- Orangutan Haven merupakan pulau buatan untuk orangutan sumatera yang tidak bisa dikembalikan lagi ke habitat alaminya, hutan. Terdapat tujuh individu orangutan di sini.
- Orangutan Haven berada di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Luasnya 50 hektar, terdapat 112 jenis pohon dan 15 jenis bambu.
- Orangutan Haven juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian lingkungan, yang dibuka untuk umum awal 2024.
- Rata-rata orangutan yang ada di Orangutan Haven, telah lebih lima tahun tinggal di pusat karantina dan rehabilitasi. Orangutan Haven ingin memberikan kesempatan kepada orangutan yang sudah tidak bisa dikembalikan ke hutan, untuk tetap merasakan hidup seperti di alam liar.
Suasana tenang terasa di hutan seluas 50 hektar. Di sini terdapat 112 jenis pohon dan 15 jenis bambu. Ini bukan kawasan lindung, apalagi kawasan konservasi. Sebelumnya, wilayah ini merupakan kebun masyarakat yang dibebaskan, dijadikan hutan alami.
Inilah pulau buatan bernama Orangutan Haven, rumah jangka panjang orangutan sumatera yang tidak bisa dilepaskan kembali ke habitat alaminya. Letaknya, di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Pendiriannya berawal dari pengalaman Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) bersama Kementerian Kehutanan melalui Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP). Sejak 2001, SOCP telah melepasliarkan lebih dari 350 individu orangutan ke habitatnya, dengan tujuan membangun populasi liar baru yang mandiri.
Baca: Orangutan Haven, Pulau Buatan untuk Orangutan yang Tidak Bisa Dilepasliarkan

Ricko Layno Jaya, Manager Konservasi Orangutan Haven, menjelaskan ide pendirian Orangutan Haven hadir setelah Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Batu Mbelin, Sibolangit, yang dikelola YEL-SOCP, beroperasi pada 2002.
“Saat itu, pusat karantina banyak mengevakuasi orangutan, baik peliharaan atau berkonflik dengan masyarakat,” terangnya, Selasa (15/4/2025).
Tahun 2000-an, orangutan sumatera hasil peliharaan dilepasliarkan ke hutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Hutan di Provinsi Jambi ini mirip dengan habitat asli orangutan sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Baca: Jembatan di Pulau Orangutan Haven ini Menggunakan Konstruksi Bambu, Mengapa?

Pada 2011, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama YEL-SOCP membuka habitat baru untuk orangutan sumatera bekas peliharaan dan yang berkonflik dengan warga.
Tempat yang dipilih adalah Cagar Alam Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Kawasan hutan konservasi ini sesuai dengan habitat asli orangutan sumatera. Cagar Alam Jantho juga tersambung dengan Kawasan Hutan Ulu Masen.
Namun, dari semua orangutan yang masuk pusat karantina, ada yang tidak bisa dikembalikan ke huta. Utamanya, disebabkan permasalahan fisik maupun psikis.
“Misalnya, orangutan jantan bernama Leuser. Ia bermasalah dengan matanya yang buta, disebabkan senapan angin,” ungkap Ricko.
Baca: Banyak Orangutan Terluka, Senapan Angin Harus Ditertibkan

Lain halnya dengan Fahzren. Orangutan jantan 28 tahun ini diselamatkan pada 9 Oktober 2013. Ia tidak dapat hidup mandiri di alam liar dan berpotensi membahayakan dirinya sendiri maupun manusia.
Fahzren telah menghabiskan bertahun hidupnya sebagai hewan peliharaan di Malaysia. Ia terbiasa dekat manusia, dikurung dalam kandang, dan kehilangan masa-masa penting untuk belajar keterampilan dasar sebagai satwa liar.
“Hal ini menjadikan hidupnya di alam liar tidak aman, baik bagi Fahzren maupun bagi manusia yang mungkin didekatinya.”
Baca: Kisah Orangutan Paguh, Mata Buta dengan Belasan Peluru di Kepala

