- Represi dan kriminalisasi terhadap pembela lingkungan masih marak. Terbaru, terjadi pembubaran paksa aksi damai TuK Indonesia dan Walhi di depan Kantor BNI Cabang Palangka Raya, Kalimantan Tengah, 25 April. Padahal, mereka cuma protes dugaan keterlibatan bank BUMN itu dalam pendanaan perusahaan sawit.
- Kejadian di Kalteng seakan mengonfirmasi laporan Satya Bumi dan Protection International. Mereka menemukan situasi ancaman terhadap aktivis pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup tahun 2024 dan 2023 mayoritas datang dari dua kelompok aktor, kepolisian dan perusahaan.
- Peralihan kekuasaan tahun 2024 belum menunjukkan kondusifnya nasib pembela HAM dan lingkungan hidup. Justru, jadi buruk dalam beberapa hal. Pasalnya, tahun itu terjadi peningkatan jenis serangan dan ancaman, seperti serangan fisik, intimidasi, pengrusakan, pembungkaman, dan pembubaran.
- Sebelumnya, Auriga Nusantara juga pernah melakukan riset yang sama. Catatan mereka, sedikitnya ada 133 tindakan SLAPP atau ancaman terhadap Pembela Lingkungan di Indonesia tahun 2014-2023. Mereka dapat data tersebut dengan mengumpulkan informasi yang tersedia di ruang publik, atau penyampaian langsung oleh korban atau pihak lain yang mengetahui ancaman tersebut.
Represi dan kriminalisasi terhadap pembela lingkungan masih terus terjadi. Terbaru, terjadi pembubaran paksa aksi damai TuK Indonesia dan Walhi di depan Kantor BNI Cabang Palangka Raya, Kalimantan Tengah, 25 April. Mereka hanya protes dugaan keterlibatan BUMN itu dalam pendanaan perusahaan sawit.
Mulanya, sekitar pukul 10.15 WIB, beberapa aktivis membentangkan spanduk dan poster di depan Kantor BNI di Jalan Imam Bonjol. Aksi tak berlangsung lama karena pukul 10.36 WIB, satpam dan karyawan BNI mendatangi mereka.
Empat menit kemudian, bank menghubungi aparat kepolisian. Kemudian menggiring mereka masuk ke gedung, pukul 10.47 WIB, untuk menjalani mediasi dengan pimpinan dan wakil perusahaan. Bank berdalih, aksi semacam itu harus melalui prosedur perizinan.
Abdul Haris, Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK Indonesia, mempertanyakan tindakan BNI. Menurut dia, hal merupakan bentuk intimidasi terhadap kebebasan berekspresi yang undang-undang jamin.
“Berpendapat di muka umum adalah hak konstitusional yang tidak memerlukan izin dari siapapun, termasuk korporasi seperti BNI. Kami menilai pembubaran ini membuktikan bahwa ruang demokrasi semakin sempit, apalagi dilakukan oleh korporasi yang diduga terlibat dalam perusakan lingkungan. BNI tidak bisa terus berlindung di balik prosedur legal dan kepentingan reputasi.”
Bayu Herinata, Direktur Walhi Kalimantan Tengah, mengatakan, masyarakat, termasuk nasabah, harus lebih kritis mempertanyakan komitmen keberlanjutan lembaga keuangan. Pasalnya, harus ada evaluasi penyaluran pendanaan yang tidak tepat, seperti pada perusahaan sawit yang melanggar hukum dan merusak lingkungan.
kalau terus berlanjut, akan ada eskalasi kerusakan alam, ketegangan sosial, dan kerugian masyarakat. Sebab, 80% dari 349 kasus konflik yang tercatat di Kalteng melibatkan perselisihan perusahaan besar sawit dan masyarakat adat atau komunitas lokal, sebagian besar konflik hingga kini masih belum terselesaikan.
“Kami mendesak BNI untuk memperkuat komitmen mereka dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dengan memastikan bahwa pendanaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan, terutama yang berisiko terhadap keberlanjutan lingkungan dan konflik sosial di masyarakat, dapat dievaluasi dan dihentikan,” ujar Bayu.
Cuma diam
Mongabay berupaya mengonfirmasi kejadian yang diduga melibatkan kepolisian itu ke Kabid humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji, melalui Whatsapp, Selasa (29/4/25). “Kami cek dulu mas,” katanya. Namun tidak ada respons ketika coba konfirmasi ulang.
