Alih Fungsi Lahan Tingkatkan Risiko Bencana di Berau

10 hours ago 2
  • Banjir yang menewaskan dua warga Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim)  selama sepekan itu sudah surut. Namun, peristiwa itu membuka fakta baru bahwa kerusakan lingkungan serta alih fungsi lahan turut berperan dalam meningkatkan ancaman bencana di kabupaten ini. 
  • Fatur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, cuaca bukan satu-satunya penyebab banjir parah di Berau. Tetapi, juga karena maraknya alih fungsi lahan yang menyebabkan hilangnya daerah resapan. 
  • Analisis spasial Geographic Information System (GIS) dari empat kecamatan terdampak, yakni Kelay, Sambaliung, Teluk Bayur, dan Segah, alami penyusutan hutan 145.130,45 hektar, hampir setara dua kali luas Singapura. 
  • Jatam Kaltim menyebut, banjir terjadi akibat kondisi hulu yang rusak untuk pertambangan. Hasil pemetaan tahun 2021 ungkap, dari dari 94 konsesi tambang yang ada di Berau, 7 di antaranya ada di hulu Sungai Kelay. 

Banjir yang menewaskan dua warga Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim)  selama sepekan itu sudah surut. Namun, peristiwa itu memperlihatkan  alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan mendorong peningkatan risiko bencana di kabupaten ini. 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim bersama tim masih melakukan pemulihan pasca bencana. Distribusi bantuan logistik, pembersihan area terdampak dan pendirian posko kesehatan kepada masyarakat masih berlangsung hingga saat ini. 

“Pemulihan itu artinya pembersihan-pembersihan, kemudian bantuan logistik, posko kesehatan, dapur umum untuk masyarakat.  Itu masih berjalan hingga saat ini” kata Agus Tianur, Kepala BPBD Kaltim, Kamis (10/4/25). Dia memastikan timnya terus bersiaga, kendati terlihat cuaca mulai melandai.

Dalam catatan BPBD, banjir menewaskan dua orang itu terjadi di empat kecamatan—Kelay, Sambaliung, Teluk Bayur dan Segah sejak Rabu (27/3/25) hingga Rabu (2/4/25). Setidaknya,  sembilan kampung di sekitar Sungai Kelay dan Segah terendam dengan korban terdampak 10.037 jiwa. 

Agus mengatakan, salah satu faktor banjir itu curah hujan yang ekstrem dan air pasang tinggi. Kepada Mongabay  1 Maret lalu,  BMKG Berau menyebutkan air pasang mencapai 2,7 meter. Pasang air laut terjadi akibat gravitasi bulan yang lebih dekat dengan bumi. 

“Pada saat jarak terdekat, maka air laut mengalami kenaikan atau pasang,” terang Ade Haryadi, Kepala BMKG Berau.

Dia bilang, kondisi atmosfer juga sedang labil di Berau. Pertumbuhan awan intensif, menyebabkan hujan secara kontinu, terutama pagi hari dengan intensitas lebat sampai sangat lebat. 

Berdasarkan data observasi di Kampung Merasa, BMKG mencatat curah hujan pernah mencapai 95 mm atau sangat lebat pada 24 Maret lalu dan  merupakan curah hujan tertinggi yang pernah terjadi di hulu Sungai Kelay. Sementara di Bandara Kalimarau mencapai 105 mm atau sangat lebat pada 27 Maret. 

Banjir di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Foto: BPDD

Hutan hilang

Fatur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif Walhi Kaltim, mengatakan, cuaca bukan satu-satunya penyebab banjir parah di Berau tetapi  karena marak alih fungsi lahan yang menyebabkan hilangnya daerah resapan. 

“Banyak pembukaan lahan yang akhirnya menjadikan hutan-hutan nilang,” kata Iqin, sapaan akrabnya, Kamis (10/4/25). Walhi Kaltim pun menganalisis daerah aliran sungai (DAS) dan hutan yang hilang. 

