Solusi Semu Tol Tanggul Laut Atasi Rob Semarang-Demak

4 days ago 16
  • Mega proyek Tol Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD) juga pemerintah gadang-gadang sebagai solusi atasi persoalan abrasi dan banjir rob di pesisir Semarang dan Demak.
  • TTLSD sepanjang 26,95 km, mulai dari kelurahan Tanjung Mas, kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang hingga Kelurahan Kadilangu, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak. Proyek ini perlu lahan sekitar 539,7 hektar di 24 kelurahan atau desa, pada delapan kecamatan, di Kota Semarang dan Kabupaten Demak. TTLSD terbagi dalam dua seksi.
  • Sindhung Wardhana,  Pengurus Ikatan Geografi Indonesia (IGI) meragukan keamanan dan efektivitas tanggul laut ini menahan banjir rob. Bangunan di laut memiliki kerentanan rusak lebih tinggi.
  • Banyak pihak meragukan efektivitas proyek tol tanggul laut ini dapat menghalau banjir rob di Semarang dan Demak. Penelitian Maleh Dadi Segoro menyebutkan, penutupan lima sungai yang dianggap sebagai jalur masuk air laut ke daratan tidak efektif.

Bambu berukuran sekitar 100 meter terdampar di pesisir laut Jawa, Desa Terboyo Wetan, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Jawa Tengah,  Januari lalu. Kondisi tersusun rapi tujuh lapis, terikat tali nilon hitam. Ada juga bambu terlepas dari ikatan.

Bambu itu bagian dari konstruksi pembangunan Tol Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD). Mega proyek TTLSD seksi 1—yang menghubungkan Kota Semarang hingga Sayung, Kabupaten Demak ini—terbangun sepanjang 10,64 km. Sekitar 6,7 km tol yang terbangun di atas laut  ini berfungsi sebagai tanggul untuk mengatasi banjir rob dan abrasi pantura Jawa.

Bambu-bambu itu, menurut pekerja kontruksi,  terlepas dari rangkaiannya yang sudah tersusun sepanjang 6,2 km. Bambu ini terbawa arus sejauh dua kilometer dari lokasi konstruksi di laut jawa, Kota Semarang.

Di pinggir laut nampak excavator apung berusaha menarik bambu-bambu itu kembali ke lokasi semula.

Dari kejauhan, terlihat susunan bambu-bambu mengapung melingkari lautan. Menurut pekerja, susunan melingkar itu adalah matras bambu, sebagai alas pembangunan tanggul laut.

Roy Rizali Anwar,  Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, mengatakan, matras bambu terputus karena cuaca ekstrem di pesisir utara Semarang sejak 6-20 Desember 2024.

“Kecepatan angin kurang lebih 55 km per jam dan tinggi gelombang 0,5 hingga 2,5 meter berdampak pada konstruksi matras bambu yang sudah terpasang,” katanya kepada Mongabay, Februari lalu.

Pekerja konstruksi mengakui, belakangan cuaca ekstrem terjadi di pesisir utara Semarang membuat pekerjaan TTLSD tidak maksimal, bahkan sudah seminggu terakhir para pekerja libur.

“Cuaca ekstrem gak kerja, mas. Ini lagi mendingan (hari itu) makanya kerja pelan-pelan. Kalo gelombang tinggi berhenti kerja.”

Di lokasi konstruksi terlihat pipa besi berukuran panjang untuk menyedot lumpur bekas tambak warga—yang sekarang kondisi sudah tercampur dengan laut karena proyek ini. Nantinya, lumpur itu untuk menimbun matras bambu sebagai alas jalan tol sekaligus tanggul laut.

Tambak bekas dengan lumpur tersedot pun jadi kolam retensi, untuk menampung sementara air Sungai Sringin—yang akan ditutup—sebelum pompa ke laut.

Pipa besar untuk menyedot lumpur bekas tambak warga. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia.

Ragukan keamanan

Bagaimana keamanan proyek ini bila sudah beroperasi? Sindhung Wardhana,  Pengurus Ikatan Geografi Indonesia (IGI) meragukan keamanan dan efektivitas tanggul laut ini menahan banjir rob. Dia mengatakan, bangunan di laut memiliki kerentanan rusak lebih tinggi.

Dalam ilmu geografi, katanya, terdapat istilah infiltrasi dengan air akan meresap ke tanah. Air laut, kata Sindhung, akan tetap rembes ke tanah meski pondasi terbuat dari besi atau beton.

“Itu air asin lho. Artinya, itu akan sangat mempengaruhi umur atau ketahanan bangunan,” katanya kepada Mongabay, Januari lalu.

Menurut dia, secanggih apapun konstruksi bangunan ketika berhadapan dengan alam cepat atau lambat pasti akan kalah.

