Masyarakat Simardangiang, Kemenyan, dan Orangutan Tapanuli

3 days ago 8
  • Simardangiang merupakan nama desa di Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Letaknya, di kawasan hutan Batang Toru Blok Barat dan Timur, yang merupakan habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis).
  • Bagi warga Simardangiang hidup berdampingan dengan orangutan bukan hal asing. Mereka tidak menganggap spesies yang telah dipisahkan dari orangutan sumatera dan orangutan kalimantan pada 2017 itu, sebagai musuh.
  • Pada Agustus 2024, masyarakat Simardangiang mendapat pengakuan hutan adat seluas 2.917 hektar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sekarang Kementerian Kehutanan.
  • Salah satu penghasilan utama masyarakat Simardangiang adalah menyadap getah kemenyan. Kemenyan di hutan Batang Toru bukanlah tanaman atau pohon yang dibawa dari luar. Ini pohon asli di sana. Masyarakat memanfaatkan getah kemenyan untuk memenuhi kebutuhan harian,  sementara orangutan tapanuli memakan daunnya.

Simardangiang merupakan nama desa di Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Letaknya, di kawasan hutan Batang Toru Blok Barat dan Timur, yang merupakan habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis).

Desa ini terbagi tiga dusun, yakni Simardangiang, Sibio Bio, dan Lumban Gotting, yang jumlah penduduknya sekitar 728 jiwa. Mata pencaharian utama masyarakat adalah berkebun dan bertani.

Bagi warga Simardangiang hidup berdampingan dengan orangutan bukan hal asing. Mereka tidak menganggap spesies yang telah dipisahkan dari orangutan sumatera dan orangutan kalimantan pada 2017 itu, sebagai musuh.

Leluhur dan tetua masyarakat Simardangiang telah hidup berdampingan dengan satwa yang dalam bahasa lokal disebut Mawas Juhut Bottar itu. Warga berbagi hasil hutan seperti petai dan durian. Tidak ada konflik, mereka saling menghormati.

Baca: Studi: Orangutan Tapanuli Rentan terhadap Gangguan di Habitatnya

Orangutan tapanuli yang sejak 2017 ditetapkan sebagai jenis baru. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Tampan Sitompul, Kepala Desa Simardangiang, menjelaskan bahwa warga sudah terbiasa hidup bertengga dengan orangutan tapanuli.

“Orangutan itu saudara kami dan kami hidup bersama di Batang Toru. Kami tidak pernah berkonflik dan tidak mempermasalahkan kehadiran mereka makan durian di kebun,” jelasnya, Sabtu (14/12/2024).

Warga sadar, mereka tidak hanya menjaga hutan untuk kepentingan mereka, tetapi juga untuk dunia.

“Kami berbagi rezeki dan saling menghormati.”

David, sesepuh Desa Simardangiang mengatakan, apa yang disampaikan Kepala Desa Simardangiang benar adanya.

“Hubungan harmonis antara warga Simardangiang dengan orangutan telah berlangsung cukup lama. Tidak pernah ada permusuhan,” ujarnya, Sabtu (8/3/2025).

Dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2019-2029 dijelaskan, populasi orangutan tapanuli sekitar 577-760 individu. Habitat orangutan tapanuli terfragmentasi akibat adanya jalan lintas kabupaten, sehingga terbagi di Blok Batang Toru Barat dan Batang Toru Timur.

Baca: Ternyata, Orangutan Tapanuli Menyukai Jenis Buah Ini

Induk orangutan tapanuli bersama anaknya ini terpantau di wilayah hutan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pertengahan Desember 2024. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Berbagi ruang dengan orangutan

Tampan yang juga perwakilan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Simardangiang, mengatakan hutan Batang Toru tidak hanya menjadi sumber penghidupan, tetapi juga identitas dan warisan budaya.

“Masyarakat hidup dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) mulai kemenyan, petai, jengkol, durian, dan lainnya. Ini yang memenuhi kebutuhan hidup kami.”

Kemenyan, atau yang masyarakat setempat menyebutnya haminjon, sudah dikelola masyarakat Tapanuli Utara sejak 400 tahun lalu.

“Kami mengambil getah di batang kemenyan, ada yang ditanam ulang, ada juga yang tumbuh sendiri. Sementara, orangutan biasa memakan daunnya. Kami tidak menebang hutan dan kami baru tahu  bahwa kemenyan bisa dibuat parfum.”

Baca: Data Historis Makin Menguatkan Ancaman Kepunahan Orangutan Tapanuli

Getah kemenyan yang menjadi andalan masyarakat Simardangiang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Foto: Barita News Lumbanbatu/ Mongabay Indonesia

Masyarakat Simardangiang masih menjalankan kearifan lokal dalam menjaga hutan, seperti parpatihan, jago aek, kongsi, sakke hudali, parung-parung, maragat, manige dan marsadiapari.

“Parpatikan atau parpatihan merupakan sistem terkoordinir kelompok petani kemenyan yang dipilih karena kemampuan dan ketokohan. Hukum ini dijalankan secara lisan,” katanya.