Melalui analisis spasial Geographic Information System (GIS) menggunakan data Pusat Peta Batas Wilayah milik Badan Informasi Geospasial, luas administrasi mencapai 1.405.800,34 hektar pada 2018, untuk empat kecamatan terdampak, yakni Kelay, Sambaliung, Teluk Bayur, dan Segah. 

Dari luasan itu, luas tutupan hutan  1.268.733,89 hektar pada 2000, berkurang menjadi 1.123.603,54 hektar pada 2022. Itu berarti, hanya dalam dua dekade, tutupan hutan  hilang mencapai 145.130,45 hektar, hampir setara dua kali luas Singapura. 

Hilangnya tutupan hutan itu untuk berbagai kegiatan, seperti permukiman, perkebunan sawit hingga pertambangan batubara. “Tutupan hutan yang hilang sangat luas, ini yang akhirnya berdampak pada banjir. Sembilan desa yang dilanda banjir adalah wilayah yang paling banyak kehilangan hutan,” katanya.

Kesembilan desa itu meliputi Kampung Merasa, Sidung, Inaran, Bena Baru, Tumbit Dayak, Long Lanuk, Pegat Bukur, Kampung Tumbit Melayu serta Makarti. 

Analisis Walhi Kaltim itu juga ungkap ada perubahan status dari hutan primer yang menjadi perkebunan sawit. Catatan Walhi, selama kurun waktu sama, Berau kehilangan hutan alam  428.967,94 hektar, dari 902.285,47 hektar untuk perkebunan sawit. 

Iqin melanjutkan, merujuk data Minerba One Maps Indonesia Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM)  2018, terdapat 32 perusahaan pertambangan batubara di empat kecamatan terdampak banjir dengan luas konsesi 76.413,01 hektar. 

Iqin yakin, perubahan bentang buntut alih fungsi lahan ini berkontribusi besar terhadap banjir Berau beberapa pekan lalu. Kondisi DAS rusak pada menyebabkan air dengan cepat melaju hingga memenuhi badan sungai, 

“Jadi, apakah benar banjir Berau hanya karena cuaca, dari hasil analisis spasial ini, masyarakat dan pemerintah bisa menilai dan menyimpulkan sendiri.” 

Dia pun mendesak pemerintah atasi akar persoalan penyebab banjir. Misal, memperketat alih fungsi lahan guna mencegah peristiwa serupa di kemudian hari. 

Banjir di Kabupaten Berau tanun 2021 lalu. Kerusakan hutan dinilai berkontrubusi picu bencana di kabupaten ini. Foto: Jatam Kaltim.

Hulu rusak

Analisis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim serupa dengan Walhi. Menurut Jatam, menyalahkan cuaca sebagai alibi penyebab banjir dan mengabaikan kerusakan bentang alam tak tepat. Faktanya, alih fungsi lahan untuk tambang banyak terjadi di daerah hulu, bahkan di sekitar sungai.

Jatam sempat melakukan pemetaan setelah peristiwa serupa pada 2021, meski tak separah banjir kali ini. Organisasi ini mencatat, dari 94 konsesi tambang di Berau,  tujuh ada di hulu Sungai Kelay.

“Jatam Kaltim menduga bahwa praktik pertambangan ini jadi biang kerok pemicu banjir yang terjadi beberapa tahun ini di Kabupaten Berau.” 

Agus dari BPBD tak ingin berspekulasi. Dia  bersama tim sedang melakukan pemeriksaan ihwal penyebab banjir selain cuaca bersama beberapa instansi lain. Hal ini guna mengetahui apakah ada sebab lain seperti sedimentasi sungai hingga rusaknya daya dukung lingkungan. 

“Nanti itu kita lihat, untuk sementara kita tidak bisa menjawab karena masih dalam pemeriksaan, nanti ada tim turun ke lapangan untuk itu.”  

*****

Nestapa Warga Berau Alami Banjir saat Lebaran

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|