Emisi Gas Metana dari Tempah Sampah Kian Nyata

2 days ago 10
  • Riset ungkap bagaimana gas metana dari tempat pengolahan akhir (TPA) sampah berkontribusi secara nyata terhadap emisi global.   Karena itu, pengolahan sampah mulai dari titik awal sangat penting guna mencegah pemanasan global dari sektor ini. 
  • Riset dilakukan melalui program Methane Emissions Reduction Initiative for Transparency (MERIT) itu untuk menghitung produksi gas metana sejumlah TPA selama setahun belakangan. Yakni di TPA Sarimukti (Bandung), Bantar Gebang (Jakarta), dan Suwung (Bali). 
  • Salah satu temuan penting riset ini adalah zona tidak aktif dengan penutup tetap menunjukan metana tertinggi, seperti di Bantar Gebang (1,5368). Ini menandakan ada kebocoran metana walau zona sudah tertutup tanah. Demikian juga zona tidak aktif tanpa penutup, seperti di Suwung (0,4896). Ini berarti, gunungan sampah lama tetap melepaskan metana, meski tidak ada aktivitas pembuangan baru. 
  • Siti Ainun, salah satu peneliti Proyek MERIT mendorong para pengelola TPA dapat menghitung keluaran gas metan dengan metode EPCC ini. Sebab, berkurangnya gas metan yang dihasilkan juga bsia menjadi salah satu indikator berhasil tidaknya pengelolaan TPA.

Riset ungkap bagaimana gas metana dari tempat pengolahan akhir (TPA) sampah berkontribusi secara nyata terhadap emisi global. Karena itu, pengolahan sampah mulai dari titik awal sangat penting guna mencegah pemanasan global dari sektor ini. 

Penelitian oleh Diet Plastik Indonesia, Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali melalui program Methane Emissions Reduction Initiative for Transparency (MERIT) mendapat dukungan Yayasan Visi Indonesia Raya Emisi Nol Bersih sebagai bagian dari program Global Methane Hub. Riset selama setahun itu untuk menghitung metana dari sejumlah TPA selama setahun belakangan, yakni di TPA Sarimukti (Bandung), Bantar Gebang (Jakarta), dan Suwung (Bali). 

Penghitungan metana menggunakan metode IPCC Tier 2 dengan verifikasi alat closed flux chamber (CFC) melibatkan peneliti sejumlah kampus di ketiga lokasi. CFC ini merupakan  kompartemen tertutup, lengkap dengan sensor metana dan gas lain. Dalam riset ini data diukur dengan drone dan data historis TPA untuk memetakan luasan, ketinggian, dan volume timbunan di tiap zona TPA. 

Dari ketiga TPA yang jadi sasaran riset, TPA Suwung paling lama beroperasi. Namun, volume paling besar ada di Bantar Gebang yang beroperasi sejak tahun 1990. Selain itu, Bantar Gebang miliki area terluas, 79 hektar, kemudian Sarimukti 24 hektar dan Suwung 23 hektar. 

Makin lama usia TPA, makin besar kontribusi pada emisi metana. Sedangkan volume sampah dibedakan dari wilayah dan jumlah penduduk yang dilayani. Misal,Bantar Gebang yang menampung sampah dari 8-9 wilayah.

Pengukuran karakteristik sampah di proyek ini dengan metode IPCC adalah degradable organic carbon (DOC). Ini bagian dari karbon organik dalam sampah yang bisa terurai melalui proses biologis dan signifikan dalam produksi gas metana di TPA. 

Dari 12 jenis sampah di TPA, ada perbedaan komposisi. Terbesar adalah limbah organik, misal, sisa makanan terbanyak di Bantar Gebang sebanyak 36%, di Suwung hampir 20%, dan Sarimukti 12%. Sementara limbah kebun terbanyak di Sarimukti,  50%. Lainnya plastik terbanyak Bantar Gebang 24%, Suwung 14%, dan Sarimukti 12%. 

Diseminasi hasil riset penghitungan gas metana dari tiga TPA di Indonesia. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

Indikator pengelolaan TPA

Indikator pengelolaan keberhasilan TPA adalah penurunan emisi metana. Namun tidak banyak TPA mencatat baseline data kapan mulai beroperasi, jumlah timbulan sampah, dan jenisnya. 

Diseminasi MERIT ini di Denpasar pada 10 April 2025 di hadapan unit pemerintah pengelola sampah, LSM, dan komunitas yang sudah mengelola sampah di tingkat desa adat. Sejumlah dinas pemerintah dan komunitas pengelolaan sampah juga dapat pelatihan mengukur emisi dengan lebih akurat untuk mendorong pengurangan metana melalui pemilahan sampah dan tata kelolanya.

Siti Ainun, peneliti Proyek MERIT ini memaparkan bagaimana pemerintah dan komunitas bisa menghitung emisi dengan kalkulator emisi sementara untuk di TPA ada standar penghitungan tersendiri dengan metode EPCC ini. Hasilnya, sangat dipengaruhi volume dan jenis sampah serta perlakukan sampah di TPA. 