Roy Rizali Anwar, Dirjen Bina Marga memastikan, proyek ini aman beroperasi. Perencanaan proyek ini sudah melalui kajian kelayakan teknis (feasibility study), aspek lingkungan, serta teknis perencanaan rinci (detailed engineering design).

Proyek pembangunan tol tanggul laut di Terboyo Wetan, Genuk, Kota Semarang. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia.

Cara kerja 

TTLSD sepanjang 26,95 km, mulai dari kelurahan Tanjung Mas, kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang hingga Kelurahan Kadilangu, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak.

Proyek ini perlu lahan sekitar 539,7 hektar di 24 kelurahan atau desa, pada delapan kecamatan, di Kota Semarang dan Kabupaten Demak. TTLSD terbagi dalam dua seksi.

Seksi I meliputi ruas Semarang-Sayung sepanjang 10,64 km. Seksi II ruas Sayung hingga Kota Demak sepanjang 16,31 km. Seksi ini sudah selesai, dan mulai beroperasi sejak Februari 2023 dengan tarif tol Rp19.000-Rp38.000 tergantung golongan kendaraan.

Proyek strategis nasional ini menelan biaya lebih Rp15 triliun ini digadang-gadang bakal menjadi solusi kemacetan di jalan Pantura Semarang-Demak dan banjir rob di pesisir Semarang-Sayung.

Tol tanggul laut seksi I yang berada di laut, dibangun menggunakan matras bambu sebagai pondasi. Penggunaan matras bambu, menurut Kementerian Pekerjaan Umum, untuk menahan laju penurunan muka tanah (land subsidence).

Matras bambu itu dipres ke dasar tanah, yang tertimbun lumpur dan pasir laut. Barulah bagian atas bangun tol sekaligus tanggul laut. Ia meliputi Kelurahan Terboyo Kulon, Wetan, dan kelurahan Trimulyo, kecamatan Genuk dan desa-desa di kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

Sungai-sungai yang selama ini memasok aliran air rob ke pemukiman warga akan ditutup. Total ada lima sungai: Sringin, Sungai Tenggang, Kali Sriwulan, Kali Kaidin, dan Kali Menyong.

Nantinya, luapan air sungai-sungai itu dari hulu akan masuk pada kolam retensi, yang terbangun tidak jauh dari tanggul laut. Ada dua kolam retensi: sistem Terboyo dan sistem Sriwulan.

Menurut penelitian Maleh Dadi Segoro, kolam retensi sistem Terboyo membentang dari Banjir Kanal Timur (BKT) hingga Kali Babon dengan luas 225 hektar, dengan kedalaman lima meter dan kapasitas menampung air 11.250.000 m3.

“Rencananya akan ada tiga pompa dengan spesifikasi pompa berkapasitas 5 m3/detik dan dua pompa berkapasitas 2,5 m3/detik,” tulis penelitian itu.

Kolam retensi sistem Sriwulan, terletak di antara sungai sebelah utara Kali Babon hingga Sungai Sayung, memiliki luas 40 hektar dengan kedalaman 3,3 meter, berkapasitas sebesar 1.320.000 m3.

Kolam retensi Sriwulan lengkap dengan empat pompa kapasitas masing-masing, dua pompa berkapasitas 2,5 m3/detik dan dua berkapasitas 5 m3/detik.

Matras bambu pembangunan tol tanggul laut terdampar karena terbawa gelombang besar pada akhir Januari lalu. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia.

Solusi semu atasi banjir rob

Banyak pihak meragukan efektivitas proyek tol tanggul laut ini dapat menghalau banjir rob di Semarang dan Demak.

Penelitian Maleh Dadi Segoro menyebutkan, penutupan lima sungai yang dianggap sebagai jalur masuk air laut ke daratan tidak efektif.

Sebab, masih terdapat tiga sungai yang tidak tertutup seperti, BKT, Sungai Babon, dan Sungai Sayung. Menurut kajian Koalisi Pesisir Semarang-Demak, air rob bisa saja masuk ke daratan melalui ketiga sungai itu.

Apalagi, katanya, ketiga sungai itu terhubung dengan sungai-sungai kecil di samping utara Jalan Raya Pantura. “Air pasang akan menggenangi rumah penduduk dan jalur Pantura,” tulis kajian itu.

Sindhung juga mempertanyakan kekuatan matras bambu menahan laju penurunan muka tanah di Semarang dan Demak.

Menurut dia, belum ada penelitian komprehensif mengenai efektifitas matras bambu menahan laju penurunan muka tanah dan beban konstruksi di atasnya.

“Simulasi (pemerintah) itu simulasi jangka pendek. Bukan real time simulation gitu lho,” katanya.

