- Dunia perlu segera melakukan transisi energi untuk menekan laju krisis iklim. PLTU batubara mendesak perlu pensiun secara bertahan untuk target net zero emission.
- Potensi energi terbarukan Indonesia sangat besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Ada potensi 443,2 GW, namun realisasi bauran energi terbarukan baru menyentuh 24,8%.
- Inisiatif energi bersih tumbuh di berbagai daerah. PLTMH di Petungkriyono menjadi salah satu inisiatif dari masyarakat.
- Sebagai provinsi penghasil batubara, Sumatera Selatan punya potensi energi bersih yang besar. Hingga kini pemanfaatannya baru sebesar 4,58%.
Pada 22 April lalu memperingati Hari Bumi dan mengangkat tema “Our Power, Our Planet.” Kesempatan ini menjadi momen mengajak setiap orang untuk mendorong transisi menuju sumber energi bersih. Pasalnya kenaikan suhu bumi kian tak terelakkan sehingga perlu ada solusi yang konkrit.
Salah satunya desakan pensiun dini PLTU batubara. Usaha meninggalkan bahan bakar fosil dan mendorong transisi energi bersih menjadi salah satu jalan yang ditempuh dunia. Indonesia menjadi satu negara yang memiliki komitmen tersebut dan membuat peta jalan pemesiunan PLTU batubara. Meski begitu, banyak koalisi menilai kebijakan tersebut kurang ambisius.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral turut memberikan target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 17-19% untuk tahun ini. Jumlah tersebut turun dari yang dijanjikan pada 2021, sebesar 23% pada tahun 2025. Data IESR menyebutkan bahwa untuk mendukung upaya mitigasi iklim, perlu sekitar 72 PLTU dengan total kapasitas 43,3 GW perlu pensiun hingga 2045 nanti.

Baca juga: Sudah dua dekade warga Korong Wonorejo, Sumatera Barat mandiri energi
Sementara itu, studi terbaru menyebutkan Indonesia bisa menghentikan 118 PLTU pada 2040. Bahkan ini bisa memberi manfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan dari transisi tersebut. Data rencana umum energi nasional (RUEN) 2014 juga menyebutkan potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 443,2 GW. Sayannya, bauran energinya masih kecil atau 24,8% saja.
Sebelumnya, Trend Asia dan 350 juga mengingatkan pemerintah agar Indonesia bisa mencapai transisi energi secara berkeadilan dan berkelanjutan.
Tanpa peran pemerintah, sebetulnya banyak inisiatif di berbagai daerah yang telah melakukan transisi energi bersih. Seperti apa cerita mereka, simak cerita berikut:
1. Energi bersih dari hutan Petungkriyono
Hutan petungkriyono dengan luas lebih dari 6.000 hektar ini menjadi sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Bagi warga dukuh Dukuh Mendolo Wetan, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng), Hutan Petungkriyono merupakan sumber energi sekaligus sumber ekonomi mereka. Peralatan harian yang digunakan oleh warga seperti lampu, kulkas, hingga penanak nasi memperoleh listriknya dari PLTMH.
Terdapat dua PLTMH, satu berada di Padukuhan Mendolo Kulon dengan kapasitas 20 kilowatt dan yang kedua berada di Padukuhan Sawahan dengan kapasitas 17 kilowatt. Setiap bulan, warga cukup membayar iuran Rp 20.000 untuk menikmati listrik sepuasnya. Warga juga dapat dengan tenang menikmati listrik yang stabil walau cuaca buruk seperti ketika hujan ekstrem.
2. Energi surya penerang Kepulauan Riau

