Banjir Datang Kala Lahan Hijau Desa Iwul Hilang?

12 hours ago 1
  • Hujan lebat mengguyur Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 11 Maret lalu menyebabkan sejumlah titik di tiga desa terendam banjir, Iwul, Bojong Sempu, dan Desa Warujaya.
  • Iwan, warga Parung mengatakan, banjir karena alih fungsi lahan Desa Iwul puluhan hektar yang semula sebagai area resapan air. Kondisi,  makin parah dengan berubahnya aliran sungai, yang semula mengalir lurus jadi berliku-liku.
  • Fauqi Muhtaromun, dari Devisi Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Barat  mengatakan, alih fungsi lahan hijau diduga terjadi secara terstruktur. Hal ini terbukti dengan ada perubahan regulasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor.
  • Jarkasih, tokoh masyarakat Iwul, mendesak ,pemerintah turun tangan mengatasi bencana ekologis karena kerusakan lingkungan di Kecamatan Parung.

Hujan lebat mengguyur Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 11 Maret lalu menyebabkan sejumlah titik di tiga desa terendam banjir, Desa Iwul, Bojong Sempu, dan Desa Warujaya.

Di Desa Bojong Sempu,  puluhan tambak ikan hias warga terendam banjir. Iwan, warga Parung pemilik tambak ini mengatakan, banjir merendam area tambak setinggi lutut orang dewasa.

Sungai kecil persis di dekat tambak meluap karena tidak mampu menampung debit air. Sungai, mengalami pendangkalan karena sedimentasi lumpur dan tanah.

“Ini tadinya (sungai) satu meteran dalamnya, sekarang cuma 20 sentimeter,” katanya sambil mengukur kedalaman sungai saat Mongabay temui 13 Maret lalu.

Pantauan Mongabay, bambu dan jaring pembatas tambak warga hancur karena terjangan air hujan Jumat lalu. Sekeliling tambak terlihat endapan lumpur dan tanah merah terbawa air.

Iwan mengaku rugi sekitar Rp5–Rp10 juta. Ikan hias mas koki, louhan, gurame padang, red danio, hingga glofish hanyut terbawa banjir.

“Habis udah ini nol, modal-modalnya udah habis. Tinggal sisa-sisa (bibit) ikan dikembangbiakkan lagi. Mau beli lagi modalnya ora ada.”

Hamparan lahan hijau yang telah diratakan oleh PT Kahuripan Raya. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia.

Dia duga, banjir karena alih fungsi lahan Desa Iwul oleh PT Kahuripan Raya (Kahuripan). Perusahaan properti ini telah membabat puluhan hektar lahan hijau yang semula sebagai area resapan air.

Kondisi itu,  makin parah dengan berubahnya aliran sungai, yang semula mengalir lurus jadi berliku-liku. “Air kan tadinya gak langsung ke sungai, tertahan dulu di lahan hijau. Sekarang jadi langsung ke sungai,” ujar pria yang menggantungkan hidup dari tambak ikan itu.

Menurut catatan Iwan, pada 2025, sudah delapan kali banjir menerjang tambak ikan warga. Sebelum terjadi alih fungsi lahan banjir takk pernah menerjang tambak.

Iwan berharap, pemerintah memperhatikan dampak lingkungan alih fungsi lahan itu. “Kita orang kecil, pengennya ada yang melindungi dari pemerintah. Udah capek saya begini terus, saya bergantung hidup dari sini, gak ada sampingan lagi.”

Di Desa Iwul, banjir setinggi betis orang dewasa merendam akses jalan penghubung desa. Jarkasih, tokoh masyarakat Iwul, mengatakan, banjir mengganggu mobilitas warga: motor tidak bisa lewat.

Banjir juga merendam kebun warga, salah satunya milik Zainal. Air setinggi lutut orang dewasa merendam tanaman kangkung miliknya. Ia menaksir kerugian sekitar Rp336.000.

“Kemarin ini 7 kilo [gram] bibit kangkung habis terendam semua. Rp210.000 bibit, pupuk aja kemarin habis 14 karung: 1 karung Rp9.000. belum tenaga kita,” ujar Zainal saat ditemui Mongabay di kebunnya.

Menurut dia, banjir bukan kali ini saja, tetapi sejak alih fungsi lahan hijau jadi perumahan. Beberapa minggu lalu, banjir merendam 400 pohon cabai keriting siap panen Zainal. Akibatnya, dia merugi hingga Rp2 juta.

