Alih Fungsi Kawasan Puncak, Pelaku Usaha Kena Sanksi Administratif

11 hours ago 3
  • Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memberikan sanksi administratif paksaan pemerintah kepada 12 perusahaan dan satu perseorangan yang disinyalir menjadi biang kerok banjir bandang di kawasan Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.
  • Sanksinya, mewajibkan para pelaku usaha menghentikan kegiatan paling lama tiga hari sejak surat perintah keluar. Mereka juga diberi waktu 30 hari untuk pembongkaran bangunan dan 180 hari untuk pemulihan dan rehabilitasi kawasan dengan penanaman pohon.
  • Apabila para pelaku usaha tidak melaksanakan sanksi itu, maka KLH akan mengambil langkah hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Salah satunya, ancaman pidana yang terkandung dalam Pasal 114 Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
  • Wahyudin Iwang, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jawa Barat mengatakan, izin pembangunan harus mengacu pada Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Ketika ada pembangunan tak sesuai regulasi seharusnya pemerintah langsung mengambil tindakan tegas. Sebaliknya, pemerintah justru melanggengkan pelanggaran yang berakibat fatal pada ekosistem.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memberikan sanksi administratif paksaan pemerintah kepada 12 perusahaan dan satu perseorangan yang disinyalir menjadi biang kerok banjir bandang di kawasan Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belum lama ini. Para pelaku usaha itu harus membongkar bangunan secara mandiri dan harus pemulihan lingkungan.

Mereka adalah CV Mega Karya Anugrah, PT Banyu Agung Perkasa, PT Tiara Agro Jaya, PT Taman Safari Indonesia, CV Sakawayana Sakti, PT Pelangi Asset International, dan PT Farm Nature dan Rainbow. Kemudian, CV Al-Ataar PT Panorama Haruman Sentosa, PT Bobobox Adet Manajemen dan PT Prabu Sinar Abadi dan CV Regi Putra Mandiri. Ada pengacara Juan Felix T punya usaha pertanian.

Irjen Pol Rizal Irawan, Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, mengatakan,  13 pihak itu melakukan usaha atau kegiatan tanpa dokumen maupun persetujuan lingkungan dan menjalin kerja sama operasi (KSO) dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2. Sanksi  paksaan pemerintah tanpa teguran tertulis ini mempertimbangkan pelanggaran yang mengancam serius lingkungan dan makhluk hidup.

“Kita melakukan paksaan pemerintah tanpa dilalui teguran tertulis,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jumat, (9/5/25).

Sanksinya, mewajibkan para pelaku usaha menghentikan kegiatan paling lama tiga hari sejak surat perintah keluar. Mereka juga diberi waktu 30 hari untuk pembongkaran bangunan dan 180 hari untuk pemulihan dan rehabilitasi kawasan dengan penanaman pohon.

Untuk pemulihan, kata Rizal,  bisa mandiri atau oleh pemerintah dengan membayar sesuai nominal. “Nanti pemerintah yang mengerjakan. Dengan tanaman endemik atau tanaman keras yang bisa menyerap air,” katanya.

Sebelumnya, banjir bandang hingga ketinggian 2,5 meter melanda kawasan Puncak awal Maret lalu. Banjir meluas hingga ke wilayah lain yang berdampak pada 1.399 jiwa, 41 rumah rusak, satu orang meninggal dunia terseret arus, fasilitas umum rusak, tanah longsor dan delapan jembatan putus.

Para pelaku usaha, katanya,  mendirikan sarana prasarana usaha yang menyebabkan daya serap air dan merusak ekosistem di Puncak. Kondisi pun berdampak pada bencana yang menyebar cepat ke lebih luas.

“Selain banjir di Puncak, juga terjadi di Bekasi, Kerugiannya besar. Bekasi jadi salah satu daerah yang disinyalir ada kontribusi dari atas, dari Puncak,” katanya.

Pemerintah, kata Rizal,  memberikan ruang bagi 13 pihak ini untuk menggugat ke pengadilan kalau tidak terima dengan sanksi ini.

Jumpa pers di Kementerian Lingkungan Hidup. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Ancaman pidana

Apabila para pelaku usaha tidak melaksanakan sanksi itu, maka KLH akan mengambil langkah hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Salah satunya, ancaman pidana yang terkandung dalam Pasal 114 Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Regulasi ini mengatur tentang sanksi pidana bagi setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan kewajiban dalam keputusan pemerintah. Sanksinya, pidana penjara paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

“Penegakan hukum di Lingkungan Hidup bisa multidoors. Baik itu sanksi administrasi, perdata maupun pemberatan pidana,” katanya.

Meski baru mewajibkan pembongkaran bangunan usaha dan pemulihan kawasan, tidak menutup kemungkinan mengambil pendekatan hukum pidana karena kerusakan lingkungan yang muncul. Saat ini, kementerian masih mendalaminya.

Brigjen Pol Frans Tjahjono, Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup KLH mengatakan,  tengah melakukan langkah-langkah pendalaman dengan mengkaji dan mengumpulkan keterangan, fakta di lapangan hingga hasil pemeriksaan laboratorium maupun ahli.

Dia bilang, upaya penegakan hukum lingkungan hidup secara bertahap. “Nanti kita lihat perkembangannya, bagaimana situasi dan liat ataupun respon dari masing-masing PT maupun tenant,” katanya.

Frans bilang, ancaman pidana itu terkandung dalam Pasal 98 dan 99 UU PPLH. Pasal 98 mengatur, sanksi pencemaran dengan sengaja, ancaman pidana maksimal 15 tahun dan denda Rp15 miliar. Sedangkan Pasal 99 mengatur sanksi untuk tindakan pencemaran karena kelalaian dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun, denda Rp9 miliar.

