Lekun dan Kearifan Suku Soge Menghargai Padi

3 days ago 16
  • Segang merupakan ritual adat pendinginan padi yang dilakukan di kebun adat Suku Soge di wilayah Tana Ai, di Desa Watuomok, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT.
  • Ritual bertujuan agar padi tumbuh segar dan menghasilkan panen yang bagus. Masyarakat etnis Tana Ai yang mendiami wilayah timur Sikka percaya, padi merupakan dewi perempuan yang memberi kehidupan. Untuk itu, harus dihormati dan diperlakukan istimewa.
  • Sementara, benih padi sisa tanam di lumbung, baik padi merah maupun putih, ditumbuk menjadi tepung beras menggunakan lesung, dioleh menjadi makanan lekun.
  • Perempuan yang membuat lekun harus bersih, tidak bermusuhan atau sedang bermasalah dengan orang lain. Mereka juga harus mengunci mulut dari perkataan tidak baik. Semua bertujuan untuk kebaikan.

Sejumlah warga kampung Wairbou, berkumpul di pinggir kali Nangagete, Desa Watumok, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT, Rabu (5/2/2025).

Pagi itu, mereka melakukan ritual adat Segang, yaitu pendinginan padi sebelum berbunga, di kebun adat Suku Soge wilayah Tana Ai.

Kebun adat merupakan lahan pertanian yang sudah lama tidak ditanam padi, sekitar tiga tahun. Di kebun adat, segala proses mulai pembukaan lahan hingga panen harus melalui ritual.

Masyarakat etnis Tana Ai yang mendiami wilayah timur Sikka percaya, padi merupakan dewi perempuan yang memberi kehidupan. Untuk itu, harus dihormati dan diperlakukan istimewa.

Benih sisa tanam di lumbung, baik padi merah maupun putih, ditumbuk menjadi tepung beras menggunakan lesung.

“Semua benih sisa tanam harus ditumbuk untuk dibuat lekun, yang akan dikonsumsi bersama dan dipergunakan saat ritual adat Segang,” terang Henderikus Hiong, Pemangku Adat Suku Soge.

Biasanya, dibuat dua jenis lekun saat ritual. Yaitu, dibuat dari padi sisa benih (Lekun Kawuk) sementara satu lagi dibuat dari beras yang dibeli di pasar.

Mereka yang hadir dan sedang membuka kebun adat, jika belum melaksanakan ritual adat Segang dilarang makan lekun dari padi sisa tanam. Mereka hanya boleh mengkonsumsi lekun biasa.

Perempuan yang membuat lekun harus bersih, tidak bermusuhan atau sedang bermasalah dengan orang lain. Mereka juga harus mengunci mulut dari perkataan tidak baik.

“Semua bertujuan untuk kebaikan,” terang Hiong.

Baca: Tiyaitiki, Kearifan Suku Tepra Menjaga Perairan Teluk Tanah Merah

Padi merupakan sumber pangan masyarakat Indonesia. Foto: Rhett Butler/Mongabay

Lekun dimakan bersama

Beras yang sudah ditumbuk tersebut, setelah diayak dicampur gula merah/gula aren dan gula pasir, serta parutan kelapa setengah tua.

Yuvensia Megon, pembuat lekun menjelaskan, semua bahan itu diaduk merata agar menjadi lekun.

“Dikonsumsi saat acara minum kopi dan teh setelah selesai makan siang bersama.”

Meski lekun yang dibuat etnis Tana Ai tidak dibakar, namun bisa bertahan dua hari. Ini diakrenakan, sebelum ditumbuk, beras direndam air.

“Lekun bisa diartikan sebagai makanan perdamaian yang disuguhkan saat acara tertentu seperti ritual adat. Lekun identik dengan makanan adat,” tuturnya.

Baca: Kearifan Lokal dan Relasi Sosial Suku Baduy dalam Hadapi Tantangan Perubahan Iklim

Kebun adat warga ttnis Tana Ai, Kampung Wairbou, Desa Watuomok,Kabupaten Sikka, NTT, yang ditanami padi ladang. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Tidak menyiakan benih padi

Pegiat pertanian dan pendiri Yayasan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengembangan Wilayah Tana Ai (YLPM – BANGWITA), Rafael Raga, menyebutkan lekun merupakan bentuk kearifan masyarakat yang tidak menyiakan benih padi.

Saat mau menanam, akan dicari benih terbaik di lumbung lalu dibersihkan.

“Sementara benih sisa, ditumbuk. Sebagian besar akan diolah menjadi lekun dan sisanya dipergunakan saat ritual Segang,” ujarnya, pertengahan Maret 2025.

Menurut dia, sejak dulu masyarakat Tana Ai memahami benih sisa tanam sekitar 8-9 bulan harus dihabiskan. Tidak boleh dipergunakan lagi karena daya tumbuhnya tidak maksima.

“Ternyata masyarakat sudah mengerti tentang benih unggul, agar panennya bagus,” paparnya.

Baca juga: Kearifan Masyarakat Adat Malako Kociak: Menjaga Sungai Subayang dengan Aturan Lubuk Larangan

Lekun, makanan adat Etnis Tana Ai yang biasa dibuat saat acara adat Segang. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Karakterisitik lekun

Selain etnis Tana Ai, lekun juga dibuat di beberapa kecamatan di wilayah tengah Kabupaten Sikka. Lekun dibuat dari beras ketan hitam, beras putih, kelapa setengah tua, gula merah, gula pasir, dan bambu sepanjang 65 cm-70 cm.

Beras ditumbuk lalu tepungnya dicampur berbagai bahan lain dan dibakar di bambu.

Kue “lekun” merupakan kue tradisional khas Maumere Timur, yang dibuat khusus saat upacara pertunangan sampai pernikahan, atau upacara kedukaan (Lodo Huer).

Penelitian berjudul “Karakteristik Kue “Lekun” Khas Maumere Timur Ditinjau Dari Jenis Kemasan Dan Lama Penyimpanan” oleh Maria Intan Claudia Yatub dan kolega (2021) di jurnal Gema Agro menjelaskan, lekun mengalami perubahan tekstur dan kontaminasi jamur selama penyimpanan lebih dari satu hari pada suhu ruang.

Ini terjadi karena sifat kue semi basah memiliki masa simpan yang singkat.

“Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan adalah menggunakan kemasan dan memperhatikan umur penyimpanan.”

Hasil penelitian juga menunjukkan, kemasan bambu dan besek pada penyimpanan dua hari dalam suhu ruang menghasilkan karakteristik kue “lekun” terbaik serta kadar air 34,52%.

Masa simpan menggunakan kemasan bambu dan kelobot jagung adalah dua hari, sedangkan dengan daun pisang kering dan plastik polipropilen hanya satu hari.

Segang, Kearifan Suku Soge Merawat Padi

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|