- Serigala purba dire wolf (Canis dirus) yang disebut telah punah 13.000 tahun lalu, berhasil dibangkitkan kembali oleh para ilmuwan.
- Serigala dire atau dire wolf yang populer lewat serial fantasi populer “Game of Thrones” telah memikat imajinasi manusia dan menumbuhkan rasa ingin tahu tentang hewan purba yang punah ini.
- Colossal Biosciences, perusahaan bioteknologi, berhasil menghidupkan kembali dire wolf dengan menggunakan rekayasa genetika dan DNA purba untuk mengubah kode genetik serigala abu-abu biasa agar sesuai dengan serigala purba. Hasilnya, lahirlah Romulus, Remus, dan Khaleesi, tiga ekor serigala purba (dire wolf) yang lahir melalui anjing domestik sebagai ibu pengganti.
- Namun, kebangkitan kembali serigala dire tersebut kini menjadi topik yang kontroversial, memicu perdebatan etis, ekologis, dan ilmiah yang signifikan di kalangan ilmuwan, ahli konservasi, dan masyarakat umum. Misalkan, ada potensi bahaya jika spesies yang telah punah tidak cocok dengan ekosistem moderen saat ini, yang telah mengalami banyak tantangan seperti perubahan iklim.
Serigala dire atau dire wolf (Canis dirus) adalah predator purba besar dan ganas, yang hidup di Amerika Utara selama Zaman Es (Pleistosen) dan telah memikat imajinasi manusia selama ribuan tahun. Para ahli paleontologi bisa jadi tercengang ketika serigala dire wolf, yang disebut telah punah 13.000 tahun lalu tersebut, kini berhasil dibangkitkan kembali oleh para ilmuwan.
Dari namanya, serigala ini disebut mengerikan dan ganas (dire) karena gigitan mautnya yang hidup di era plesitosen; yang membentang dari sekitar 2.58 juta hingga 11.500 tahun lalu. Makhluk ini merupakan predator puncak yang mendominasi lanskap Amerika Utara dan Selatan, yang hidup berdampingan dengan megafauna ikonik seperti mammoth, mastodon, sloth tanah raksasa, kuda purba, dan bison purba.
Ukuran tubuh serigala dire sebanding dengan serigala abu-abu (Canis lupus) moderen terbesar, dengan berat rata-rata antara 50-68 kilogram dan tinggi bahu sekitar 0.8-1 meter. Namun, serigala dire memiliki struktur tubuh lebih kekar, rahang lebih kuat, dan gigi lebih besar, yang mengindikasikan kemampuan untuk memangsa hewan lebih besar dan mungkin juga memakan bangkai serta tulang.
“Serigala dire memiliki massa tubuh yang diperkirakan 130-150 pon, sekitar 25% lebih berat ketimbang serigala abu-abu moderen,” kata Rachel E. Narducci dalam publikasi ilmiahnya.
Baca: Mitos atau Fakta: Serigala Melolong Saat Bulan Purnama?

