- Mengapa ada orangutan jantan dewasa yang memiliki bantalan pipi besar yang sering disebut flensa, sementara yang lain tidak?
- Fenomena unik ini belum dipahami sepenuhnya ilmuwan, namun sebagian peneliti menduga hal ini disebabkan faktor stres.
- Terbaru, serangkaian analisis gigi orangutan menemukan bahwa masa kanak-kanak yang penuh tekanan, biasanya menyebabkan orangutan jantan menjadi orangutan dewasa berpipi.
- Saat ini, tekanan tersebut datang dari kerusakan habitat. Sehingga orangutan tanpa flensa akan lebih sedikit atau bahkan punah di masa depan.
Seiiring bertambahnya usia, sebagian orangutan jantan akan tetap dengan wajah lucu mereka. Namun, sebagian lain akan tumbuh bantalan pipi di wajah mereka yang disebut flensa.
Mengapa kondisi ini bisa terjadi?
Dalam dunia satwa, sangat jarang ada spesies yang memiliki dua jenis jantan dewasa seperti orangutan. Jantan tanpa pipi ini bisa menunda pertumbuhan pipi hingga 20 tahun, atau bahkan mungkin tidak pernah memilikinya sama sekali.
“Dan mereka [orangutan tidak berpipi] kian misterius, karena tidak ditemukan di kebun binatang,” kata Parithi, dikutip dari situs frontiers.com, yang mengulas penelitian Kralick & McGrath [2021].
Dijelaskan dalam artikel Parithi, pertumbuhan pipi pada orangutan jantan akan terjadi saat mereka mulai memasuki masa pubertas.
Hal ini mirip seperti anak laki-laki pada manusia yang juga akan tumbuh janggut dan bulu saat puber. Sementara, orangutan akan lebih berbulu dan menumbuhkan pipi besar tersebut.
“Flensa ini seperti “frisbee” [cakram terbang] di pipi mereka, dan menarik bagi orangutan betina,” tulis Parithi.
Baca: Buang Air Kecil Ternyata Menular pada Primata, Berdasarkan Studi pada Simpanse

Faktor stres orangutan
Sejak lama, kehadiran dua jenis orangutan jantan [dengan flensa atau tidak], masih belum dipahami para peneliti.
Namun, misteri ini mulai terjawab melalui hasil penelitian Kralick dan McGrath, yang beranjak dari riset sebelumnya. Mereka menemukan bahwa orangutan jantan berflensa, ternyata memiliki hormon stres lebih tinggi dibandingkan yang tidak.
Padahal, secara sosial, jantan dengan flensa lebih dihormati, memiliki kedudukan tinggi, sering menang berkelahi, dan lebih banyak anak dibandingkan jantan tanpa pipi. Pada beberapa hewan, seperti babun, jantan dengan kedudukan rendah cenderung lebih stres ketimbang jantan dengan kedudukan tinggi.
Namun, ketika peneliti mengukur hormon stres pada orangutan, mereka menemukan hal berbeda. Tidak seperti babun, jantan berpipi ternyata lebih stres meskipun kedudukan mereka lebih tinggi.
“Ini membuat kami berpikir bahwa jantan dewasa tanpa pipi mungkin mengalami lebih sedikit tekanan saat masih kecil, dibandingkan jantan berpipi,” tulis Kralick dan McGrath.
Melalui serangkaian analisis terhadap kerangka gigi orangutan, Kralick dan McGrath menemukan bahwa orangutan jantan berflensa memiliki garis stres pada gigi yang jauh lebih dalam dibandingkan yang tidak.
“Hal ini mendukung hipotesis kami bahwa orangutan jantan berpipi mengalami peristiwa stres yang lebih parah selama masa kanak-kanak, saat gigi mereka terbentuk.”
Artinya, masa kanak-kanak yang penuh tekanan biasanya menyebabkan orangutan jantan menjadi orang dewasa berpipi.
“Di masa mendatang, akan menarik untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat membantu menjelaskan flanging, seperti perbedaan genetik antara orangutan jantan dewasa yang berflensa dan yang tidak,” tulis tulis Kralick dan McGrath.
Baca juga: Seperti Cempedak, Buah Hutan ini Disukai Orangutan

Kerusakan habitat orangutan
Pertanyaan penting selanjutnya adalah apa yang membuat orangutan stres?
Masih menurut penelitian Kralick dan McGrath, kerusakan habitat kemungkinan besar menjadi faktor pemicu utama saat ini.
“Kelaparan, kehilangan rumah karena penebangan, dan lari dari kebakaran hutan merupakan hal-hal yang sangat membuat stres,” tulis penelitian tersebut.
Lebih lanjut, orangutan saat ini sangat terancam punah dan diperkirakan akan punah dalam 50 tahun ke depan. Kehidupan orangutan juga sangat sulit, ditengah perubahan iklim global yang juga mempengaruhi buah-buahan di hutan.
“Ketika buah tidak tersedia, orangutan akan memakan kulit kayu. Akibatnya, mereka akan kelaparan dan kehilangan massa otot,” tulis Kralick dan McGrath, yang mengutip penelitian O’Connell dan kolega [2021].
“Hasil penelitian kami juga menunjukkan bahwa semakin sedikit orangutan yang akan menjadi jantan dewasa tanpa pipi setiap tahunnya. Artinya, jantan dewasa tanpa pipi mungkin akan punah dari alam liar sama sekali,” lanjut Kralick dan McGrath.
Baca juga: Bukan Hanya Manusia, Orangutan juga Butuh Lingkungan Nyaman
Sebagai informasi, orangutan merupakan satu-satunya kera besar di Asia, yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Mayoritas, sekitar 85 persen, orangutan terdapat di Indonesia [Sumatera dan Kalimantan], sementara 15 persen berada di Sabah dan Sarawak, Malaysia.
Dikutip dari Borneo Orangutan Surival [BOS] Foundation dalam laman orangutan.or.id, tiga spesies orangutan hidup di Indonesia yaitu Pongo pygmaeus [orangutan kalimantan], Pongo abelii [orangutan sumatera], dan Pongo tapanuliensis [orangutan tapanuli].
Sebagai spesies kunci, orangutan berperan penting menebar biji berbagi jenis buah di huta, habitat mereka. International Union for Conservation of Nature [IUCN] menyatakan ketiga spesies ini berstatus Kritis [Critically Endangered/CR], atau satu langkah lagi menuju kepunahan di alam liar [Extinct In The Wild/EW].
Referensi:
Kralick, A. E., & McGrath, K. (2021). More severe stress markers in the teeth of flanged versus unflanged orangutans ( spp.). American Journal of Physical Anthropology, 176(4), 625–637. https://doi.org/https://doi.org/10.1002/ajpa.24387
O’Connell, C. A., DiGiorgio, A. L., Ugarte, A. D., Brittain, R. S. A., Naumenko, D. J., Utami Atmoko, S. S., & Vogel, E. R. (2021). Wild Bornean orangutans experience muscle catabolism during episodes of fruit scarcity. Scientific Reports, 11(1), 10185. https://doi.org/10.1038/s41598-021-89186-4