Energi Murah dan Ramah Alam dari Hutan Petungkriyono

9 hours ago 2
  • Bagi warga Dukuh Mendolo Wetan, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng),  Hutan Petungkriyono bukan hanya sumber ekonomi. Lebih dari itu, hutan yang terjaga  lebih  6.000 hektar ini juga menjadi sumber energi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
  • Ada dua PLTMH yang secara swadaya dibangun warga sebagai sumber pasokan listrik. Satu di Padukuhan Mendolo Kulon yang digunakan listriknya secara bersama dengan Mendolo Wetan dengan kapasitas 20 kilowatt. Satu lagi ada di Padukuhan Sawahan berkapasitas 17 kilowatt yang juga masih beroperasi hingga kini untuk 50 keluarga.
  • Muhammad Rizky Ridho, salah satu operator PLTMH di Menolo Wetan menyebut perawatan pembangkit listrik ini juga relatif mudah dan tak banyak biaya. Pembiayaan rutin hanya untuk membeli oli agar turbin lancar dan mesin tidak mudah rusak. 
  • Saat warga di Mendolo semringah karena punya dua sumber pasokan listrik, hal sebaliknya dialami warga Desa Kayupuring. Pasalnya, sejak PLN masuk, mereka tak pernah pakai PLTMH. Sedangkan di waktu yang sama, listrik ‘pelat merah’ itu kerap padam akibat gangguan

Bagi warga Dukuh Mendolo Wetan, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng), Hutan Petungkriyono bukan hanya sumber ekonomi. Lebih dari itu, hutan yang terjaga lebih 6.000 hektar ini juga menjadi sumber energi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).

Memang, ada jaringan listrik milik PLN yang mengalir ke rumah-rumah warga. Namun, karena sebagian besar kebutuhan listrik dipasok dari PLTMH, listrik dari PLN itu pun nyaris tak terpakai. 

Listrik PLN hanya untuk perangkat elektronik berkapasitas kecil yang penggunaan bersifat periodik,  seperti televisi, setrika dan mesin cuci. Sedangkan PLTMH, untuk peralatan harian yang  terus menerus. Misal, lampu penerangan, kulkas hingga penanak nasi. Itulah mengapa rumah-rumah di kampung ini memiliki dua boks saklar untuk mengalirkan listrik dari dua sumber berbeda. 

Penggunaan PLTMH oleh warga Mendolo Wetan itu sudah berlangsung sejak 2010. Sumber energi terbarukan itu bahkan sudah beroperasi jauh sebelum PLN masuk pada 2017. Sebelumnya, warga  bahkan  berinisiatif memproduksi listrik  mandiri lewat kincir air. 

Sunarto, warga Mendolo mengingat bagaimana kincir air itu  warga gunakan era 90-an. Kincir air ini mereka pasang menggunakan dinamo yang tiap keluarga beli sendiri. “Sebelum kincir itu ya belum ada listrik disini, paling yang mampu beli disel. Kalau yang tidak mampu ya pakai petromak,” katanya.

Upaya swadaya energi itu dilatarbelakangi kondisi Lebakbarang yang merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian sekitar 900 meter di atas laut. Tebing-tebing curam mengelilingi kampung ini dengan hutan yang sangat rapat. Kondisi itu membuat akses listrik sulit masuk ke sana.

Peluang untuk memiliki listrik mandiri pun datang dari dalam hutan. Petungkriyono, hutan yang relatif terjaga itu mampu memberikan jasa penting berupa melimpahnya sumber air yang mengalir melalui anak-anak sungai ke Kali Sengkarang (Sungai Wisnu). Debit Kali Sengkarang yang capai 35.000 liter per detik itu pula yang akhirnya dimanfaatkan untuk  menggerakkan dua turbin PLTMH. 

PLTMH pertama berada di Padukuhan Mendolo Kulon yang digunakan listriknya secara bersama dengan Mendolo Wetan dengan kapasitas 20 kilowatt. Satu lagi ada di Padukuhan Sawahan berkapasitas 17 kilowatt yang juga masih beroperasi hingga kini untuk 50 keluarga.

Hutan Petungkriyono yang terjadi mampu menghasilkan debit air yang besar untuk menggerakan turbin listrik. Foto: Triyo Handoko/Mongabay Indonesia.

Lebih hemat dan murah

Lampu teras rumah Sunarto yang menyala begitu terang itu bersumber dari PLTMH. Begitu juga dengan kulkas di ruang keluarga rumahnya juga menyala dari sumber yang sama. “Kalau malam hari memang sumbernya dari PLTMH, kalau siang kebanyakan PLN,” tuturnya.

Sunarto tak kerepotan meski memiliki dua jaringan listrik dari sumber berbeda. Sebaliknya, ia banyak diuntungkan karena tidak tergantung pada satu jaringan listrik. Dengan begitu, saat listrik PLN padam, dia masih punya pilihan. Keuntungan lainnya, dengan PLTMH, ia mengaku lebih hemat. 

