Dorong Transparansi Rantai Pasok Industri Tuna 

2 days ago 9
  • Menerapkan industri tuna berkelanjutan adalah suatu keniscayaan guna memastikan pemanfaatan kekayaan laut dengan arif dan ramah lingkungan. Desakan transparansi pada industri perikanan ini pun makin menguat, salah satu seperti yang The Nature Conservancy (TNC) suarakan melalui kampanye tuna transparency pledge. Inisiatif ini menargetkan transparansi pada seluruh rantai pasok tuna 100% pada 2027.
  • Tuna adalah komoditas perikanan yang sangat populer di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia. Rasanya yang lezat dengan tekstur daging yang lembut, menjadikan tuna cepat mendapat tempat di dunia
  • Sayangnya, walau menjadi favorit untuk produk perikanan dunia, sampai saat ini praktik perikanan tuna dinilai masih belum berjalan baik. Salah satu yang menjadi sorotan, adalah ketiadaan transparansi praktik, baik di Indonesia atau negara lain
  • Agar prinsip transparansi bisa berjalan, maka diperlukan kerja sama yang harmonis antara pemerintah, pelaku usaha, dan asosiasi. Jika berhasil, maka ancaman kerusakan ekosistem laut dipastikan akan bisa dihindari dan sebaliknya, keuntungan secara ekonomi juga bisa tetap didapatkan

Menerapkan industri tuna berkelanjutan adalah suatu keniscayaan guna memastikan pemanfaatan kekayaan laut dengan arif dan ramah lingkungan. Desakan transparansi pada industri perikanan ini pun makin menguat , salah satu seperti yang The Nature Conservancy (TNC) suarakan melalui kampanye tuna transparency pledge. Inisiatif ini menargetkan transparansi pada seluruh rantai pasok tuna 100% pada 2027.

 TNC menyebut, kampanye ini atas dorongan fakta akan tren permintaan tuna yang terus meningkat. Setiap tahun, perikanan tuna menghasilkan lima juta ton dengan nilai jual di dermaga mencapai US$10 miliar secara global.

“Sayangnya, produksi yang tinggi ternyata tidak diikuti dengan transparansi saat praktik. Hal itu mengancam keberlangsungan pasokan makanan laut secara global, merugikan masyarakat pesisir, dan merusak upaya konservasi laut,” terang TNC dalam siaran persnya.

Ada dua hal yang menjadi perhatian dari kampanye transparansi tuna ini. Pertama, tidak ada data akurat yang akhirnya menyulitkan upaya pemantauan pemanfaatan tuna berkelanjutan. Kedua, kurangnya pemantauan di dalam air yang bisa menghambat transparansi lebih detail.

Glaudy Perdanahardja, Manajer Senior Perikanan Berkelanjutan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mengatakan, transparansi atau keterbukaan data masih menjadi persoalan perikanan tuna saat ini. Padahal, berperan penting untuk memastikan keberlanjutan sumber daya ikan (SDI) tuna di masa depan.

Data  terbuka juga akan mendukung pengelolaan perikanan tuna berbasis sains. Keterbukaan data membantu para peneliti dan manajer perikanan untuk bisa melakukan penilaian persediaan (stock assessment) yang lebih akurat. Dengan begitu, jumlah tangkapan yang diizinkan (total allowable catch/TAC) dan kuota dapat terhitung secara tepat. 

Yang lebih penting lagi, kata Glaudy, mencegah  praktik penangkapan ikan dengan cara ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar aturan (IUUF). “Dengan demikian, risiko akibat perhitungan stock yang tidak sesuai realitas perikanan dapat dihindari,” katanya  kepada Mongabay, belum lama ini. 

Glaudy mengatakan, keterbukaan data tak hanya akan menguntungkan industri dalam mematuhi regulasi ekspor untuk tidak terlibat dalam IUUF. Namun juga akan meningkatkan daya saing produk tuna Indonesia di pasar global.

“Keterbukaan data menjadi kunci mewujudkan keberlanjutan ekologi dan ekonomi dalam perikanan tuna.”

Dua buruh angkut memikul hasil tangkapan ikan tuna di Pelabuhan tradisional di Kedonganan, Badung, Bali. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

Adopsi Iptek

Selain data, sorotan transparansi juga dialamatkan pada pengadopsian ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) oleh pelaku industri ini. Makin tinggi adopsi, maka upaya transparansi akan semakin mudah diwujudkan.

Menurut dia, sampai sekarang Indonesia masih terus berjuang untuk memanfaatkan iptek semaksimal mungkin dalam praktik perikanan tuna. Salah satunya, dengan melaksanakan digitalisasi pendataan berbasis elektronik (elogbook).

Begitu juga dengan pendataan oleh observer melalui aplikasi e-borang untuk pencatatan. Saat ini, pengembangan e-logbook sedang mengarah ke pemanfaatan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi ikan dan melakukan verifikasi hasil pelaporan pelaku usaha. 

Pemanfaatan teknologi sejatinya juga sudah dilakukan melalui proyek uji coba electronic monitoring. Karena biaya tinggi dan membebani pelaku usaha, implementasi tertunda. “Jadi, upaya untuk adopsi sains tetap dijalankan dengan prinsip kehati-hatian,” katanya. 

Glaudy bilang, ada sejumlah kekurangan dalam penerapan teknologi sektor perikanan. Namun, inisiatif itu terus berjalan guna  memastikan pemanfaatan sumber daya perikanan secara berkelanjutan. 

Transparansi, katanya, tidak hanya mencakup perikanan tuna, tetapi pemanfaatan SDI secara umum. Transparansi mencakup akses terhadap informasi  akurat tentang operasi kapal, hasil tangkapan, rantai pasok, dan kepatuhan terhadap regulasi. “Apabila transparansi rendah, maka celah untuk terjadinya praktik IUU semakin besar.” 

