Deklarasi Rencana Aksi Konservasi Lutung Asia Tenggara untuk Hindarkan Punahnya Spesies Ini

8 hours ago 3
  • Sebuah rencana konservasi baru telah dideklarasikan untuk menghentikan penurunan populasi monyet lutung di Asia Tenggara. Kehilangan habitat dan perburuan liar telah secara drastis mengurangi jumlah populasi mereka di wilayah Sundaland.
  • Rencana Aksi Konservasi Lutung Asia (Asian Langurs Conservation Action Plan) dalam 10 tahun ini berfokus pada enam negara di kawasan hotspot keanekaragaman hayati ini.
  • Rencana ini bakal memprioritaskan langkah-langkah penting untuk melindungi 28 spesies dan subspesies lutung.
  • Tujuan utamanya mencakup penguatan dan penegakan hukum, mengurangi perburuan dan permintaan pasar lutung untuk bagian tubuhnya, meningkatkan kesadaran status perlindungan mereka, dan memperkenalkan peran ekologis mereka di alam.

Para primatolog dan organisasi konservasi baru-baru ini telah meluncurkan rencana aksi konservasi 10 tahun (2024-2034) yang akan  melindungi jenis-jenis monyet lutung (langur) di hotspot keanekaragaman hayati di kawasan Sundaland. Sebuah wilayah yang terbentang di Asia Tenggara yang mencakup Brunei, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Singapura, dan Thailand.

Keluarga lutung asia, -kelompok yang terdiri dari 20 spesies dari genus Presbytis, telah mengalami penurunan tajam di seluruh Asia Tenggara akibat kehilangan habitat, perburuan, dan konflik habitat dengan para perambah kawasan.

“Sundaland memiliki salah satu tingkat deforestasi tertinggi di dunia: lebih dari 50% tutupan hutan telah hilang sejak 1970, yang telah memecah habitat lutung,” jelas Andie Ang salah satu penulis rencana aksi sekaligus peneliti dari Mandai Nature yang berbasis di Singapura.

Sebagai kerangka konservasi pertama yang secara khusus menargetkan seluruh genus monyet yang terancam punah di Asia, Ang mengatakan bahwa rencana baru ini akan membantu memaksimalkan sumber daya konservasi yang terbatas.

“Dengan memfokuskan pada Sundaland rencana ini akan memaksimalkan dampak bagi lutung dan ekosistem secara keseluruhan,” ujar Ang yang juga menjabat sebagai wakil ketua kelompok spesialis primata di IUCN — otoritas konservasi satwa liar global yang merupakan bagian dari konsorsium penyusun rencana tersebut.

Penyebab hilangnya hutan bervariasi di seluruh wilayah Sundaland, mulai dari ekspansi monokultur kelapa sawit di Kalimantan, pembangunan jalan, perluasan wilayah perkotaan, dan kebakaran hutan di Sumatera. Dampaknya terhadap jumlah populasi lutung sangat menyedihkan.

Menurut Daftar Merah IUCN, 24 dari 28 jenis lutung, yang termasuk dalam kelompok monyet arboreal, telah masuk dalam kategori terancam punah. Dua spesies yaitu surili sarawak (Presbytis chrysomelas) dan lutung kokah (P. femoralis) telah diklasifikasikan oleh IUCN sebagai bagian dari 25 primata paling terancam punah di dunia.

Lutung belang robinson ditemukan di wilayah selatan Myanmar, Thailand, dan Semenanjung Malaysia. Foto: Andie Ang.

Mengapa Lutung Rentan terhadap Perburuan?

Lutung adalah monyet pemakan daun yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas kanopi hutan. Perut mereka yang memiliki banyak ruang memungkinkan mereka mencerna bagian tumbuhan yang keras. Namun, adaptasi dengan kehidupan di pepohonan itu justru membuat mereka sangat rentan terhadap deforestasi.

Selain kehilangan habitat secara langsung, subpopulasi lutung telah terkurung di kantong-kantong hutan yang semakin menyempit. Hal ini menyebabkan mereka terisolasi secara genetik dan rentan terhadap kepunahan.

Perburuan liar telah amat mengkhawatirkan. Permintaan terhadap lutung sebagai hewan peliharaan, dan kepercayaan kepada khasiat mereka untuk berbagai pengobatan tradisional telah menyebabkan mereka diburu untuk dimakan dagingnya.

“Penangkapan untuk perdagangan hewan peliharaan merupakan tantangan. Beberapa spesies sangat sulit bertahan hidup dalam penangkaran karena kebutuhan dan pola makan mereka yang khusus, saat dikurung mereka bisa mati dengan cepat.” ujar Vincent Nijman dari Oxford Wildlife Trade Research Group di Oxford Brookes University, Inggris, kepada Mongabay melalui surel.

Sebuah penelitian mencatat penurunan populasi lutung banggat (P. hosei) sebesar 50–80% di Kalimantan Timur, antara tahun 1996 hingga 2003, meski hutan sebagai habitat mereka sebagian besar masih tetap utuh.

Wawancara dengan masyarakat setempat mengungkapkan bahwa penurunan ini dipicu oleh perburuan berlebihan setelah para pedagang mengiming-imingi warga desa untuk berburu lutung.

