- Burung hantu bisa jadi solusi alami hadapi hama tikus. Tapi, ini bukan satu-satunya solusi, penting juga adanya pengawasan ekosistem.
- Kearifan lokal dan kepercayaan adat turut melestarikan burung hantu di berbagai wilayah Indonesia.
- Sebagian spesies burung hantu endemik Indonesia masuk kategori terancam punah dan hampir punah.
- Konservasi burung hantu harus selaras dengan strategi pertanian berkelanjutan.
Para petani di 14 provinsi berkumpul di Majalengka, Jawa Barat untuk mengikuti seremoni panen raya bersama Presiden Prabowo Subianto. Mereka mengeluhkan gagal panen sering terjadi karena hama tikus. Pada kesempatan itu, Prabowo berjanji untuk memberikan 1.000 ekor burung hantu untuk mengatasinya.
“Di daerah sini saya dapat laporan hama tikus yang sangat pelik masalahnya. Dan yang paling bagus (mengusir hama) sekarang katanya adalah burung hantu,” kata Prabowo saat berbincang dengan gubernur dan petani di Majalengka, Jawa Barat, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/4/2025).
Burung populer peliharaan Harry Potter ini menjadi satwa predator yang dimanfaatkan untuk mengendalikan penyebaran tikus sawah. Data Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa burung hantu mampu memangsa hingga 5 ekor tikus tiap harinya. Tak hanya itu, burung hantu juga dapat menjangkau hingga radius 12 kilometer dari sarangnya.

Selain sebagai pemangsa, burung hantu juga memiliki ciri khas yang unik. Mereka dapat terbang di udara tanpa suara dan memiliki 14 bagian vertebra leher, dua kali lipat dari manusia. Keunikan ini membantu mereka dapat memutar leher hingga 270 derajat. Owl Research Institute menyebutkan ada 250 jenis burung hantu tersebar di dunia. 54 jenis diantaranya ada di Indonesia, beberapa merupakan spesies endemik.
Tapi, apakah keunikan burung nokturnal ini bisa menjadi solusi bagi petani? Simak cerita dan pembahasannya ya!
1. Burung hantu dijuluki pahlawan petani

Serak jawa (Tyto alba), jenis burung hantu yang sering dimanfaatkan untuk membantu petani. Bahkan, dapat dijuluki sebagai pahlawan petani dalam mengusir hama tikus. Serak jawa juga merupakan andalan Kementerian Pertanian sebagai jawaban untuk membasmi serangan tikus.
Praktik ini berhasil dilakukan para petani di Bali. Sebelumnya, tikus menghabiskan hasil panen sebelum biji padi keluar. Kini keberadaan burung hantu bisa meningkatkan hasil panen warga.
Yudhistira Nugraha, Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga mengatakan Tyto alba menjadi spesies yang dikenal adaptif terhadap iklim tropis dan tidak agresif terhadap manusia. “Tyto alba memiliki kemampuan memangsa tikus dalam jumlah signifikan di alam terbuka. Seekor burung hantu dewasa mampu memakan beberapa ekor tikus per malam,” ujarnya dalam rilis.
Baca juga: Cerita burung hantu dari Aceh
2. Burung sakral etnis Minahasa

Bagi masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara burung hantu merupakan hewan yang istimewa. Ia dihormati dan disakralkan. Mereka mengenal burung hantu dengan sebutan manguni. Burung manguni (Otus manadensis) atau celepuk sulawesi memiliki ciri berwarna kecoklatan dengan mata kuning dan telinga rumbai berbulu.
Para pemimpin adat Minahasa menganggap mereka sebagai pembawa kabar dari dunia leluhur yang dipimpin oleh para dewa. Ukiran burung hantu dapat dijumpai dalam tutup waruga, kubur batu leluhur Minahasa. Tidak semua waruga memiliki motif yang sama, burung manguni khusus untuk pemimpin adat.
Baca juga: Burung hantu jadi solusi hama pertanian, benarkah?
3. Sinyal kedatangan hama babi hutan

Burung hantu pungguk wengi (Ninox rudolfi) merupakan burung endemik dari pulau Sumba yang biasa disebut katowai dalam bahasa lokal sumba timur. Seperti burung hantu pada umumnya, pungguk wengi beraktivitas pada malam hari. Ketika siang, mereka lebih banyak menghabiskan waktu dalam lubang pohon.
Burung berukuran 30-36 cm ini menjadikan belalang sebagai makanan favoritnya. Tak hanya menjadi kawan petani, pungguk wengi juga memiliki peran unik dalam budaya lokal. Jika malam hari terdengar suara burung hantu, maka ini menjadi pertanda ada babi hutan yang mendekati kebun.
Daftar merah IUCN telah menetapkan pungguk wengi dengan status near threatened (hampir terancam). Populasinya diperkirakan hanya 6.000 – 15.000 yang tersebar di hutan pulau sumba.
Sayangnya, pemerintah masih belum memasukkan pungguk wengi dalam daftar dilindungi dalam Peraturan Menteri LHK No. P106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Baca juga: Cerita burung hantu dari Minahasa untuk komunikasi dengan leluhur
4. Indonesia miliki burung hantu terkecil di dunia

Fakta unik burung hantu lainnya datang dari pulau Lombok. Celepuk rinjani (Otus jolandae) menjadi burung hantu endemik terkecil di dunia. Burung ini lebih dikenal sebagai pokpok. Ukurannya mirip seperti merpati muda, rata-rata 20-23 cm.
Tak hanya itu, suaranya pun berbeda dengan burung hantu umumnya, siulannya bersih dan tidak serak. Masyarakat lokal percaya suara ini sebagai tanda malapetaka. Sayangnya, celepuk rinjani terancam perburuan dan perdagangan liar. Meski, satwa ini telah masuk dalam daftar dilindungi Peraturan Menteri LHK No. P106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Sedangkan, berdasarkan daftar merah IUCN, satwa endemik ini berstatus near threatened (hampir terancam).
Baca juga: Belajar ekologi dari beras merah dan burung hantu
5. Burung hantu bukan solusi satu-satunya

Yudhistira Nugraha, Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan predator alami tidak cukup efektif jika terjadi ledakan populasi tikus (outbreak). Jika penggunaan burung hantu ini menyebabkan populasi yang tidak terkendali dan makanan menipis, ia bisa memangsa spesies lainnya. Seperti burung kecil, kelelawar dan ternak kecil.
“Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem lokal. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan dan pengaturan populasi secara berkelanjutan,” kata Yudhistira.
Strategi pengendalian dengan menggabungkan metode mekanik menjadi kunci agar hama bisa ditekan dengan cepat. Misalnya, melalui metode grobyokan, pengemposan sarang dan sistem trap barrier. Katanya, sinergi konservasi yang menyatu dengan strategi pengendalian hama terpadu menjadi sistem pertanian masa depan yang aman dari hama tanpa merusak lingkungan.
Tapi, apakah keputusan Presiden Prabowo bisa menjadi solusi dari akar masalah hama pada pertanian Indonesia?