Dari pemantauan, Bantar Gebang mencatat emisi metana tertinggi kemungkinan karena volume sampah tinggi, kondisi operasional, dan dekomposisi bahan organik. Karakteristik zona dan penutup tanah di TPA juga turut mempengaruhi. Zona aktif tanpa penutup tanah memiliki emisi tertinggi yakni TPA Sarimukti sebesar 0,936 giga permeter kubik perjam diikuti Bantar Gebang 0,6984 giga permeter kubik perjam. 

Sebaliknya,  zona tidak aktif dengan penutup justru menunjukkan metana tertinggi di Bantar Gebang (1,5368). Ini menandakan ada kebocoran metana walau zona sudah tertutup tanah. Demikian juga zona tidak aktif tanpa penutup dengan emisi tertinggi di Suwung (0,4896). Ini berarti, gunungan sampah lama tetap melepaskan metana, meski tidak ada aktivitas pembuangan baru. 

Dari hasil riset ini, peneliti merekomendasikan pentingnya pemilahan sampah organik dari sumber, pemilahan sampah organik dari sapuan jalan dan taman, pemilahan sampah kertas dan kardus, serta tekstil.

Untuk operasional tata kelola TPA, yang harus dilakukan adalah  jembatan timbang untuk memastikan volume sampah secara pasti, tak hanya dari jumlah truk. Kemudian pengukuran CFC untuk mengetahui ukur jumlah dan persebaran gas metana di setiap zona, mapping landfill untuk mengidentifikasi methane correction factor, pengadaan gas analyzer, dan lain-lain.

“Simulasi pelarangan sisa makanan saja ke TPA di Suwung bisa menurunkan emisi metana menjadi sekitar 13 giga di 2050,” kata Ainun.

Jadi,  intervensi pengurangan timbulan dan pembatasan sampah organik, jenis dan komposisi, dan pemilahan limbah organik sangat penting.

Mengutip Globalcleanerair.org, mgas rumah kaca yang kuat. Keberadaan metana  mempercepat perubahan iklim dan memberikan dampak pada kesehatan manusia. Pengeboran minyak dan gas, pertanian, dan tempat pembuangan sampah merupakan sumber utama polutan yang kuat ini  

I Made Sudarma, peneliti lain mengingatkan, ada empat sektor penyumbang gas rumah kaca yakni energi meliputi pembangkit dan transportasi, lahan-pertanian-kehutanan, dan limbah (padat dan cair). Khusus limbah padat adalah sampah. 

Dengan kondisi pengelolaan sampah saat ini, ia ragu dengan target pemerintah apakah menuju TP3SR berbasis sumber atau TPA menghasilkan energi? “Jika yang masuk TPA hanya residu sehingga volume yang masuk sangat kecil, apakah siap investor waste to energy?” tanyanya. 

Beberapa TPST juga tidak berhasil mengelola sampah dengan insinerator. Seperti di Bali. Meski penutupan TPA Suwung berulangkali dimumkan, nyatanya masih banyak sampah yang masuk sehingga direncanakan pemindahan TPA Suwung di Denpasar ke Temesi di Gianyar.

Sesajen, yang menjadi salah satu jenis sampah organik terbanyak di Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

I Made Dwi Arbani, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan PPKLH Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali mengingatkan,  pengelola TPA di Bali untuk memperhatikan standar pengelolaan karena kini pengawasan makin intensif.

Dari pantauan, banyak TPA belum baik, misal, lindi masuk ke pantai, sawah, dan saluran irigasi. Dia  berharap, kondisi eksisting TPA perlu dibuat, misal ketinggian, zona timbun, tak hanya disebut overload

Persyaratan pemrosesan akhir sampah di TPA menurut Pasal 34, Permen PUPR No 3/2013 menyatakan sampah yang boleh masuk ke TPA adalah sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan residu. Limbah yang dilarang terurug di TPA meliputi limbah cair dari kegiatan rumah tangga, bahan berbahaya dan beracun sesuai peraturan perundang-undangan dan limbah medis dari pelayanan kesehatan.

Wayan Balik Mustiana dari Desa Adat Cemenggoan, Gianyar menceritakan pengalaman berkontribusi pada pengurangan gas metana dari skala rumah tangga. Di wilayahnya, tiap rumah wajib menangani sampah organik dengan lima syarat, siapkan dua tong sampah untuk botol dan plastik, pengadaan teba modern (bentuk seperti sumur komposter), bank sampah harus aktif, ada pengangkutan residu, dan perarem atau aturan desa adat. 

“Organik jangan dibiarkan lebih empat jam. Pasti bau,” katanya. 

Dari sekitar 350 keluarga, masing-masing membuat dua sumur komposter (teba modern) jadi ada sekitar 700 lubang. Menurut dia,  ini sistem semi anaerob karena ada pembasahan dengan air sisa cucian beras, ada lubang pengeluaran gas, dan menambah eco enzim. Dia tertarik menghitung gas metana  walau sudah pasti berhasil mengurangi limbah organik masuk TPA. 

Begini kondisi sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

*****

Cerita Desa-desa di Pasuruan Kelola Sampah dan Hasilkan PAD Ratusan Juta

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|