung dideskripsikan. Secara resmi, laporannya diterbitkan dalam jurnal internasional Kew Bulletin, 25 Maret 2025.
Penulis utama laporan itu, Reza Saputra, adalah rimbawan muda yang menyukai fotografi. Saat ini dia bekerja di BBKSDA Papua Barat dan tengah menempuh pendidikan di James Cook University, Australia.
Di akun instagramnya, Reza menulis, “Persembahan dari hutan, tepat di Hari Raya.” Unggahan itu memang dia kirim pada 31 Maret, saat gema takbir disahutkan. Bersama unggahan itu pula, ada kartu ucapan bergambar bunga anggrek spesies baru dari Papua Barat, yang diberi nama Bulbophyllum sandfordiorum. Juga tangkapan layar publikasi internasionalnya.
Anggrek spesies baru ini ditemukan di Pegunungan Arfak, di ketinggian 1.300 m dpl. Warnanya sepal kuning cerah, papila ungu kemerahan, sementara labelum magenta.
“Temuan ini menunjukkan betapa pentingnya kawasan konservasi Cagar Alam Pegunungan Arfak dan Cagar Alam Pegunungan Tamrau Selatan sebagai pusat keanekaragaman hayati di Kepala Burung Papua. Sekaligus, menggarisbawahi urgensi perlindungan ekosistem yang masih alami ini,” kata Johny Santoso, Kepala Balai Besar KSDA Papua Barat, dalam sebuah pernyataan, Rabu (2/4/2025).
Dalam keterangannya, penemuan ini merupakan bagian dari eksplorasi anggrek di Kepala Burung Papua pada Februari-Maret 2024. Dalam eksplorasi tersebut, berhasil didokumentasikan 214 spesies, termasuk 8 kandidat spesies baru, yang 2 spesies laporannya telah dipublikasikan, serta 15 spesies langka yang berhasil ditemukan lembali.
Baca: Anggrek Kuku Macan, Jenis Baru Khas Sulawesi

Menunggu anggrek jenis baru dideskripsikan
Pegunungan Arfak merupakan gugusan gunung yang membentang di bagian Kepala Burung Papua. Gunung tertingginya adalah Gunung Umsini, setinggi 2.950 m dpl, dan terdapat danau kembar di sana yang terkenal, Anggi Gita dan Anggi Gigi.
Eksplorasi biodiversitas di Arfak masih sedikit, dibandingkan dengan kekayaannya. Satu dari yang sedikit itu, yang sedang dikerjakan adalah pengumpulan bahan untuk penerbitan buku Orchid of Bird’s Head Peninsula.
Reza, dalam sebuah seminar di Jakarta menyampaikan, bahwa anggrek merupakan famili dengan biodiversitas tertinggi di Indonesia. Jumlahnya lebih dari 3.820 spesies, dengan kawasan kaya hayati adalah Pulau Kalimantan dan Papua (Indonesia). Di Kalimantan, sedikitnya ada 1.476 spesies, sementara Papua sekitar 1.336 spesies.
Jika digabungkan dengan wilayah Papua Nugini, terdapat lebih dari tiga ribu spesies. Namun, dengan semakin banyak ditemukannya angrek spesies baru di Papua, bukan tidak mungkin posisi Kalimantan akan terlewati.
Terkait temuan spesies yang baru dideskripsikan itu, B. sandfordiorum sebenarnya merupakan satu dari 23 spesies anggrek yang dikelompokan sebagai diduga baru. Semuanya, merupakan hasil eksplorasi yang dilakukan mulai 2022-2024.
“Semoga, tahun ini atau paling lambat tahun depan semua sudah dipublikasikan,” ungkap Reza, yang sejak 2016-2024 melakukan eksplorasi di 27 titik di Papua.
Baca: Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung

Anggrek sebagai kekayaan genetik
Bulbophyllum merupakan genus tumbuhan anggrek terbesar di Papua. Setidaknya, ada 690 spesies yang telah diketahui. Seperti namanya yang berasal dari Bahasa Yunani yaitu bulbos (umbi) dan phyllon (daun), tumbuhan ini ditandai adanya umbi semu di pangkal daun.
Ciri lain adalah bunganya membuka lebar, panjang sekitar 1 cm. Sepal berwarna kuning cerah, sementara papila ungu kemerahan. Daunya tegak miring dengan panjang 1,9-3,7 cm. Sementara lebarnya 0,3-0,4 cm. Memiliki pseudobulb (batang menggelembung), dengan akar lentur, tidak berbulu, dengan diameter sekitar 0,5 mm.
Nama sandfordiorum berasal dari mendiang Elodie Sandford, yang telah menginspirasi penjelajah muda dan fotografer amatir untuk terlibat dalam proyek-proyek petualangan dan inovatif. Seperti disebutkan dalam laporan, fotografi dapat menyampaikan pesan konservasi yang kuat dan memberikan banyak manfaat.
B. sandfordiorum dikumpulkan dari Distrik Tetega, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat pada 28 Februari 2024. Namun, lokasi persis penemuan dirahasiakan untuk kepentingan konservasi.
Baca juga: Anggrek Biru, Si Cantik dari Pulau Waigeo yang Belum Dilindungi

Di alam, anggrek ini berbunga pada Februari hingga Maret. Periode berbuah belum diketahui. Sementara itu, meski survei anggrek secara intensif telah dilakukan di Pegunungan Arfak sejak 2014, spesies ini diketahui hanya berada di satu lokasi.
“Pengamatan menunjukkan bahwa populasinya kurang dari 50 individu dewasa, yang semakin menegaskan statusnya yang kritis dan memenuhi ambang batas untuk kategori Critically Endangered,” tulis Reza dalam laporannya.
Masih menurut laporan tersebut, spesies ini diketahui berada di hutan lindung yang ditetapkan untuk konservasi waduk air. Namun, habitatnya menghadapi tekanan antropogenik yang besar. Mulai dari gangguan lokasi, fragmentasi, hingga konversi menjadi perkebunan. Habitatnya digunakan sebagai zona perburuan lokal, terdesak pembangunan jalan, ekspansi desa, dan hutannya mengalami degradasi.
Reza mengajak semua pihak untuk melindungi anggrek Papua. Hilangnya satu spesies anggrek, berarti hilang pula satu kekayaan genetik yang mungkin punya manfaat di masa depan.
“Mari kita lindungi keajaiban yang rapuh ini, bukan hanya untuk sains, tetapi juga untuk jiwa planet kita,” ajaknya.