- Para nelayan di Natuna dan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri) kembali melaporkan adanya Kapal Ikan Asing (KIA) yang seliweran dan begitu leluasa mencuri ikan dengan alat tangkap terlarang.
- Imam Prakoso, peneliti senior Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengkonfirmasi laporan nelayan tersebut. Dari analisanya, KIA tersebut masuk ke perairan Indonesia sejak Februari dan mencuri ikan di sekitar Natuna dan Anambas.
- Pung Nugroho Saksono, Dirjen PSDKP KKP mengatakan akan patroli dalam waktu dekat. Ia mengakui, kegiatan patroli turut terdampak efisiensi anggaran sehingga tidak banyak kapal yang bisa dikerahkan.
- Grace Gabriella Binowo, Senior Advisor IOJI menyoroti KIA Vietnam yang tidak hanya melaut di garis yang bersengketa antara Indonesia dan Vietnam, tetapi masuk ke area ZEE Indonesia. Aktivitas itu tentu melanggar perjanjian internasional yang mengatur semua aspek hukum laut (Unclos).
Nelayan Kepulauan Riau, kembali melaporkan keberadaan kapal ikan asing (KIA) asal Vietnam yang menangkap ikan secara ilegal( illegal fishing) di laut Natuna dan Anambas. Ini kali kedua nelayan mendapati akvitias kapal asing di perairan Indonesia dalam sebulan terakhir.
Kapal Vietnam itu pun sempat terekam handphone nelayan yang lantas mereka kirimkan ke Mustafa, Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kabupaten Anambas. Berdasar keterangan Mustafa, kapal asing itu berada di titik koordinat 04 40 869 N 106 08 787U.
“Titik koordinatnya sama dengan lokasi kapal Vietnam yang membuat bubu saya rusak beberapa waktu lalu,” katanya.
Dia menyebut, di lokasi sejatinya terdapat kapal milik TNI (kapal perang) tetapi kapal asing itu tetap masuk.
“Ada kapal perang disitu,” katanya sembari menunjukkan rekaman video yang dia maksud.
Menurut Mustafa, kapal-kapal ilegal itu beroperasi sekitar satu minggu sebelum Lebaran Idul Fitri 1446 Hijriah.
Sebelumnya, para nelayan di Natuna dan Anambas sempat melaporkan KIA yang mencuri ikan di perairan sana.
Selain itu, mereka juga mengeluhkan kapal-kapal cantrang yang banyak beroperasi di zona tangkap nelayan tradisional. Akibatnya, banyak alat tangkap nelayan rusak karena tersangkut trawl.
Saat ini, katanya, kapal-kapal cantrang sudah berpindah tempat ke selat Pulau Subi, Anambas. “Semenjak ada patroli kemarin, yang kapal cantrang sudah berpindah nggak ada lagi, tetapi mereka pindah. Sedangkan kapal Vietnam tetap saja dititik yang sama,” katanya.
Imam Prakoso, peneliti senior Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengatakan, aktivitas pencurian ikan kapal Vietnam marak di laut Natuna dan Anambas belakangan ini.
“Pantauan kami juga mendeteksi pergerakan kapal Vietnam hingga ke Anambas dekat dengan daratan, sepertinya mereka santai saja tanpa ada penindakan,” katanya, akhir Maret.

Pantauan satelit, kata Imam, KIA dengan nomor AIS (MMSI 574700209) itu begitu leluasa melakukan aktivitasnya di Natuna Utara.
Imam menyebut, berdasar data AIS, kapal itu diduga masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejak 3 Februari 2025. Sejak itu, KIA mencuri ikan di wilayah RI.
“Pada 25 Maret 2025, IOJI bersurat resmi ke Pemerintah Indonesia untuk mendorong pemerintah melakukan langkah-langkah yang mendukung kepentingan nasional di Laut Natuna Utara, khusus dalam menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan ekosistem laut,” katanya
Kapal patroli, katanya, terpantau di laut perbatasan, padahal KIA Vietnam mencuri ikan sudah jauh ke laut dalam Indonesia. Imam mengatakan, kapal patroli terpantau hanya KRI Teuku Umar (MMSI 525800237) dengan nama AIS 3333, dalam sebulan terakhir tidak ke Anambas.
“Namun KRI Teuku Umar berpatroli ke ZEE, sedangkan kapal ikan Vietnam di Anambas leluasa. Jika memang nelayan setempat menjumpai KIA Vietnam tersebut, maka ini memvalidasi temuan IOJI,” jelas Imam.

Pung Nugroho Saksono, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) akan melakukan patroli di titik koordinat, sebagaimana laporan nelayan. “Minggu ini kami operasi ke TKP (tempat kejadian perkara), kami menunggu pasukan lengkap pulang dari mudik,” katanya, 7 April 2025.
Sebelumnya, kata Pung, sempat patroli ke laut perbatasan tetapi tidak menemukan KIA Vietnam. Setelah itu kapal patroli kembali ke Batam mengisi bahan bakar.
Pung mengatakan, patroli PSDKP KKP untuk memberantas KIA Vietnam juga terdampak efisiensi anggaran. “Makanya kami tidak bisa menggerakan banyak kapal dan tidak bisa lama di laut.”
Laksamana Pertama TNI AL, I Made Wira Hady Arsanta Wardhana, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) tak merespons upaya permintaan penjelasan Mongabay.

Negara merugi
Pencurian ikan oleh kapal-kapal Vietnam bukanlah hal baru. Diskusi bertajuk Keamanan Laut di Wilayah Perairan dan Yurisdiksi yang IOJI gelar mengungkap, besaran kerugian dampak illegal fishing oleh kapal Vietnam pada 2016.
Dari 280 KIA Vietnam , kerugian negara capai Rp2,9 triliun. Angka itu setara dengan nilai produksi 4.752 kapal nelayan lokal Natuna dalam satu tahun pada 2023.
Grace Gabriella Binowo, Senior Advisor IOJI menyoroti KIA Vietnam yang tidak hanya melaut di garis yang bersengketa antara Indonesia dan Vietnam, tetapi masuk ke area ZEE Indonesia. Aktivitas itu tentu melanggar perjanjian internasional yang mengatur semua aspek hukum laut (Unclos).
Selain itu, juga bertentangan dengan Pasal 27 dan 30 Undang-undang Perikanan, revisi melalui UU Cipta Kerja. “Setiap KIA yang mau beroperasi mereka harus memiliki perizinan berusaha. Kalau tidak, mereka melanggar dan bisa disanksi pidana penjara 5 tahun dan denda Rp1.5 miliar.”
******