- Konflik manusia dan dan satwa seoperti gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) masih terus terjadi di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Semakin dekatnya aktivitas manusia ke habitat dan lintasan hewan liar ini jadi penyebab utama.
- Edy Simel Sembiring, petani Desa Mekar Makmur, Langkat, Sumatera Utara, jadi korban terbaru konflik gajah dan manusia, Sabtu (22/3/2025). Kejadian tersebut membuat sebagian tubuhnya luka-luka, dan harus menerima perawatan lebih lanjut di Rumah Sakit di Kota Stabat.
- Henda Ginting, warga lokal yang tinggal di sekitar tempat kejadian, mengatakan, setidaknya ada 6-12 ekor gajar liar muncul selama 12 hari terakhir di sekitar desa. Satwa dilindungi itu banyak beraktivitas di sekitar kebun sawit PT Rapala.
- Boby Novandri, Kepala Seksi KSDA Wilayah II Stabat, mengatakan, petugas BBTNGL, warga, dan sejumlah lembaga konservasi terus melakukan penjagaan di sekitar lokasi pasca kejadian. Mengantisipasi kejadian serupa terulang.
Konflik manusia dengan satwa seperti gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) kembali terjadi di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Semakin dekatnya aktivitas manusia ke habitat dan lintasan hewan liar ini jadi penyebab utama.
Edy Simel Sembiring, petani Desa Mekar Makmur, Langkat, Sumatera Utara, kena serang gajah liar, Sabtu (22/3/25). Sebagian, tubuhnya luka-luka, dan harus menerima perawatan di Rumah Sakit di Kota Stabat.
Henda Ginting, warga lokal yang tinggal di sekitar tempat kejadian, mengatakan, setidaknya ada 6-12 gajar liar muncul selama 12 hari terakhir di sekitar desa. Satwa langka dilindungi itu ada sekitar kebun sawit PT Rapala.
Petugas Balai Besar TNGL bidang Wilayah III Stabat, petugas Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, bersama masyarakat, terus memantau pergerakan gajah dari dalam kawasan TNGL itu.
Lokasi kejadian merupakan lintasan gajah. “Kalau aku boleh bilang, yang salah itu warganya, semakin dekat mereka berkebun ke sekitar kawasan Leuser, padahal itu wilayah jelajah gajah dan harimau Sumatera.”
Subhan, Kepala BBTNGL, ketika Mongabay hubungi lewat telepon seluler dan pesan singkat tidak merespons.
Boby Novandri, Kepala Seksi KSDA Wilayah II Stabat, mengatakan, petugas BBTNGL, warga, dan sejumlah lembaga konservasi terus melakukan penjagaan di sekitar lokasi pasca kejadian guna mengantisipasi kejadian serupa terulang.
Warga sempat melapor ihwal keberadaan gajah di perkebunan mereka, 11 Maret. Petugas TNGL, masyarakat, dan sejumlah lembaga konservasi merespons dan mendirikan posko pengamanan, meronda hingga 21 Maret.
Petugas kembali ke pos masing-masing karena gajah tidak terlihat lagi. Nahas, ketika Edy dan rekannya hendak melihat kebun mereka, bertemu gajah dan panik. Apalagi, satu anak gajah bersuara keras, membuat gajah dewasa menyerangnya.
“Benar terjadi interaksi negatif antara gajah sumatera dengan manusia, seorang warga jadi korban. Tim BBTNGL dibantu warga masih ronda di sekitar tempat kejadian perkara,” kata Bobby kepada Mongabay.

Tersiksa di lintasan sendiri
Bio Wildlife menyebutkan, kebutuhan habitat yang luas dan kecukupan pakan buat satwa langka ini tidak berbanding lurus dengan kondisi di lapangan.
Jalur perlintasan dan pakan alami makin hilang, beralih jadi kebun sawit. Tanaman-tanaman lain masyarakat pun terus mendekat ke wilayah jelajah mereka hingga memicu terjadinya konflik.
“Rasanya tidak adil orang menyalahkan gajah yang masuk ke kebun dan ladang warga yang selama bertahun-tahun merupakan wilayah jelajah mereka. Seolah kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita yang merebut ruang hidup satwa yang baik ini, tanpa introspeksi diri,” kata Reny Manaf, Laboran Bio Wildlife.
Kasus interaksi negatif antara gajah dengan manusia yang menyebabkan cedera orang selalu heboh tetapi tidak begitu ketika korbannya satwa.
“Apakah perlakuan yang sama tentang kekhawatiran dan ketakutan juga ditunjukkan?”
Dia contohkan, kasus serupa tahun 2022. Kala itu, dua gajah betina tewas dalam kondisi mengenaskan. Bangkai pertama satwa liar itu di sekitar perkebunan di Dusun Aras Napal Kanan, Desa Bukit Mas, Langkat. Warga yang hendak memancing menyampaikan soal bangkai gajah pada petugas TNGL di Stabat.
Resort KSDA Aras Napal melakukan pengamatan dan menemukan lagi bangkai gajah mulai membusuk. Banyak bekas tusukan dengan usus terburai, dan gading hilang.
Dari hasil pemetaan koordinat petugas, posisi bangkai gajah berada di hutan produksi terbatas yang berbatasan dengan TNGL. Jaraknya hanya 150 meter.
Dari pengamatan, petugas mendapat informasi keberadaan kerangka gajah di lokasi itu. Petugas pun memeriksa lokasi dan mendapatkan kerangka gajah membusuk. Tinggal tulang belulang berceceran. Ada juga sisa tubuh sudah mencair. Perkiraan gajah mati lebih enam bulan.
Dari floating koordinat, posisi kerangka berada di area 242 Aras Napal. 140 meter dari hutan taman nasional. Sekitar 1,4 kilometer dari posisi bangkai gajah pertama.
“Dua gajah Sumatera korban konflik tewas dan ini menyedihkan, karena ancaman kepunahan itu semakin dekat. Kita harus berbagi ruang dengan mereka, proses hukum bagi orang yang melakukan pembunuhan terhadap gajah gajah Sumatera ini.”
Konflik dengan harimau
Jerry Ginting, warga Kabupaten Langkat, menjadi korban terbaru konflik manusia dengan harimau di lanskap TNGL. Harimau menerkam pemuda 25 tahun itu ketika masuk TNGL tanpa izin. Dia selamat, tetapi harus jalani perawatan serius di rumah sakit dan dapat 82 jahitan di kepala dan pundak belakang.
Empat hari berselang, M Ikhwan Sembiring, buruh sawit yang sedang memanen tandan buah segar (TBS), jadi korban di Barak Hitam. Warga Desa Mekar Makmur ini luka di bagian paha, kena cakaran harimau.
Sepanjang 2020-2022, harimau Sumatera beberapa kali terlihat di luar kawasan hutan. Ada yang dalam kondisi sakit, ada juga luka di bagian kaki, kena jerat.
Data BBTNGL, mereka berhasil menyelamatkan 10 harimau Sumatera yang keluar dari kawasan dan muncul di pemukiman serta kebun warga. Sebagian besar harus menjalani rehabilitasi dan habituasi di sejumlah suaka, sebelum lepas liar kembali di TNGL.

*****
Konflik Satwa dan Manusia: Siapa yang Sebenarnya Mengganggu?