Stanislav Lhota, seorang primatolog dari Czech University of Life Sciences yang telah banyak meneliti primata di kawasan ini, mengatakan bahwa pasar pengobatan tradisional terus berubah sehingga membuat pengelolaan konservasi mereka menjadi semakin sulit.

“Kita tidak pernah tahu dimana target perburuan akan dilakukan, dan populasi mana yang akan dimusnahkan selanjutnya,” ujarnya.

Perdagangan ilegal ini terus berlangsung meskipun ada undang-undang satwa liar nasional dan peraturan internasional yang secara hukum melindungi banyak spesies lutung dari perdagangan komersial.

“Hilangnya lutung dari habitatnya berdampak besar, bukan hanya pada individu hewan, tetapi juga pada keseluruhan ekosistem. Sebagai pemangsa utama biji-bijian pohon, lutung berperan penting dalam menjaga keseimbangan hutan yang sehat,” sebut Nijman.

Populasi lokal lutung banggat di beberapa wilayah Borneo telah mengalami penurunan drastis akibat perburuan untuk perdagangan satwa liar ilegal. Foto: Joremy Tony.

Langkah-Langkah Kunci Perlindungan Lutung

Rencana aksi baru ini menghimpun keahlian lebih dari 30 pakar primata yang berkumpul dalam Kongres Ke-29 Masyarakat Primatologi di Kuching, Malaysia. Bersama-sama, mereka mengidentifikasi langkah-langkah penting yang dibutuhkan untuk membalikkan penurunan populasi dan memulihkan spesies yang berada di ambang kepunahan.

Mereka menetapkan sembilan area prioritas, termasuk: memperkuat perlindungan dan konektivitas habitat utama lutung; meningkatkan perlindungan dan penegakan hukum; mendorong pariwisata berbasis masyarakat untuk mengurangi tekanan perburuan; mengembangkan pedoman terbaik perawatan lutung dalam penangkaran; serta melaksanakan kampanye penyadaran publik.

Meningkatkan kesadaran publik tentang status perlindungan lutung secara budaya dan ekologis akan menjadi langkah penting untuk mendapatkan dukungan masyarakat lokal dalam upaya konservasi jangka panjang.

Beberapa spesies dihormati secara lokal sebagai penjaga hutan, sementara di tempat-tempat seperti Sabah di Borneo Malaysia, lutung telah menarik wisatawan ke daerah-daerah terpencil.

“Nilai mereka jauh lebih tinggi saat hidup dibanding saat diburu,” tutur Ang.

Dengan tindakan konservasi yang telah ditetapkan, maka kini tanggung jawab kelompok konservasi, pemerintah, masyarakat lokal, akademisi, kebun binatang, dan pusat satwa liar adalah untuk menerapkannya di lapangan.

Menurut Ang, keterlibatan sektor swasta juga sangat penting, misalnya dengan mendorong perusahaan sawit untuk menerapkan praktik yang berkelanjutan, dan mempromosikan kegiatan wisata yang ramah terhadap lutung.

Lutung mentawai salah satu spesies endemik di kepulauan barat Sumatera dan kini menghadapi tekanan akibat perburuan tradisional serta hilangnya habitat. Foto: Andie Ang.

Ekologi Hutan dan Peran Penting Lutung

Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan kondisi kritis lutung, tim pakar konservasi telah mendeklarasikan “International Colobine Monkey Day” atau Hari Monyet Colobine Internasional yang akan diperingati pada tanggal 25 Agustus setiap tahunnya.

Lutung termasuk dalam subfamili Colobinae, yang juga mencakup monyet pemakan daun berukuran sedang seperti monyet hidung pesek (snub-nosed monkeys) dan monyet colobus afrika.

Chris Hallam, kepala bidang satwa liar dan pemberantasan kejahatan satwa liar di WWF-Asia Pasifik, menyatakan bahwa ia menyambut baik peluncuran rencana aksi konservasi ini.

“Sebagian besar spesies ini dipandang memiliki prioritas yang lebih rendah dalam agenda nasional dibandingkan dengan kerabat mereka yang lebih mencolok, seperti orangutan, atau spesies non-primata lain seperti harimau dan gajah,” kata Hallam kepada Mongabay.

“Mereka adalah kelompok yang terancam punah, kurang dihargai, namun sangat penting secara ekologis.”

Untuk potensi pendanaan, Hallam mencatat adanya opsi yang menjanjikan untuk jenis-jenis satwa non-primadona seperti lutung, diantaranya Global Biodiversity Framework Fund.

Lembaga ini bertujuan untuk mengumpulkan USD 20 miliar setiap tahun untuk keanekaragaman hayati di negara berkembang, dan meningkatkan kesadaran sektor swasta tentang pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati.

Artikel ini dipublikasikan perdana di sini pada tanggal 15 April 2025 oleh Mongabay Global. Tulisan ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.

Referensi:

Nijman, V. (2005). Decline of the endemic hose’s langur Presbytis hosei in Kayan Mentarang National Park, East Borneo. Oryx, 39(2), 223-226. doi:10.1017/S0030605305000475

***

Foto utama: lutung jawa  (Trachyoithecus auratus) salah satu spesies lutung endemik di Indonesia. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Kera Besar dan Kera Kecil, Apa Bedanya?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|