Parpatikan bertugas mengawasi batas hutan, mencatat petani kemenyan yang berangkat ke hutan atau ladang beserta alat yang dibawa, berapa hari kerja, serta ikut membantu panen dengan menimbang dan membantu pemasaran.

“Sistem ini dapat mengantisipasi pencurian kemenyan, karena sejak awal terdata. Kami juga bila menebang satu pohon, wajib menanam sepuluh pohon sebagai ganti. Ini prinsip yang kami pegang teguh untuk menjaga keseimbangan alam,” ujarnya.

Pada Agustus 2024, masyarakat Simardangiang mendapat pengakuan hutan adat seluas 2.917 hektar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sekarang Kementerian Kehutanan.

“Pada 15 Maret 2024, kami menerima Surat Keputusan (SK) Nomor 6056/2024, yang menetapkan status hutan adat.”

Sebelumnya, mereka juga menerima SK Bupati Tapanuli Utara Nomor 457/2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat seluas 5.797 hektar.

“Hutan adalah rumah kami. Dengan pengakuan ini, kami berharap dapat menjaga dan memanfaatkannya secara berkelanjutan,” ungkap Tampan.

Baca jugaOrangutan Tapanuli dan 7 Fakta Uniknya

Hutan Batangtoru tempat hidupnya orangutan tapanuli. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Pendampingan masyarakat adat

Panut Hadisiswoyo, Direktur Green Justice Indonesia (GJI), mengatakan pihaknya terus mendampingi masyarakat adat di sekitar hutan Batang Toru seperti Desa Simardangiang, Pangurdotan, dan Sitolu Ompu di Kecamatan Pahae Julu. Lalu Dusun Hopong, Desa Dolok Sanggul, Kecamatan Simangumban, serta Desa Hutatinggi, Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara.

Ada juga masyarakat di Desa Marancar Godang, Kecamatan Marancar, dan Desa Sugi, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan. Di dua desa ini, GJI mendorong proses revitalisasi hutan desa.

Juga, mendampingi masyarakat adat di Huta (dusun) Simenak Henak, Desa Parsoburan Barat, Kabupaten Toba.

“Desa Simardangiang dan Sitolu Ompu sudah mendapatkan SK Hutan Adat,” ungkapnya, Januari 2025

Menurut Panut, hutan-hutan di sekitar Simardangiang terletak di kawasan Batang Toru Blok Barat dan Timur, yang merupakan habitat orangutan tapanuli.

“Keberadaan masyarakat sangat penting bagi kelangsungan spesies langka tersebut, beserta keutuhan hutan. Mereka masih menjunjung tinggi adat.”

Nilai penting keluarnya SK Hutan Adat adalah legalitas serta hak atas tanah dan wilayah adat masyarakat. Ini penting untuk melindungi dari ancaman perambahan, perampasan tanah, atau konflik dengan pihak luar.

“Masyarakat memiliki hak untuk mengelola dan melestarikan hutan sesuai kearifan mereka. Pengelolaan hutan oleh masyarakat adat sering lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dibandingkan model pengelolaan hutan komersial,” ujarnya.

Hutan Batang Toru kaya akan keragaman hayati dan merupakan habitatnya orangutan tapanuli. Foto drone: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Keajaiban Batang Toru

Onrizal, Dosen Universitas Sumatera Utara (USU), yang sering terlibat penelitian di hutan Batang Toru mengatakan, salah satu penghasilan utama masyarakat Simardangiang adalah menyadap getah kemenyan.

“Kemenyan di hutan Batang Toru bukanlah tanaman atau pohon yang dibawa dari luar. Ini  pohon asli di sana,” ujarnya, Sabtu (23/11/2024).

Masyarakat memanfaatkan getah kemenyan untuk memenuhi kebutuhan harian,  sementara orangutan tapanuli memakan daunnya.

“Warga Simardangiang terbiasa hidup bertetangga dengan orangutan, jauh sebelum kita tahu di bagian selatan Danau Toba atau di hutan Batang Toru ada orangutan.”

Hutan primer Batang Toru memiliki keindahan alam memukau, dengan aliran sungai yang jernih dan lingkungan tenang. Keberadaan orangutan tapanuli menjadi nilai berharga.

“Kawasan ini juga menjadi tempat hidup spesies terancam punah lain seperti harimau sumatera dan beruang madu,” terang Onrizal.

Masyarakat adat memainkan peranan penting dalam pelestarian ekosistem Batang toru. Mereka memanfaatkan sumber daya hutan tanpa merusak keseimbangan ekosistem. Batang Toru tidak hanya aset lokal, tetapi juga warisan global yang harus dilindungi.

“Batang Toru adalah keajaiban alam yang tidak tergantikan. Sebagai perbandingan, jika kita jelajahi Eropa, kita mungkin hanya menemukan sekitar 124 jenis pohon. Akan tetapi, dalam satu hektar hutan Batang Toru, kita bisa menemukan 300 jenis pohon. Sungguh luar biasa,” tegasnya.

Orangutan Tapanuli: Berstatus Kritis dan Terancam di Habitatnya

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|