Warga di Pulau Panjang, Kota Batam, Kepulauan Riau sudah merasakan manfaat berkat adanya PLTS. Puskesmas, sekolah hingga rumah warga di pulau ini sudah bisa ‘menyala’ hingga 24 jam.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), potensi energi surya Indonesia berlimpah, mencapai 3.294 gigawatt-peak (GWp). Bahkan potensi energi surya Indonesia sebenarnya dapat mencapai 20.000 GWp menurut Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Global Environmental Institute (GEI).
Sayangnya dari potensi sebesar itu, realisasi kapasitas PLTS terpasang Indonesia pada 2022 baru 271,6 MW. Walaupun begitu, kehadiran PLTS memberikan dukungan hidup bagi masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti pulau-pulau kecil di Batam yang sebelumnya hanya dapat menikmati listrik selama 5 jam sehari dengan genset.
PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Riau dan Kepulauan Riau membangun PLTS di enam pulau di Kepulauan Riau (Kepri) dan diresmikan pada November 2023 lalu. Berkat kehadiran PLTS, 14 persen listrik yang ada di Kepri berasal dari energi baru terbarukan. Warga juga terbantu, dengan sekarang dapat menikmati listrik selama 24 jam dan hanya perlu membayar Rp 80.000 tiap bulannya yang sebelumnya mencapai Rp 200.000.
Baca juga: Masyarakat adat Moa, Sulawesi Tengah penuhi energinya secara mandiri
3. Peta jalan energi bersih Nusa Penida

Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD) dalam kebijakan energi Provinsi Bali menargetkan 100% pembangkit yang dibangun menggunakan energi terbarukan. Bahkan, emisi nol bersih (ENB) menjadi target Provinsi Bali pada tahun 2045. Target ini menciptakan peta jalan pilot project untuk mendorong Nusa Peninda sebagai pulau berbasis energi terbarukan sepenuhnya.
Saat ini, listrik di Kepulauan Nusa Peninda masih lebih bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) jika dibandingkan dengan PLTS. Total listrik yang disuplai keduanya mencapai 14,06 MW, dengan 12,412 dari PLTD. Walau begitu, potensi Bali untuk lepas dari ketergantungan dengan energi fosil sangat tinggi.
Menurut IESR, Bali memiliki potensi energi terbarukan mencapai 143 GW, yang didominasi oleh PLTS. Sejalan dengan Center For Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana bersama Greenpeace Indonesia yang menemukan potensi energi surya di Kepulauan Bali mencapai 98% dari total potensi energi terbarukan.
4. Indonesia pemilik PLTS terbesar di Asia Tenggara
Menuju era energi bersih Indonesia, PLTS juga hadir di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Hasil kolaborasi PLN dengan perusahaan Masdar dari Uni Emirat Arab tersebut mampu menghasilkan energi sebesar 245 juta kilowatt per jam (KWh) per tahun. Melalui hasil tersebut, PLTS terapung Cirata dapat menerangi 50.000 rumah tangga.
Nampaknya, masa depan PLTS di atas waduk juga terbuka lebar untuk Indonesia. Berdasarkan data Pembangkitan Jawa Bali (PJB), Indonesia memiliki 192 bendungan dengan luas tangkapan sebesar 86.247 hektar. Lahan seluas itu dapat menjadi PLTS terapung dengan kapasitas 4.300 megawatt peak dengan catatan pemanfaatan 5 persen dari daerah tangkapan air.
Baca juga: Jaga hutan, warga lereng Gunung Slamet kini bisa menikmati listrik
5. Potensi energi bersih Sumatera Selatan yang terabaikan

Sumatera Selatan (Sumsel) dikenal sebagai salah satu daerah penghasil energi kotor terbesar di Indonesia. 16 pembangkit listrik menggunakan energi fosil dan 57 juta ton batubara digali setiap tahunnya di Sumsel. Namun, tidak berarti Sumsel tak miliki potensi energi terbarukan.
Dinas ESDM Sumsel memperkirakan potensi energi terbarukan di Sumsel sekitar 21.023 MW tetapi baru 4,58% yang dimanfaatkan. Sekam Padi, sebagai sumber energi biomassa menjadi salah satu peluang dari Sumsel. Berdasarkan IESR, 16,7% potensi energi biomassa yang Indonesia miliki berada di Sumsel. Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) hadir, merubah 80 ton sekam tiap harinya menjadi listrik 2,7 MW.
Selain biomassa, Sumsel memiliki potensi energi panas bumi (geothermal) sebesar 918 MW, tetapi baru 16% yang dimanfaatkan. Diperkirakan bila energi panas bumi dapat dimanfaatkan sepenuhnya, Indonesia akan memiliki 23,7 GW energi bersih. Saat ini baru dua Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang beroperasi di Sumsel dan menghasilkan total 141 MW.