Di era moderen, popularitas serigala dire melonjak berkat kemunculannya dalam serial fantasi populer “Game of Thrones.” Mereka digambarkan sebagai makhluk yang lebih besar dan lebih menakutkan daripada serigala biasa, serta menjadi simbol dan pendamping setia bagi keluarga Stark. Representasi fiksi ini telah menangkap imajinasi banyak orang dan menumbuhkan rasa ingin tahu tentang hewan purba yang punah ini.
“Tim kami mengambil DNA dari gigi berusia 13.000 tahun dan tengkorak berusia 72.000 tahun dan membuat anak anjing dire wolf yang sehat. Dulu pernah dikatakan, ‘teknologi yang cukup maju tidak dapat dibedakan dari sihir.’ Hari ini, tim kami dapat mengungkap beberapa keajaiban yang sedang mereka kerjakan,” kata Ben Lamm, CEO Colossal Biosciences, dikutip dari Times, 7 April 2025.
Colossal Biosciences adalah sebuah perusahaan bioteknologi yang berbasis di Dallas, Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini menggunakan rekayasa genetika dan DNA purba untuk mengubah kode genetik serigala abu-abu biasa agar sesuai serigala purba. Hasilnya, lahirlah Romulus, Remus, dan Khaleesi, tiga ekor serigala purba (dire wolf) yang lahir melalui anjing domestik sebagai ibu pengganti.
Upaya ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam de-ekstinasi, meskipun tidak semua orang setuju dengan praktik ini karena potensi konsekuensi yang tidak diinginkan. Colossal berpendapat bahwa teknik yang mereka gunakan juga dapat membantu mencegah kepunahan hewan yang terancam punah. Selain serigala purba, perusahaan ini juga berencana untuk menghidupkan kembali mammoth berbulu, dodo, dan harimau tasmania.
Baca: Jangan Keliru, Wujud Anjing Ajag Sekilas Mirip Serigala

Dire wolf dan ekosistem Zaman Es
Era Pleistosen di Amerika Utara ditandai dengan fluktuasi iklim dramatis, termasuk periode glasial (zaman es) berulang dan masa interglasial lebih hangat. Lapisan es kontinental yang luas menutupi sebagian besar wilayah utara, memengaruhi pola vegetasi dan distribusi hewan.
Serigala dire hidup di berbagai habitat di seluruh Amerika Utara dan sebagian Amerika Selatan, hal ini menunjukkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan beragam, mulai padang rumput boreal hingga hutan terbuka pesisir dan lahan basah tropis. Namun, fosil mereka jarang ditemukan di wilayah paling utara yang tertutup lapisan es besar, yang berarti preferensi untuk iklim lebih hangat atau ketersediaan mangsa lebih tinggi.
Berbagai sumber menyebutkan, serigala dire adalah karnivora hiper, dengan lebih dari 70% makanan mereka terdiri daging. Mangsa utama mereka kemungkinan besar adalah megaherbivora besar seperti kuda (Equus sp.) dan bison (Bison sp.). Gigi premolar dan molar yang besar dan kuat dengan kemampuan mengunyah yang baik, menunjukkan bahwa serigala dire mungkin juga memanfaatkan bangkai hewan besar, termasuk tulang, sebagai sumber nutrisi. Terutama, selama periode kelangkaan mangsa hidup atau persaingan yang tinggi dengan predator lain seperti saber-toothed cat (Smilodon sp.) dan singa amerika (Panthera atrox).
Bentuk tubuh kekar dan berotot, memberikan kekuatan fisik yang dibutuhkan untuk menjatuhkan dan menahan mangsa besar, meskipun mungkin dengan mengorbankan kecepatan dan kelincahan dibandingkan serigala abu-abu, yang berburu mangsa lebih kecil dan lebih cepat seperti rusa dan rusa kutub. Ciri-ciri fisik ini, secara kolektif menyoroti adaptasi serigala dire sebagai predator puncak dalam ekosistem Pleistosen.
“Mereka memiliki anggota badan lebih pendek dan lebih kekar dibandingkan dengan serigala moderen, yang berarti mereka bukan pelari yang baik, tetapi predator pengejar aktif. Serigala dire memiliki gigitan kuat karena otot rahangnya besar, yang memungkinkan mereka untuk menangkap dan membunuh mangsa secara efisien,” tulis Rachel E. Narducci.
Baca: Hyena, Kucing yang Dikira Anjing

