Mengenal Para Penjaga Bekantan dari Pulau Curiak

5 days ago 16
  • Sahabat Bekantan Indonesia di Pulau Curiak, Kalimantan Selatan, merupakan yayasan penyelamatan bekantan dan ekosistem lahan basah, yang jadi rumah primata berhidung panjang ini. Yayasan ini pada 2022 mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk ketegori Penyelamat Lingkungan.
  • Amalia Rezeki, sosok pendiri yang menjadi motor terbentuknya Yayasan SBI. Ide ini muncul beranjak dari kekhawatiran atas keberlangsungan hidup satwa dilindungi yang masuk status terancam punah ini. 
  • Meski dalam perlindungan negara tetapi kondisi primata berhidung panjang ini terus terancam dari perburuan, kerusakan habitat, alih fungsi lahan, serta kebakaran hutan masif. Kalau terus berlangsung bukan tak mungkin bekantan jadi spesies punah di alam liar (extinct in the wild).
  • Hutan mangrove termasuk di dalamnya, rambai pun makin terjaga di Curiak. Berkat berbagai upaya ini, populasi bekantan di Pulau Curiak mengalami peningkatan signifikan. Dari hanya 14 pada 2016, bertambah jadi 52 bekantan pada 2024.

Amalia Rezeki, memegang dua anak bekantan hasil serahan dari peliharaan warga beberapa waktu lalu. Kini, kedua anakan bekantan itu sudah beranjak dewasa berkat perawatan intensif, dan lingkungan mendukung di pusat konservasi, Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).

SBI merupakan Pusat Penyelamatan Bekantan. Kegiatannya,  antara lain  sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta penyelamatan dan evakuasi ketika satwa dalam kondisi terancam, termasuk rehabilitasi sebelum lepas liar kembali ke alam.

Bekantan merupakan satwa dilindungi dan langka, dengan status terancam punah (Endangered) menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).  Meski dalam perlindungan negara tetapi kondisi primata berhidung panjang ini terus terancam baik karena  perburuan, kerusakan habitat, alih fungsi lahan, serta kebakaran hutan masif. Kalau terus berlangsung bukan tak mungkin bekantan jadi spesies punah di alam liar (extinct in the wild).

“Apalagi dalam setiap satu dekade, diprediksi terjadi penurunan populasi hingga 50% dari setiap jumlah bekantan di luar kawasan konservasi. Walau di beberapa kawasan konservasi terjadi peningkatan populasi bekantan,” kata Amel, sapaan akrabnya di Banjarmasin.

Kondisi ini,  membuat Amel was-was.  Bersama beberapa rekannya, termasuk Ferry F. Hoesain dari Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia, pun mulai mencari cara untuk fokus pada konservasi dan perlindungan bekantan serta habitatnya di lahan basah.

Gagasan demi gagasan melestarikan dan menyelamatkan satwa endemik yang menjadi maskot Kalimantan Selatan sejak 1990 ini muncul. Akhirnya,  terbentuklah lembaga non-profit,  Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).

Hingga kini, SBI terus berupaya menjaga keberlangsungan spesies yang lebih dikenal warga lokal dengan sebutan monyet Belanda itu.

Empat relawan perempuan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) berpose di Pulau Curiak usai melakukan pemantauan bekantan. Foto: Rendy Tisna/ Mongabay Indonesia.

Kecintaan dan ketertarikan perempuan 37 tahun ini dengan bekantan memang sejak masa kecil. Orang tuanya dulu sering membawanya ke kebun binatang di Banjarmasin. Di sana dia melihat langsung perilaku unik primata bernama latin Nasalis larvatus itu.

Hasrat dia makin menjadi saat masa remaja, terutama saat jadi mahasiswa biologi di Universitas Lambung Mangkurat atau ULM Banjarmasin. Di sanalah, dia makin tahu bekantan termasuk soal masuk daftar satwa dilindungi, sama seperti orangutan dan owa.

Tahu kondisi bekantan membuat Amel terdorong memikirkan upaya penyelamatannya.