Senada dengan kajian Maleh Dadi Segoro, menyebut. tanggul laut rentan mengalami penurunan akibat amblesan tanah. Apalagi, penurunan muka tanah di Semarang berlangsung dengan kecepatan mencapai 10 cm pertahun.

Belum lagi, dengan kenaikan muka air laut sekitar 0,8-1 cm pertahun, menurut penelitian Semarang Resilience Strategy. Penelitian itu juga memprediksi kenaikan muka air laut karena perubahan iklim berada pada angka 15,5 cm hingga 2030 dan 77,5 cm sampai 2110.

Dengan kondisi itu, menuntut pengelola proyek terus-menerus melakukan peninggian tanggul laut.

Menurut para pakar, ada empat faktor penurunan muka tanah di Semarang dan sekitar.  Pertama, ekstraksi air tanah,  kedua, konsolidasi sedimen, ketiga, pembebanan bangunan atau konstruksi dan keempat, ada pelabuhan, aktivitas pelabuhan, dan pengerukan sedimen di Pelabuhan Tanjung Emas.

Penelitian Maleh Dadi Segoro menyimpulkan, dua faktor, pembebanan konstruksi dan aktivitas di Pelabuhan Tanjung Emas erat kaitan dengan proyek TTLSD. Kondisi ini akan memperparah penurunan muka tanah, dan terusannya memperparah banjir rob.

“Artinya, alih-alih menjadi solusi bagi masalah yang coba ditanggulangi, pembangunan TTLSD justru memiliki potensi memperparah masalah tersebut,” tulis penelitian itu.

Keberadaan tanggul laut berisiko mengubah arah arus menjadi ke wilayah timur, khusus di Kabupaten Demak.

Syukron Salam,  Dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang ikut meneliti dampak TTLSD, mengatakan, perubahan arus itu berdampak pada masyarakat pesisir di luar tanggul laut.

Menurut dia, perubahan arus dapat menyebabkan abrasi pantai dan banjir rob lebih parah lagi. Sebuah penelitian menunjukkan, perubahan arus akibat reklamasi di kawasan Marina, Semarang, menyebabkan abrasi di pesisir utara Demak.

“Sekarang saja, belum ada tanggul laut, abrasinya sudah sangat cepat sekali. Yang paling jauh, itu 8 atau 9 kilometer dari laut. Semarang direklamasi, gelombangnya mengarah ke Demak semua,” katanya, kepada Mongabay, Januari lalu.

Seperti terjadi di Desa Bedono Kabupaten Demak dampak reklamasi Semarang, lebih 2.000 hektar pantai terabrasi selama 20 tahun terakhir.

Kondisi ini menyebabkan garis pantai mundur lebih 5 km kalau dibandingkan pada 1990.

Potret citra satelit tol tanggul laut tahun 2024.

Menurut penelitian Maleh Dadi Segoro, wilayah di sebelah utara tanggul laut seperti Bedono, Timbulsloko, hingga Morodemak akan banjir rob makin besar.

Belum ada tanggul laut saja, Morodemak rutin kena banjir rob dengan intensitas dua kali sehari, pagi dan sore. Banjir rob itu menenggelamkan pemukiman warga hingga selutut orang dewasa.

Pantauan Mongabay, banyak penghuni meningalkan rumah dan bangunan di Morodemak karena banjir rob dan penurunan muka tanah. Ada satu bangunan pesantren tak berfungsi sejak 2021.

“Sudah tidak terpakai lagi, kalau air rob datang bisa selutut orang dewasa,” ujar Salim, warga setempat.

Jalan-jalan di pemukiman warga Morodemak juga harus mereka tinggikan bila tidak mau terendam banjir rob.

Menurut Salim, hampir semua jalan di desanya sudah mengalami beberapa kali peninggian.

Peninggian jalan, katanya, secara bertahap dengan dana desa maupun swadaya masyarakat. “Sekali tinggikan biasa 60-75 cm. Itu pun setelah dua tahun akan terendam (rob) kembali.”

Agar tidak tenggelam, warga juga meninggikan rumah mereka rerata 60-75 cm per 2-3 tahun. Salim juga sudah lima kali meninggikan rumah selama dua dekade ini.

Modal meninggikan rumah tidak murah, kata Salim, rata-rata warga merogoh kocek Rp5-7 juta. Bahkan, beberapa tahun lalu, dia merenovasi rumah dengan meninggikan lantai serta atap, dan mengganti atap menjadi asbes  perlu dana sekitar Rp40 juta.

Bagi warga yang tidak punya biaya, terpaksa tinggal dengan kondisi genangan air abadi di dalam rumah. Bahkan, mereka mengungsi ke rumah tetangga bila rob datang makin tinggi.

Jadi, bakal seperti apa kondisi Morodemak saat tanggul laut di Semarang beroperasi?

******

Proyek Tol Semarang-Demak Rusak Puluhan Hektar Mangrove

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|