Predator menakutkan
Menurut National Park Services, Amerika Serikat, serigala dire memiliki otot kuat dan tajam yang membuat mereka menjadi predator menakutkan. Mereka mungkin berburu dalam kelompok seperti serigala abu-abu yang terlihat pada sejumlah besar fosil serigala dire, sebagaimana ditemukan di situs La Brea Tar Pits di California.
“Ada juga bukti bahwa serigala dire berkumpul di satu titik di Amerika Utara, di sekitar danau besar yang disebut Danau White Sands selama Zaman Es. Danau ini menarik berbagai herbivora ke hutan hijau subur. Danau ini kemungkinan besar menarik serigala dire yang akan memburu mereka. Mangsa seperti sloth tanah raksasa, unta amerika, dan bison ditemukan di sekitar garis pantai danau kuno ini,” tulis otoritas National Park Services.
Jejak kaki fosil serigala dire juga ditemukan di sekitar garis pantai danau kuno tersebut. Para ilmuwan percaya bahwa ketika megafauna mulai mati karena perubahan iklim, serigala dire bersaing dengan serigala abu-abu yang beradaptasi berburu mangsa yang lebih kecil.
Baca: Anjing Kintamani, Asli dari Bali dan Diakui Dunia

Dampak ekologis dire wolf di era moderen
Konsep de-ekstinksi pada serigala dire kini merupakan topik kontroversial, memicu perdebatan etis, ekologis, dan ilmiah yang signifikan di kalangan ilmuwan, ahli konservasi, dan masyarakat umum.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa sumber daya konservasi terbatas lebih baik dialokasikan untuk melindungi spesies yang masih hidup terancam punah beserta habitat mereka yang rapuh ketimbang menghidupkan kembali spesies yang telah punah.
Ada juga kekhawatiran tentang potensi dampak ekologis yang tidak terduga dari pengenalan kembali predator purba ke ekosistem moderen, yang telah berubah secara signifikan sejak era Pleistosen.
Penting untuk ditekankan bahwa serigala yang “dihidupkan kembali” oleh Colossal Biosciences bukanlah serigala dire genetik murni, melainkan serigala abu-abu (Canis lupus) yang genomnya telah dimodifikasi menggunakan teknologi CRISPR, untuk membawa beberapa ciri-ciri fisik yang diasosiasikan dengan serigala dire.
Rick McIntyre, pensiunan peneliti serigala National Park Service dan juga penasihat Colossal, sebagaimana dilansir Times, memperingatkan bahwa serigala dire punah karena mereka adalah pemburu spesialis, yaitu memangsa megafauna seperti mammoth dan bison di Zaman Es.
Dengan punahnya mangsa utama tersebut, lalu mengembalikan serigala dire ke ekosistem moderen yang berbeda seperti sekarang ini, maka akan menjadi tantangan besar dan mungkin tidak berkelanjutan. Bahkan, dia menyatakan bahwa serigala abu-abu lebih fleksibel dalam hal mangsa dibandingkan serigala dire.
Hal serupa juga diungkapkan Robert Klitzman, Profesor psikiatri dan direktur program master bioetika di Universitas Columbia, yang menyoroti risiko etis dan kesejahteraan hewan terkait kloning. Termasuk, potensi kematian dan efek samping yang parah pada hewan kloning, serta risiko keguguran pada induk pengganti.
Baca juga: Mengenal Empat Spesies Singa yang Sudah Punah

Perdebatan lain adalah risiko yang perlu dipertimbangkan dengan cermat, misalkan potensi bahaya jika spesies yang telah punah tidak cocok dengan ekosistem moderen. Ekosistem moderen saat ini telah mengalami perubahan signifikan akibat aktivitas manusia seperti hilangnya habitat, perubahan iklim, dan introduksi spesies invasif.
Serigala dire hasil rekayasa genetika mungkin tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang berubah ini atau bahkan dapat menjadi spesies invasif yang mengancam spesies asli.
Selain itu, pengenalan kembali predator besar seperti serigala dire dapat meningkatkan potensi konflik dengan manusia. Utamanya, terkait predasi terhadap ternak dan kekhawatiran tentang keselamatan manusia, yang dapat menimbulkan tantangan sosial dan ekonomi.
Dire Wolves yang Terkenal di ‘Game of Thrones’ Dihidupkan Kembali