Di Desa Warujaya sekitar 15 rumah terendam banjir, Jumat lalu. Perdi, ketua rukun tetangga (RT), mengatakan, banjir dari sungai Rengas berhulu di Desa Iwul.

“Dulu (banjir) lima tahun sekali. Sekarang, setiap hujan banjir sampe lutut orang dewasa,” katanya,

Perubahan fisik sungai pun makin terasa kala alih fungsi lahan hijau di Iwul, kedalaman sungai jadi dangkal dan terjadi sedimentasi lumpur.

Tambak ikan warga hancur diterjang banjir, Jumat lalu (11/4/2025). Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia.

Harus turun tangan

Jarkasih, tokoh masyarakat Iwul, mendesak ,pemerintah turun tangan mengatasi bencana ekologis karena kerusakan lingkungan di Kecamatan Parung.

Pegiat lingkungan ini mengatakan, warga tak pernah menolak pembangunan kalau sesuai aturan. Namun, kata Jarkasih, selama ini pembangunan tidak sesuai aturan dan tidak memperhatikan dampak lingkungan.

“Mohon pak, karena negara ini berproses untuk memenuhi hak-hak masyarakat, bukan memenuhi hak atau keinginan perusahaan.”

Walhi Jawa Barat menyoroti berubahnya fungsi ekologis di Parung, khusus Desa Iwul. Lahan hijau yang semula berfungsi mencegah banjir, kini berganti wajah menjadi perumahan.

Fauqi Muhtaromun, dari Devisi Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Barat  mengatakan, alih fungsi lahan hijau diduga terjadi secara terstruktur. Hal ini terbukti dengan ada perubahan regulasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor.

Semula, katanya, Kecamatan Parung masuk dalam kawasan pertanian dengan peruntukkan lahan basah 13% dari luas daerah, berdasarkan Perda Nomor 11/2016.

Namun, dalam Perda Nomor 1/2024—peraturan terbaru RTRW Kabupaten Bogor—Kecamatan Parung keluar dari kawasan pertanian.

“Pada peraturan lama juga tercantum sebagai kawasan minapolitan, yakni, kawasan dengan konsep ekonomi perikanan dan kelautan berbasis kawasan. Tapi hilang juga di Perda tahun 2024.”

Dia mengatakan, perubahan perda itu mengisyaratkan pemerintah mengurangi kawasan hijau dengan gaya modernisasi bangunan beton.

Melalui Perda itu, kata Fauqi, pemerintah membuat Parung menjadi pemukiman perkotaan. Sisi lain, mestinya pembangunan melibatkan masyarakat dalam proses analisis dampak lingkungan.

“Jika memang ada partisipasi dari masyarakat terdampak, gak akan terjadi bencana banjir ketika hujan. Sudah tertera jelas di UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelibatan masyarakat sebelum pembangunan,” katanya, seraya bilang,  bukan sesudah jadi baru terkesan melibatkan masyarakat.

Marim Purba, General Manager Kahuripan membantah banjir akibat pembangunan perumahan. Dia mengatakan, perusahaannya hingga kini belum melakukan pembangunan, baru meratakan lahan saja.

“Kita gak tau persis penyebabnya, juga tak diberitahu titiknya (lokasi banjir). Ya, cut and fill secara teknis sudah pertimbangkan banyak hal,” katanya kepada Mongabay, Jumat (11/4/25).

Dia berdalih, banjir karena curah hujan tinggi. Juga proses pembangunan tak merusak saluran air, bahkan gorong-gorong untuk salurkan air.

“Curah hujan kalau terlalu tinggi juga akan banjir di mana-mana. Harus dicek titiknya di mana dan apa penyebabnya. Saya akan cek.”

Mongabay telah mengkonfirmasi persoalan banjir ini kepada Bupati Bogor, Rudy Susmanto melalui pesan singkat. Namun, Rudy irit bicara. Dia hanya membalas pesan, “siap bang.”

Ketika ditanya apa solusi permasalahan banjir, Rudy tidak merespons. Dia hanya membaca pesan Mongabay.

Adhi Nugraha, Camat Parung, juga tidak merespons pesan singkat Mongabay hingga berita ini terbit.

warga melintas di Jalan Desa Iwul pasca banjir menerjang. Nampak endapan lumpur bekas banjir menutup jalan. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia.

******

Warga Tolak Lahan Hijau Desa Iwul jadi Perumahan

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|