Pada 22 April 2015, SBI  membangun Laboratorium Riset Bekantan. Ia jadi pusat penelitian, edukasi, serta konservasi berbasis pemberdayaan masyarakat. Fasilitas pertama di Indonesia, bahkan mungkin di dunia, laboratorium dengan dana SBI sendiri dan donatur independen yang tak mengikat.

Amalia Rezeki, pendiri Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), sedang memegang dua anak bekantan hasil serahan warga dari pemeliharaan ilegal. Foto: dokumen SBI

Berlokasi di kawasan terpencil, Pulau Curiak, sebuah delta Sungai Barito yang diperkirakan terbentuk sejak 1980-an, berdiri bangunan pusat studi konservasi dan penelitian dengan nama Camp Tim Roberts. Nama Tim Roberts didedikasikan kepada pembimbing penelitian Amel.

Pulau yang masuk wilayah administratif Kabupaten Barito Kuala ini memiliki luas sekitar 2,27 hektar dan merupakan hutan mangrove yang jadi habitat sekaligus perwakilan ekosistem lahan basah bagi bekantan. Bekantan pertama kali terlihat di Pulau Curiak pada 1994. Awalnya,  hanya tiga bekantan.

Berkat dedikasi SBI dalam penyelamatan bekantan dan lingkungan sekitar, pada 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan penghargaan Kalpataru untuk kategori Penyelamat Lingkungan.

Sejumlah relawan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) terlibat dalam penanaman mangrove di Pulau Curiak. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga ekosistem pesisir, mencegah abrasi, serta menyediakan habitat alami bagi bekantan dan satwa lainnya. Foto: Rendy Tisna/ Mongabay Indonesia.

Relawan sahabat bekantan

Dalam menjalankan kerja, SBI banyak dukungan dari para relawan. Bersama Ferry, rekannya,  Amel yang dinobatkan sebagai perempuan pertama di dunia dengan gelar doktor konservasi bekantan pada 2023 ini, selain memberdayakan masyarakat sekitar desa, juga melibatkan banyak relawan dari berbagai latar belakang.

Pekerja sosial Amel peroleh dari hasil perekrutan terbuka, siapa saja yang ingin berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.

Guna menarik minat lebih banyak, SBI juga ada program summer course yang bekerja sama dengan ULM dan universitas di Australia.

Menariknya, banyak relawan yang sebelumnya pernah magang, malah memilih tetap bergabung dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan SBI. “Sekitar 80% adalah perempuan.”

Mereka mengikuti berbagai aktivitas mulai dari belajar teori konservasi hingga terjun langsung ke lapangan untuk menyelamatkan bekantan dan ekosistemnya. Mereka juga ikut rehabilitasi satwa melalui program adopsi bekantan.

“Banyak diantara mereka yang membantu merawat bekantan yang sebelumnya dipelihara warga, diselamatkan dari perdagangan ilegal, konflik dengan manusia, atau dampak kebakaran hutan” kata Amel.

Dalam setiap kegiatan, baik kunjungan ke sekolah-sekolah maupun aktivitas langsung di lapangan, para relawan selalu terlibat dalam berbagai kegiatan seperti plastic war on the river. Ini aksi bersih-bersih sampah di sungai untuk menjaga kelestarian ekosistem.

Yayasan SBI juga mengadakan Sekolah Konservasi atau Global Nature Conservation School Peduli Bekantan. Sudah ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi ikut program pendidikan nonformal berbasis lingkungan ini. Ada yang sedang program pertukaran mahasiswa merdeka (PMM) maupun mahasiswa lain di universitas lokal.

Dewita, Koordinator Sekolah Konservasi Alam SBI mengatakan, kegiatan yang mereka lakukan untuk menumbuhkan sikap dan pola pikir positif terhadap kekayaan alam dan ekosistemnya. Terutama dalam upaya konservasi lahan basah.

“Kegiatan paling baru banget,  23 Februari 2025,  bareng temen temen Pepelingasih Kalsel. Dari yang tercatat periode 2021-2024 sudah ada sekitar 1.329 alumni,” katanya.

Melalui Sekolah Konservasi, dia berharap generasi muda lebih bijak dalam mengelola kekayaan alam dan selalu mengutamakan prinsip lingkungan dalam setiap aktivitas.