Ada juga Dek Nong, orangutan betina dewasa yang mengalami kelainan genetik. Satu tangan dan kakinya tidak normal, sehingga tidak akan mampu bertahan di hutan.
“Orangutan Haven didirikan karena masalah-masalah tersebut. Mereka tidak mungkin dikembalikan ke hutan, tapi juga tidak mungkin dikurung dalam kandang sampai akhir hidupnya,” ungkap Ricko.
Rata-rata orangutan yang ada di Orangutan Haven, telah lebih lima tahun tinggal di pusat karantina dan rehabilitasi. Orangutan Haven ingin memberikan kesempatan kepada orangutan yang sudah tidak bisa dikembalikan ke hutan, untuk tetap merasakan hidup seperti di alam liar.
“Di pulau buatan, kami memberikan kesempatan kepada mereka untuk hidup bebas. Mereka memanjat pohon dan membuat sarang, juga keluar masuk kandang. Setiap pulau hanya dihuni satu orangutan dan mereka hidup seperti di habitatnya aslinya.”
Baca juga: Rawa Tripa, Habitat Orangutan Sumatera yang Terus Dirambah

Orangutan dijaga dan dirawat
Ricko menambahkan, keeper atau pengasuh orangutan setiap hari memastikan seluruh orangutan sehat, makan teratur, dan melakukan aktivitas normal.
“Tapi ada juga yang bertingkah aneh, seperti berhari-hari tidak keluar kandang. Atau berhari-hari tidak mau masuk kandang.”
Lelaki asal Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, tersebut mengatakan, setiap sore, para keeper akan melaporkan aktivitas orangutan asuhannya. Semua dicatat dan datanya disimpan.
“Saat ini ada tujuh individu di Orangutan Haven.”
Saat ditanya apakah ada rencana orangutan-orangutan di sini dikawinkan sehingga memiliki generasi baru, Ricko mengatakan, hal tersebut tidak mungkin.
“Yang harus dilakukan adalah bagaimana orangutan dapat berkembangbiak di habitat alami, bukan di Orangutan Haven.”
Orangutan Haven juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian lingkungan, yang dibuka untuk umum awal 2024.
“Kami menyediakan tempat ini untuk mempelajari orangutan dan habitatnya, konstruksi berkelanjutan, pertanian organik, energi terbarukan, dan lingkungan hidup lain. Tempat ini juga didedikasikan untuk memberikan pengalaman inspiratif, informatif, dan edukatif bagi masyarakat.”

Ricko juga cukup paham kondisi orangutan sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Sebelum bekerja di Orangutan Haven, dia telah melakukan banyak evakuasi orangutan terluka akibat berkonflik dengan masyarakat. Dia juga terlibat dalam kegiatan penyelamatan orangutan peliharaan.
“Untuk keberlangsungan hidup orangutan, yang terbaik bukanlah mereka tinggal di Orangutan Haven atau pusat karantina dan rehabilitasi. Mereka harusnya tinggal di habitat alaminya. Kami selalu berharap, tidak ingin ada lagi pendatang baru di sini,” ungkapnya.

Bangunan bambu
Apa yang membedakan bangunan Orangutan Haven dengan tempat lain?
Asril Abdullah, Manager Operasional Orangutan Haven, mengatakan seluruh bangunan di sini menggunakan bahan utama bambu. Hasil hutan bukan kayu.
“Semua bangunan seperti kantin, kamar mandi, jembatan, termasuk kursi dan meja, bahan utamanya adalah bambu,” jelasnya, Senin (14/4/2025).
Jenis bambu yang digunakan adalah betung atau dikenal petung dengan ilmiah Dendrocalamus asper.
“Di Pulau Orangutan Haven saat ini terdapat sekitar 14 jenis bambu.”

Hasil penelitian Ari Maringan Gabriel Siburian, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara 2023, menunjukkan terdapat 14 jenis bambu dari lima genus di Orangutan Haven.
14 jenis bambu itu adalah Dendrocalamus asper, Gigantochloa pruriens, Thyrsostachys siamensis, Bambusa vulgaris, Bambussa sp, Schizostachyum brachycladum, Bambusa multiplex, Equisetum hyemale, Gigantochloa atter, Gigantochloa atroviolacea, Bambusa ventricose, Bambusa maculate, Bambusa blumeana, dan Schizostachyum zollingeri.
“Bambu memiliki karakteristik berbeda pada setiap jenisnya, sehingga akan berbeda pula pemanfaatan masing-masing jenisnya,” jelas riset tersebut.
Selain memaksimalkan bambu, Orangutan Haven juga menggunakan energi terbarukan.
“Salah satu sumber energi yang kami gunakan adalah tenaga surya.”
Kami berharap, masyarakat luas dapat belajar mengenai hutan, satwa, dan energi di sini.
“Kami terus menanam pohon, seperti meranti, damar, dan ketapang. Sehingga, nuansa hutan benar-benar terasa,” ujar Asril.