Dalam sebulan Sunarto membayar iuran PLTMH Rp20.000 untuk berapapun penggunaan listriknya. Artinya, berapapun  listrik yang dia pakai, bayar tetap sama. Berbeda dengan listrik PLN. Makin banyak pakai, banyak pula bayaran, minimal sebulan  Rp50.000.

Listrik PLN di Mendolo Wetan juga menggunakan skema pulsa pra bayar. Itu berarti saat toke habis, warga harus membelinya keluar. “Kadang cari pulsanya juga jauh, jadi ada PLTMH ini beruntung sekali selain murah juga mudah aksesnya tidak perlu pulsa.”

Muhammad Rizky Ridho, operator PLTMH di Menolo Wetan menyebut, perawatan pembangkit listrik ini  relatif mudah dan tak banyak biaya. Pembiayaan rutin untuk membeli oli agar turbin lancar dan mesin tidak mudah rusak. 

Selain oli, perangkat mesin lain juga andal tak mudah rusak. Terakhir dia mengganti sparepart dua tahun lalu karena transformator rusak. Onderdil itu pun mudah dia dapatkan.  Cara kerja mudah dan murah ini, kata Rizky, membuat warga tetap berupaya agar PLTMH berkapasitas 17 kilowatt itu terus beroperasi.

Sekali waktu, warga menggelar kerja bakti untuk membersihkan sampah daun agar tidak menumpuk di sekitar aliran turbin. “Kalau pun ada yang repot, ya cuma mengingatkan warga untuk tertib bayar iuran,” katanya.

Terang lampu di Desa Mendolo yang lisriknya berasal dari PLTH setempat. Foto: Triyo Handoko/Mongabay Indonesia.

Bebas pemadaman

Alasan lain warga masih menggunakan PLTMH meski sudah ada jaringan PLN adalah karena debit aliran sungai  tetap stabil, bahkan saat hujan ekstrem. Sementara di waktu  sama, listrik milik PLN justru biasa padam karena pohon tumbang. 

Untuk perbaikan kadang PLN butuh waktu seminggu  berarti selama itu pula warga hidup tanpa listrik. “Makanya, kalau hanya mengandalkan PLN, kalau musim hujan pasti tidak ada listrik, gelap semua di sini,” kata Rizky. 

Rohim, operator PLTMH Sawahan mengatakan, seperti  di Mendolo Wetan, warga setia pakai sumber energi terbarukan ini karena listrik PLN sering byar pet. “Untuk iurannya juga sama, Rp20.000 ,” katanya. 

 Listrik, katanya,  sangat penting dalam mendukung aktivitas anak-anak  belajar saat malam isi ulang daya perangkat komunikasi. “Kebutuhan komunikasi dengan ponsel sangat penting dan perlu listrik yang memadai untuk proses  jual-beli hasil perkebunan.”

 Sebagai sumber energi terbarukan, PLTMH sangat bergantung pada pasokan air yang bersumber dari  hutan. Karena itu agar debit air mengalir tetap stabil, warga rutin tanam pohon guna mendukung fungsi hidrologi hutan. 

“Ini bentuk kemandirian kami. PLTMH ini sangat bergantung pada air, kami terus tetap memastikan kondisi hutan tetap lestari karena berkurangnya debit ini tak lepas dari kondisi hutan.” 

Rohim, operator PLTMH Sawahan menunjukan boks pengendali listrik yang dihasilkan pembangkit listrik yang digunakan oleh 50 keluarga di sana. Foto:Triyo Handoko/Mongabay Indonesia.

Penyesalan dari sebelah

 Sebaliknya,   warga di Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, menyesal karena meninggalkan PLTMH sejak listrik PLN masuk ke desanya. 

Penyesalan itu pun makin kuat saat musim hujan tiba atau ketika terjadi bencana.  Saat itu, listrik PLN biasa padam. Seperti saat terjadi longsor di Petungkriyono yang memutus sejumlah jembatan dan merobohkan puluhan pohon pada Januari. Gara-gara peristiwa itu, listrik di Kayupuring mati hingga dua pekan.

Abdul, warga Kayupuring mengatakan, listrik PLN mulai masuk pada 2017. “Dulu itu kas kami dari hasil iuran bulanan sudah sampai Rp20 juta, lalu warga minta dibagi rata saja sejak PLN masuk, sejak itu mulai tergantung ke PLN sampai sekarang,” katanya.

Ketergantungan warga Kayupuring pada listrik PLN itu pada akhirnya menyebabkan PLTMH mangkrak. Malah, gara-gara bencana banjir longsor Januari lalu itu, PLTMH itu itu makin sulit diperbaiki. 

Padahal PLTMH itu dulu didapat warga gratis dari Pemprov Jateng pada 2010. “Sebenarnya tinggal dioperasikan lalu dirawat bersama. Tapi nasi sudah jadi bubur begini, ini jadi pembelajaran buat kami,” tanda mantan operator PLTMH Kayupuring ini. 

*****

Para Pemuda Desa Giatkan Ekonomi dari Lestarikan Hutan Petungkriyono

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|