“Saya sangat mengapresiasi ketertarikan peserta dalam mengikuti kegiatan ini. Harapan saya, ilmu yang didapatkan bermanfaat. Para alumni dapat menyebarkan pengalaman mereka sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, khususnya pelestarian bekantan.”

Para petugas konservasi Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) menimbang seekor bekantan dalam pemeriksaan rutin. Kegiatan ini penting untuk memantau kondisi fisik dan kesehatannya. Proses dilakukan dengan hati-hati demi kenyamanan dan keselamatan bekantan. Foto: Rendy Tisna/ Mongabay Indonesia.

Jaga mangrove jaga kehidupan

SBI tak hanya jaga bekantan, juga ‘rumah’nya yakni, hutan mangrove. Eksistem mangrove tidak hanya jadi benteng alami dari abrasi, juga rumah bagi satwa liar, termasuk bekantan. Antara lain, tanaman yang berperan penting dalam kelangsungan hidup mamalia yang masuk dalam superfamily Cercopithecoidea itu adalah rambai (Sonneratia caseolaris). Jenis mangrove dengan nama lokal pidada merah ini menjadi sumber makanan utama bekantan.

Dalam buku kumpulan penelitian biologi bekantan dan habitatnya yang pernah Amel tulis dan terbitt pada 2020 berjudul “Studi Biologi Bekantan Saling,” ketergantungan antara bekantan dan mangrove sangatlah erat.

Dia mencontohkan, bekantan memakan dedaunan mangrove berperan dalam memangkas pepohonan secara alami. Sementara aktivitasnya yang menyibak cabang besar pohon juga memungkinkan sinar matahari menembus celah-celah, hingga anakan mangrove dan tumbuhan khas lahan basah lain dapat tumbuh dan berkembang.

Di Kalimantan Selatan, khusus di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, pohon rambai makin terancam karena alih fungsi lahan dan eksploitasi lain.

Padahal, rambai tak hanya menyediakan pakan bagi bekantan, juga membantu menstabilkan ekosistem pesisir dengan akar-akar kuatnya yang mampu menahan erosi.

“Ekosistem mangrove juga memberikan manfaat signifikan bagi manusia, seperti menghasilkan oksigen, menyediakan sumber daya ikan dan biota air lainnya, serta berperan dalam mitigasi perubahan iklim dengan menyerap karbon,” katanya.

Amel bersama relawan SBI terus melakukan penanaman kembali rambai di Pulau Curiak, di luar pusat konservasi bekantan SBI. Mereka juga penelitian untuk menyelamatkan pohon rambai terbesar di Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak.

Amalia Rezeki, pendiri Komunitas Sahabat Bekantan Indonesia, berpose dengan boneka bekantan. Di sampingnya, terlihat dua buku karyanya sendiri yang membahas tentang konservasi bekantan. Foto: Rendy Tisna/ Mongabay Indonesia.

Pohon memiliki tinggi sekitar 25 meter dan lingkar batang mencapai 2,71 meter. Jenis tanaman yang tumbuh pada substrat kombinasi lumpur dan pasir dengan kedalaman 18 hingga 22 sentimeter selalu tergenang air.

Amel jadikan lokasi tumbuh pohon rambai tua ini sebagai objek konservasi sekaligus wisata minat khusus. Harapannya, wisatawan bisa memahami pentingnya menjaga pohon untuk planet bumi.

Sejak 2017, SBI konsisten menanam bibit pohon rambai sampai sekarang. Mereka bahkan membangun green house mangrove rambai sebagai pusat pembibitan tumbuhan rambai.

Green house ini cukup menampung sekitar 10.000 bibit rambai yang mereka semai secara generatif dan dikelola Kelompok Nelayan Peduli Lingkungan Mangrove Rambai Lestari binaan SBI.

Hutan mangrove termasuk di dalamnya, rambai pun makin terjaga di Curiak. Berkat berbagai upaya ini, populasi bekantan di Pulau Curiak mengalami peningkatan signifikan. Dari hanya 14 pada 2016, bertambah jadi 52 bekantan pada 2024.

Semoga, bekantan di Curiak dan di rumah-rumah mereka di hutan mangrove Kalimantan, bisa terus terjaga. Selamat Hari Bekantan.

*****

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|