- Spesies kantong semar baru yang tumbuh di hutan Sabah, Kalimantan Utara, telah dinobatkan sebagai jenis baru secara ilmiah. Tumbuhan ini tersembunyi di Pegunungan Meliau, jantung negara bagian Sabah, Malaysia.
- Namanya Nepenthes pongoides, atau kantong semar orangutan. Alasannya, karena memiliki bulu di sulur dan bagian lainnya. Bulu berwarna cokelat kemerahannya mirip bulu orangutan. Ciri lain, tidak memiliki kantong bagian atas.
- Menurut catatan, hanya ada tiga pendakian yang terdokumentasi secara formal di pegunungan Meliau, yaitu pada 1956, 2004, dan 2018. Pada Mei 2023, sebagian dari tim yang melaporkan temuan spesies baru ini melakukan ekspedisi ke Pegunungan Meliau.
- Para peneliti sangat mengkhawatirkan kelestarian spesies ini karena hampir pasti Nepenthes pongoides akan menjadi sasaran perburuan Jumlah yang sangat sedikit, di wilayah sempit, dengan ancaman kepunahan besar, membuat spesies ini dinilai sebagai sangat terancam punah berdasarkan kriteria Daftar Merah IUCN.
Spesies kantong semar baru yang tumbuh di hutan Sabah, Kalimantan Utara, telah dinobatkan sebagai jenis baru secara ilmiah. Tumbuhan yang tersembunyi di Pegunungan Meliau, jantung negara bagian Sabah, Malaysia, ini dianggap istimewa karena merupakan jenis terbesar yang pernah ada.
Namanya Nepenthes pongoides, atau kantong semar berbulu. Alasannya, karena memiliki bulu di sulur dan bagian lainnya. Bulu berwarna cokelat kemerahannya mirip bulu orangutan. Ciri lain, tidak memiliki kantong bagian atas.
Pegunungan Meliau tidak terlalu tinggi, namun cukup sulit untuk menembusnya. Sebab, di sekelilingnya terdapat perkebunan sawit yang digarap secara pribadi maupun industri. Sehingga, untuk bisa mengaksesnya perlu izin khusus. Selain itu, tingkat endemisitas yang rendah, membuat pegunungan ini kurang menarik minat para peneliti sebagai lokasi riset.
“Hal ini diperparah dengan kesulitan pendakian yang aman karena pertumbuhan hutan sekunder berduri dan lebat di bawah ketinggian 700 m, serta kurangnya air di atas 150 m, membuatnya jarang terjamah,” tulis Alviana Damit, mewakili tim, dalam laporan penelitian mereka di Australian Journal Botany, edisi 12 Desember 2024.
Baca: Mengenal ‘Nepenthes rigidifolia’, Kantong Semar Langka dari Sumatera
Alviana adalah peneliti dari Kementerian Kehutanan Sabah, Malaysia, yang bekerja sama dengan peneliti dari Australia.
“Memang bulunya tidak selebat orangutan, lebih mirip bulu dada manusia,” kata Alastair S. Robinson, mengomentari mengapa dia mengusulkan nama orangutan. Robinson adalah ahli botani dari Royal Botanic Gardens Victoria, Melbourne, Australia, yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Menurut catatan, hanya ada tiga pendakian yang terdokumentasi secara formal di pegunungan Meliau, yaitu pada 1956, 2004, dan 2018. Pada Mei 2023, sebagian dari tim yang melaporkan temuan spesies baru ini melakukan ekspedisi ke Pegunungan Meliau. Tujuannya, untuk mendokumentasikan secara formal sekaligus menguji dugaan adanya spesies tanaman kantong semar baru. Disusul ekspedisi kedua pada Februari 2024.
Baca: Begini Cara Peneliti Buktikan Putri Malu Punya Ingatan
Mirip Lambung Hewan
Kantong semar menjadi tanaman ikonik di dunia karena keunikannya. Tanaman merambat ini berevolusi menghasilkan daun yang menyerupai kantong, teko, atau kendi. Kantong berfungsi untuk menarik, menangkap, sekaligus mencerna mangsa. Agar bisa bertahan hidup di habitat yang miskin nutrisi, tanaman karnivora ini menangkap organisme kecil sebagai sumber makanan.