Jumat (2/5/2025) siang, Mongabay juga mendatangi Kantor BNI Cabang Palangka Raya di Jalan Imam Bonjol nomor 10. Namun, saat itu pihak keamanan mengatakan jika tidak ada petinggi bank yang berada di tempat.
Gustianus Tambunan, Pimpinan Cabang BNI Palangka Raya, ketika Mongabay hubungi melalui pesan singkat mengaku sedang berkegiatan di luar kantor. “Lagi ada giat di luar.”
Mongabay juga menawarkan wawancara melalui sambungan telepon. Namun, Selasa, 6 Mei 2025, dia menolak wawancara dengan alasan masih memerlukan beberapa hari lagi menyiapkan holding statement yang perusahaan tengah susun.
“Saya tidak punya hak jawab untuk itu. Intinya, kami diarahkan untuk menyampaikan holding statement saja.”

Terus terjadi
Kejadian di Kalteng seakan mengonfirmasi laporan Satya Bumi dan Protection International. Mereka menemukan situasi ancaman terhadap aktivis pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup tahun 2024 dan 2023 mayoritas datang dari dua kelompok aktor, kepolisian dan perusahaan.
Tahun 2024, mereka mencatat ada 33 kasus yang melibatkan 204 korban individu dan 15 korban kelompok. Kepolisian terlibat jadi aktor serangan dan ancaman dalam 16 kasus, sedangkan perusahaan sebanyaak 13 kasus. Tahun 2023, kepolisian 23 kasus, perusahaan 18 kasus.
Warga masih jadi kelompok yang paling rentan. Laporan tersebut menunjukkan 116 warga jadi korban tahun 2024. Jumlah ini belum termasuk korban dari kalangan masyarakat adat sejumlah 19 orang.
Peralihan kekuasaan tahun 2024 belum menunjukkan kondusifnya nasib pembela HAM dan lingkungan hidup. Justru, jadi buruk dalam beberapa hal. Pasalnya, tahun itu terjadi peningkatan jenis serangan dan ancaman, seperti serangan fisik, intimidasi, pengrusakan, pembungkaman, dan pembubaran.
“Ketika aparat dan perusahaan justru menjadi pelaku utama intimidasi, kita patut bertanya: masih adakah ruang aman bagi warga untuk menyuarakan keadilan lingkungan? Transisi kekuasaan tidak boleh menjadi kedok untuk melanggengkan represi,” kata Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi.
Negara, katanya, harus melindungi, bukan membungkam pembela lingkungan hidup. Permen LHK nomor 10/2024 bukan kebijakan dekoratif, tapi harus implementatif dengan adil.
Laporan mereka juga menyebut terjadi peningkatan dalam konteks kelompok pelaku yang terlibat, organisasi masyarakat (ormas), preman, dan orang tidak dikenal meningkat dari 9 kasus di 2023 menjadi 16 kasus pada 2024.
Contoh keterlibatan preman terjadi di kegiatan Global Climate Strike pada September 2024. Terjadi pengambilan paksa atribut peserta aksi di hadapan aparat kepolisian, memberi kesan pembiaran aksi para preman tersebut.
Satya Bumi dan Protection International menegaskan, menguatnya gurita oligarki dan keberpihakan lembaga negara terhadap kelompok tertentu akan menjadi tantangan bagi Pembela HAM Lingkungan Hidup. Sementara, keterlibatan polisi sebagai aktor serangan pun sejalan dengan meningkatnya kerentanan warga.
Untuk itu, perlu peningkatan upaya proteksi. Salah satu praktik baik yang terpantau di tahun 2024 adalah solidaritas warga dalam memperjuangkan keadilan bagi Hasilin dan Andi Firmansyah dalam kasus perlawanan terhadap PT Wijaya Inti Nusantara. Solidaritas warga menghasilkan putusan bebas bagi mereka.
Laporan itu juga merekomendasikan Presiden, melalui Menteri Hukum dan HAM, untuk memperkuat perlindungan hukum bagi Pembela HAM dan Lingkungan. Dalam hal ini, perlu reformasi hukum serta penguatan undang-undang yang relevan, dan memastikan penerapannya secara adil dan konsisten.
Selain itu. Menteri Hukum dan HAM juga harus meningkatkan kesadaran aparat penegak hukum serta pegawai pemerintah lewat pendidikan dan pelatihan yang terarah dan terstruktur.
