Jembatan Kanopi, Penghubung Satwa Primata di Hutan Sumatera

1 month ago 60
  • Yayasan Tangguh Hutan Khatulistiwa (TaHuKah) bekerjasama dengan Pemkab Pakpak Bharat, Sumatera Utara punya cara cerdas untuk menghubungkan antar populasi primata yang terisolasi.
  • Kabupaten Pakpak Bharat telah mengalami pertumbuhan pesat pembangunan jalan baru untuk meningkatkan akses masyarakat, konsekuensinya banyak dari jalan-jalan ini mengganggu konektivitas satwa liar.
  • Jembatan koridor yang dibangun saat ini berjumlah lima, dan telah digunakan oleh berbagai satwa liar, meski belum tampak digunakan oleh orangutan.
  • Jembatan koridor ini dipantau secara berkala melalui kamera jebak dan pemeriksaan pemeliharaan.

Ketika pembangunan fisik seperti jalan meluas dan mengurangi pergerakan satwa hutan, lalu bagaimana solusinya?

Sebuah LSM lokal, Yayasan Tangguh Hutan Khatulistiwa (TaHuKah) yang berbasis di Medan, Sumatera Utara punya cara cerdas. Mereka membangun jembatan kanopi sebagai penghubung bentang alam yang terfragmentasi.

Cara ini dipercaya akan dapat menghubungkan individu dan populasi dari satwa agar tidak terisolasi di petak-petak hutan yang menyempit.

“Proyek [jembatan kanopi] ini lahir dari visi bersama dengan pemerintah daerah, yang menyadari bahwa di samping pembangunan penting seperti infrastruktur jalan, kita harus menjaga pergerakan satwa liar,” kata Erwin Alamsyah Siregar, Direktur Eksekutif TaHuKah, kepada Mongabay melalui email.

Lima jembatan kanopi saat ini telah terbangun di jalan lintas Lagan-Pagindar di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Sebagai kabupaten pemekaran, pemerintah sedang banyak membangun fasilitas infrastruktur, termasuk sekolah, rumah sakit dan fasilitas lainnya.

Jembatan kanopi ini mulai beroperasi sejak tahun 2022, didahului hasil survey ekologi yang dilakukan oleh TaHuKah. Dalam penyelesaiannya, setiap jembatan membutuhkan waktu tiga hingga empat hari bagi tim yang terdiri dari 12 orang.

Tim dari Yayasan Tangguh Hutan Khatulistiwa (TaHuKah) dan Vertical Rescue Indonesia membangun jembatan kanopi untuk konektivitas primata di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Dok: TaHuKah.

Dalam proses izinnya, TaHuKah telah menghubungi otoritas pekerjaan umum, unit pengelolaan hutan, dan masyarakat setempat untuk membangun jembatan kanopi ini.

Mereka juga bermitra dengan organisasi konservasi Sumatran Orangutan Society (SOS), yang membantu mengidentifikasi populasi kera besar di Sumatera yang terfragmentasi. Salah satunya menggunakan data sensus orangutan terakhir, yang dilakukan pada tahun 2016.

“Fragmentasi hutan di Pakpak Bharat menggambarkan adanya masalah utama konservasi yaitu terputusnya konektivitas antar populasi satwa liar karena pembangunan sosial-ekonomi,” jelas kata Helen Buckland, CEO SOS, kepada Mongabay melalui email.

“Jika populasi yang terfragmentasi dapat dilindungi dan dihubungkan kembali, satwa berpotensi untuk berkembang biak di masa mendatang.”

Pendanaan tambahan datang dengan berbagai lembaga nirlaba yang berpusat di Inggris, Size of Wales, Dierenpark Amersfoort Wildlife Fund yang berpusat di Belanda, dan Asian Species Action Partnership, sebuah organisasi konservasi kolektif. TaHuKah juga bekerja sama dengan organisasi Vertical Rescue Indonesia untuk memasang jembatan tersebut.

Jembatan kanopi yang menghungkan antar pohon hutan, sebagai pelintasan primata. Dok: TaHuKah.

Berbagai Jembatan Kanopi untuk Beragam Primata

Tim membangun tiga jenis jembatan kanopi, yaitu: jembatan tali tunggal, tangga horizontal, dan jembatan hibrid yang tujuannya untuk memfasilitasi spesies-spesies primata yang berbeda.

Tali tunggal diperuntukkan bagi spesies yang lebih lincah, tangga horizontal untuk spesies yang membutuhkan stabilitas, dan jembatan hibrid untuk berbagai jenis hewan. Mereka juga melakukan uji keamanan dan memasang kamera jebak untuk memantau penggunaan jembatan oleh satwa liar.

Hasilnya, kamera jebak telah mengambil gambar tiga individu dari tiga spesies yang menggunakan jembatan kanopi. Lutung hitam sumatera (Presbytis sumatrana), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan tupai hitam raksasa atau ‘jelarang’ (Ratufa bicolor palliate).

Untuk pemantauan kerusakan dan pengumpulan data kamera jebak TaHuKah akan melakukan setiap tiga bulan sekali, sementara survei lalu lintas dilakukan setiap dua kali setahun.

Bekerja sama dengan unit pengelolaan hutan setempat, TaHuKah juga berencana melakukan patroli rutin untuk mengawasi jembatan dan mencegah perburuan satwa liar.

Di lokasi-lokasi tersebut nantinya, Pemda Pakpak Bharat akan memasang rambu lalu lintas di depan jembatan kanopi untuk memperingatkan pengemudi agar memperlambat laju kendaraan.

Hingga tulisan ini dibuat, kamera belum merekam adanya orangutan yang menggunakan jembatan.

Primata melewati jembatan yang membentang di atas jalan yang membelah habitat hutan mereka. Dok: Sumatran Orangutan Society dan TaHuKah.

Risiko Perkawinan Sedarah di Hutan yang Menyempit

Para ahli konservasi mengatakan populasi satwa liar yang terisolasi menghadapi risiko perkawinan sedarah yang lebih besar. Ini berbahaya, karena mewariskan kumpulan gen yang lebih lemah serta menempatkan spesies pada risiko kepunahan.

Buckland mengatakan hilangnya orangutan dan spesies hutan lainnya dapat memiliki efek domino, yang akan berdampak pada seluruh ekosistem.

Untuk diketahui orangutan menghabiskan lebih dari 90% waktunya di kanopi hutan. Mereka dulunya tersebar luas di Asia Tenggara, tetapi sekarang hanya bertahan hidup di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Mereka terbagi dalam tiga spesies, orangutan sumatra (Pongo abelii) yang populasinya kurang dari 14.000 individu, 800 orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), dan 104.700 orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) yang tersisa di alam liar. Orangutan tapanuli, -yang hanya ada di petak hutan sempit di Sumatera Utara, dianggap sebagai kera besar yang paling terancam punah di dunia.

Erwin berharap jembatan tajuk akan menjadi standar di seluruh wilayah Sumatra yang menghadapi tantangan serupa. Dia yakin inisiatif ini adalah bentuk pengakuan atas perlunya melindungi keanekaragaman hayati Indonesia.

“Jembatan-jembatan ini memungkinkan kita untuk terus mendukung populasi satwa liar”

Monyet ekor panjang di jembatan tali. Dok: Sumatran Orangutan Society dan TaHuKah.

Artikel ini dilaporkan oleh tim Mongabay Global dan dipublikasikan perdana di sini pada tanggal 31 Oktober 2024. Tulisan ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.

Riset: Gigi Orangutan Mengungkap Kondisi Iklim Masa Lalu di Asia Tenggara

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|