Robinson menjelaskan, pada dasarnya pegunungan Meliau merupakan tumpukan batu-batu besar, sehingga tidak ada air mengalir di bagian atas. Tanaman kantong semar sering menjadi satu-satunya sumber air bagi satwa liar setempat.
Mengutip Newscientist, ukuran kantong bisa mencapai 45 cm dan menampung lebih dari 2 liter air. Menurut Robinson, air dalam kantong seperti ekosistem kecil.
Di kantong itu ada binatang-binatang yang terjebak. Mulai lalat, nyamuk, kelabang, hingga sejenis kepiting. Pada temuan kantong semar orangutan ini, belum bisa dipastikan apakah tanaman menargetkan secara khusus mangsa artropoda. Namun, telah teramati adanya larva lalat, kaki seribu, kelabang, juga kepiting geosesarma.
Kantong semar akan membiarkan hewan yang terjebak membusuk. Nutrisinya kemudian diserap melalui jaringan khusus. Biasanya, kantong semar mengeluarkan lendir, cairan kendi, asam, protein, juga enzim pencernaan yang mirip pencernaan hewan.
Menurut sebuah literatur, asam lambung pada hewan bisa sangat asam dengan pH sekitar 1,5. Sementara pada tanaman karnivora bisa mencapai pH 2 hingga 3. Lingkungan yang asam menjadi penghalang munculnya patogen dan menyediakan lingkungan optimal untuk proses penyerapan nutrisi.
Pada tanaman kantong semar orangutan, cairan lendir tercatat sebagai pH 5. Bandingkan dengan air layak minum, umumnya berkisar pada pH 6,5 hingga pH 8,5. Saat survei dilakukan, suhu lingkungan pagi hari tercatat 23,7 derajat Celsius dan siangnya 28 derajat Celsius. Ketinggian lokasi pada situs pertama kurang dari 1.000 m, dan situs kedua kurang dari 900 m. Topografinya sangat curam, tandus, dengan bongkahan batu yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman.
Baca juga: Hutan Kerangas untuk Pulihkan Lahan Bekas Tambang Timah
Pernah Dilaporkan
Nepenthes pongoides pertama kali didokumentasikan pada ekspedisi 2004, menurut laporan tersebut. Namun, saat itu diidentifikasi sebagai spesies N. stenophylla. Pada ekspedisi 2018, foto-foto yang baru dan lebih lengkap telah memunculkan kecurigaan bahwa tanaman ini mungkin belum teridentifikasi. Nama yang disarankan waktu itu adalah Nepenthes sp. “Sabah”. Untuk membuktikan, survei terbaru dilakukan pada Mei 2023 dan Februari 2024.
Mengutip penjelasan para peneliti, tanaman kantong semar tersebar dari Malaysia, Indonesia, Madagaskar, Kaledonia Baru, hingga beberapa pulau terpencil di Pasifik Barat. Di dunia, kantong semar jumlahnya lebih dari 160 spesies. Pulau Kalimantan menjadi habitat dengan tingkat evolusi mekanisme perangkap paling tinggi.
Pada survei pertama di kawasan yang masuk cagar alam Hutan Ulu Tungud ini, para peneliti menemukan 37 individu. Lokasi persisnya dirahasiakan untuk tujuan konservasi. Sementara pada survei kedua, mereka menemukan 14 individu.
Namun dari kedua situs, populasi tumbuhan dewasa yang teramati hanya 39 jenis. Tumbuhan muda lainnya mungkin tidak berumur panjang karena berada di lapisan lumut tipis. Sementara yang dewasa tumbuh subur di tempat berhumus, di antara bebatuan dan semak bambu.
Para peneliti sangat mengkhawatirkan kelestarian spesies ini karena hampir pasti Nepenthes pongoides akan menjadi sasaran perburuan liar.
Jumlah yang sangat sedikit, di wilayah sempit, dengan ancaman kepunahan besar, membuat spesies ini dinilai sebagai sangat terancam punah berdasarkan kriteria Daftar Merah IUCN.