Untuk aparat penegak hukum, mereka mendorong supaya merujuk putusan-putusan progresif seperti kasus Daniel Frits, Trio Pakel, Haslilin, dan Andi Firmansyah sebagai preseden hukum. Supaya, penanganan kasus serupa di seluruh tingkat peradilan tetap berpihak pada keadilan.
Komnas HAM juga mereka desak segera mengoperasikan MoU tiga lembaga—Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK—tentang Mekanisme Respon Cepat Perlindungan Pembela HAM.
Buat Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan dan Komisi Kejaksaan, harus meningkatkan pengawasan terhadap jaksa dalam kasus kriminalisasi pembela lingkungan. Mereka harus merujuk Pedoman Kejaksaan No. 8/2022.
Terakhir, mereka minta Komisi Yudisial aktif mengawasi hakim lingkungan yang menangani perkara kriminalisasi Pembela HAM. Mereka perlu berpegang pada Perma No. 1 Tahun 2023 tentang pedoman mengadili perkara lingkungan hidup.

Tren global
Sebelumnya, Auriga Nusantara juga pernah melakukan riset yang sama. Catatan mereka, sedikitnya ada 133 tindakan SLAPP atau ancaman terhadap pembela lingkungan di Indonesia periode 2014-2023. Mereka dapat data dengan mengumpulkan informasi yang tersedia di ruang publik, atau penyampaian langsung oleh korban atau pihak lain yang mengetahui ancaman tersebut.
Berkaca dari kasus BNI, Roni Saputra, Direktur Hukum Auriga Nusantara, menilai, pembubaran aksi di ruang publik yang kerap aparat lakukan menunjukkan ketidakpahaman terhadap aturan hukum. “Badan publik, termasuk aparat, seolah merasa berkuasa untuk melakukan apa pun. Padahal demonstrasi adalah bentuk kritik masyarakat yang sah,” katanya dalam keterangan tertulis.
Dalam catatan mereka, meningkatnya ancaman terhadap pembela lingkungan di Indonesia seolah meniru praktik buruk yang sedang terjadi di banyak negara. Global Witness mencatat dalam 2012-2022 telah terjadi setidaknya 1.910 kasus pembunuhan terhadap Pembela Lingkungan di dunia.
Padahal, secara internasional desakan untuk melindungi pembela lingkungan banyak disuarakan, seperti oleh PBB, UNEP, Global Witness, Environmental Defender Law Center (EDLC), Council of Europe, dan Human Rights Watch.
Meski Indonesia sudah meratifikasi Deklarasi Universal HAM PBB, kovenan hak sipil dan politik, kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya, dan deklarasi pembela hak asasi manusia yang dalam semangatnya termasuk melindungi Pembela Lingkungan, namun regulasi maupun kebijakan melindungi Pembela Lingkungan jauh dari memadai.
Bahkan, tak sedikit peraturan perundangan yang justru membuka ruang ancaman terhadap pembela lingkungan, seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memenjarakan kritik dengan dalih nama baik, UU Minerba memasukkan protes pertambangan sebagai tindakan kriminal. Bahkan, pemelintiran Kitab Undang-undang Pidana (KUHP) bisa terjadi, hanya untuk membuat para pembela lingkungan meringkuk di tahanan hingga menghentikan upaya membela alam dan lingkungan.
Meskipun demikian, Roni mengapresiasi upaya perlindungan terhadap pembela lingkungan oleh negara yang muncul secara sporadis, meski semuanya berupa aturan teknis dan sangat mungkin terabaikan bila berbenturan dengan aturan di atasnya.
Kejaksaan Agung, misal, telah menerbitkan Pedoman Jaksa No 8/2022 yang mengarahkan jaksa lebih melindungi pembela lingkungan atau membuka ruang pembebasan bila penyidik melakukan kriminalisasi. Mahkamah Agung pun menerbitkan aturan No 1/ 2023 sebagai panduan hakim memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak pembela lingkungan hidup.
“Goodwill dan political will pemerintah juga harus tampak jelas karena apa yang dilakukan pembela lingkungan, menjaga dan melestarikan kekayaan alam Indonesia, adalah pemenuhan sebesar-besarnya kemakmuran sebagaimana diamanatkan konstitusi.”
*****
Kritik Tambak Udang Cemari Perairan Karimunjawa Berbuntut Jerat Hukum Aktivis Lingkungan