 Upaya mewujudkan transparansi itu tidak hanya terlihat dari  penerapan e-logbook sejak 2018 juga penempatan pemantau (observer) di atas kapal. Kemudian, kewajiban pemasangan sistem pemantauan kapal (VMS) pada kapal perikanan yang beroperasio di atas 12 mil laut (NM) atau berukuran di atas 30 gros ton (GT), dan sistem ketertelusuran ikan yang terintegrasi.

“Serta regulasi lain-lainnya, seperti ratifikasi port state measures (PSM) dan lain-lain.” 

Pemberlakuan e-logbook untuk menanggulangi kendala pencatatan tangkapan menggunakan logbook berbasis kertas. Sementara, pendataan melalui pemantau di atas kapal merupakan bagian dari kepatuhan Indonesia terhadap organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO).

Penempatan observer, Glaudy bilang, sejatinya menjadi metode paling tepat untuk mendapatkan data akurat. Akan tetapi, karena sumber daya yang terbatas, cara lain adalah dengan memanfaatkan perangkat teknologi. “Namun, itu belum dapat dilanjutkan karena biaya yang tinggi untuk implementasinya yang akan dibebankan kepada pelaku usaha,” terangnya.

Penangkapan tuna oleh nelayan skala kecil di bawah 5 gross tonnage juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi transparansi tuna. Pasalnya, nelayan kelompok ini tidak berkewajiban untuk mengisi manifest tangkapan melalui e-logbook. Sehingga data real-time data sulit untuk diperoleh. 

Selain itu, perikanan ini menyebar di banyak lokasi pendaratan non-pelabuhan, sehingga pendataan pada perikanan ini sangat sulit dilakukan, karena tidak tersedianya infrastruktur pendataan di area yang remote atau sulit diakses.

Kegiatan pendaratan ikan tuna oleh salah satu perusahaan di Pelabuhan Benoa, Bali. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

Beragam respons

Transparansi menjadi kunci untuk mewujudkan perikanan berkelanjutan, termasuk tuna. Masalahnya, tidak semua pelaku usaha memahami semangat itu. Glaudy menyebut, temuan di lapangan mengindikasikan ada praktik manipulatif atas laporan hasil tangkapan.

“Kami juga menemukan indikasi misreporting atau underreporting saat melakukan perbandingan data e-logbook dengan hasil pendataan yang kami lakukan melalui sistem perekaman data yang dioperasikan oleh kru.” 

Sebagian pelaku usaha, menurut Glaudy,  memang enggan bersikap transparan. Termasuk, menerima observer di atas kapal karena merasa diawai. Namun, sebagian lainnya terbuka melaporkan hasil tangkapan dan kegiatan penangkapannya secara benar.

“Selain penguatan atau peningkatan pengawasan dan penegakan hukum, perlu dipertimbangkan juga pengembangan insentif bagi pelaku usaha dalam keterbukaan data yang mereka berikan. Hal ini diharapkan akan meningkatkan animo pelaku usaha untuk meningkatkan transparansi.” 

Saat ini,  Indonesia menjadi anggota 3 dari 5 RFMO di dunia, yaitu Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), dan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC). 

Ketiga RFMO tersebut menaungi tiga jenis tuna yang dominan tertangkap di perairan Indonesia. Ada tuna cakalang atau skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), tuna madidihang atau yellowfin tuna (Thunnus albacares), dan tuna mata besar atau bigeye tuna (Thunnus obesus).

Sampai sekarang, perikanan tuna berkontribusi pada produksi tuna dunia sebesar 19,1 persen dan menempati urutan kedua dari daftar komoditas ekspor perikanan di Indonesia. Sebaran potensi tuna ada di Laut Banda, selatan Bali, Jawa, barat Sumatera.

Imam Trihatmadja, Direktur Program Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sepakat kalau keterbukaan data masih menjadi persoalan besar yang sedang dihadapi perikanan tuna. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia.

“Tidak adanya data yang terbuka ini tidak hanya akan memicu aktivitas IUUF, namun juga akan menyulitkan pengelolaan kuota tangkapan secara nasional. Padahal, dengan keterbukaan data, itu akan bisa meningkatkan kinerja lebih efisien dan ketertelusuran menjadi lebih mudah dilacak.”

Imam pun tak menampik bila praktik perikanan tuna di indonesia masih jauh dari ideal. Perlu upaya kolaboratif antara Pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha untuk meningkatkan transparansi dan keberlanjutan tuna.

Ikan tuna berukuran besar hasil tangkapan nelayan di Maluku Utara seperti ini sudah semakin jarang didapat. Foto : MDPI

Janti Djuari, Ketua Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) ungkap hal senada perihal transparansi yang masih jauh dari harapan. Kondisi itu, katanya, menimbulkan  ketidakadilan dalam regulasi yang menyamakan nelayan kecil dengan industri.

Dia bilang, belum semua pelaku industri perikanan menjalankan praktik perikanan secara berkelanjutan. Hal tentu akan berdampak pada stok ikan di masa depan. Karena itu, ia mendorong pengawasan lebih ketat.

“Perlu peningkatan transparansi dalam rantai pasok perikanan, memastikan data kapal, lokasi tangkapan, dan proses distribusi sudah tercatat dengan baik,” katanya.

Industri perikanan, katanya, akan tetap ada selama semua praktik yang dijalankan berdasar pada prinsip keberlanjutan. 

*****

Menyoal Keberlanjutan Kala Usaha Perikanan Tuna di Benoa Tangkap Hiu

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|