Mereka juga tidak melupakan konsep ultimum remedium dalam kasus ini. Dalam KUHP, ultimum remedium merupakan prinsip yang menyatakan, sanksi pidana hanya sebagai upaya terakhir penegakan hukum setelah lakukan upaya lain.

Rizal tambahkan, prinsip hukum lingkungan hidup adalah polutter pays principle. Artinya, siapapun yang membuat kerusakan dan pencemaran maka yang bertanggung jawab.

Penindakan ini dilakukan setelah Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat meninjau lokasi kawasan puncak 6 Maret 2025. Mantan Bupati Purwakarta itu mendapati area wisata Hibisc Fantasy alih fungsi lahan, izin luas bangunan pun ternyata tak sesuai.

Dari 4.800 meter persegi, Hibisc Fantasy lantas membangun area wisata seluas 15.000 meter persegi. Dia pun langsung memerintahkan penyegelan dan pembongkaran bangunan serta pemulihan kawasan dengan menanam pohon.

Dari temuan itu, KLH juga mengambil langkah menyegel tiga perusahaan lain yang juga alih fungsi lahan yakni, Perusahaan Perkebunan Sumber Sari Bumi Pakuan (PPSSBP) yang mengubah area resapan air Telaga Saat menjadi kawasan wisata,  PTPN 1 Regional 2 Gunung Mas dan Jembatan Gantung Eiger Adventure Land.

Lanjut berbuntut 33 tempat usaha dan bangunan yang menjalin KSO dengan PTPN 1 regional 2 karena melanggar dokumen lingkungan. KLH pun meminta Pemerintah Kabupaten Bogor mencabut dan membatalkan izin 9 dari 33 pihak itu.

“Daerah itu lahannya tidak untuk kegiatan usaha dan ada beberapa di area tambahan yang tidak berizin,” kata Rizal.

Hasil verifikasi KLH menunjukkan, hanya 160 hektar dari 350 hektar area KSO yang memiliki izin.

Pemerintah Kabupaten Bogor pada Agustus 2024 juga sudah membongkar bangunan liar yang berada di pinggir jalan kawasan Puncak. Bangunan liat itu milik warga lokal untuk aktivitas perdagangan.

Banjir di Jakarta beberapa waktu lalu dampaknya selain membuat ratusan warga mengungsi juga sebabkan ular, terutama sanca batik dan kobra, muncul di permukiman. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Tak tegas

Meski KLH telah melakukan penindakan, namun sampai saat ini belum ada penegakan hukum. Bahkan, masih diberi ruang beroperasi dan menyerahkan dokumen perizinan.

“Gakkum (Direktorat Penegakan Hukum Lingkungan Hidup) tingkat daerah dan nasional masih lembek untuk menjalankan penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku yang melanggar aturan,” kata Wahyudin Iwang, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jawa Barat kepada Mongabay.

Dia bilang, izin pembangunan harus mengacu pada Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Ketika ada pembangunan tak sesuai regulasi seharusnya pemerintah langsung mengambil tindakan tegas. Sebaliknya, pemerintah justru melanggengkan pelanggaran yang berakibat fatal pada ekosistem.

Dalam UU PPLH. sudah jelas, alih fungsi tanpa mengacu RTRW adalah pelanggaran. Apalagi,  kalau memberikan kontribusi dampak negatif signifikan wilayah sekitar bahkan tempat lain.

“Tidak hanya sanksi administrasi. Penutupan permanen harus dijalankan. Siapa yang melakukan pelanggaran, seharusnya dikembangkan penyelidik dari KLH itu sendiri.”

Dalam penindakan, KLH hanya memberikan sanksi administratif dan kewajiban pemulihan kawasan. Selain tidak menjalankan upaya hukum pidana, KLH juga tak memberikan denda bagi pihak yang disinyalir menjadi penyebab kerusakan ekosistem kawasan puncak.

“Ini juga harus dilihat bagaimana transparansinya mereka dalam pengawasan ketika memberikan dua hal, sanksi administrasi dengan melengkapi izin kembali, kedua, untuk melakukan pemulihan,” katanya.

Layaknya dramaturgi, pemerintah terkesan sedang memainkan peran. Penindakan saat ini, kata Iwang,  seperti kamuflase saja untuk mengamankan pendapatan. Mengingat, Puncak merupakan kawasan wisata yang menjadi primadona investor.

“Kalau bicara soal apakah ada kepentingan dan lain sebagainya, tentu ya. Seperti kediaman presiden di Hambalang, di sana bisnis properti banyak. Padahal,  wilayah itu resapan air, wilayah yang memiliki fungsi penting bagi keberlangsungan lingkungan.”

Konflik kepentingan muncul ketika pejabat dan politisi terlibat dalam penerbitan izin pembangunan. Bahkan,  menjadi pihak yang turut memiliki usaha dan bangunan di kawasan Puncak.

Kawasan Puncak memiliki fungsi ekologis untuk wilayah lain, seperti Cianjur, Sukabumi hingga Jabodetabek. Ketika Puncak rusak, maka wilayah-wilayah  itu akan ikut terdampak.

“Jadi kalau misalnya itu terus dibiarkan (alih fungsi lahan), artinya pemerintah Kabupaten Bogor membiarkan kerusakan yang dilegitimasi,” ucap Iwang.

Sebelumnya Walhi Jawa Barat juga melaporkan 34 perusahaan di kawasan Puncak lantaran diduga membangun bertentangan dengan Perda RTRW Jawa Barat. Sayangnya, hanya sebagian yang ditindak.

*******

Banjir Jakarta dan Sekitar, Tata Ruang Buruk?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|