- Banjir parah melanda Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Hujan lebat Senin (5/5/25) sebabkan sebagian wilayah di Kota Batam terendam. Di beberapa lokasi, ketinggian air capai lutut orang dewasa.
- Hendrik Hermawan, pendiri Akar Bhumi Indonesia mengatakan, banjir tersebut sebagai dampak makin berkurangnya daerah resapan di Batam. Pembangunan yang massif telah jauh melampaui daya dukung dan daya tampung wilayah.
- Amsakar Achmad, Wali Kota Batam mengaku banjir di wilayahnya sudah lama menyita perhatiannya. Meski begitu, belum ada solusi konkret untuk mengatasi persoalan itu.
- Eko Teguh Paripurno, Pakar Manajemen Kebencanaan Geologi UPN Veteran Yogyakarta mengatakan, Kota Batam butuh sumur resapan. Sebab, sebagai pulau kecil, wilayah DAS Batam sangat terbatas yang itu berarti daya resapnya juga terbatas. Memperbanyak sumur resapan bisa menjadi salah satu solusinya.
Banjir parah melanda Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Hujan lebat Senin (5/5/25) sebabkan sebagian wilayah di Kota Batam terendam. Di beberapa lokasi, ketinggian air capai lutut orang dewasa.
Banjir pun ramai jadi bahan perbincangan di media sosial. Netizen menyebut, banjir yang melanda Batam merupakan dampak pembangunan kurang perhatikan tata ruang. “Kemana hutan dulu? sekarang diganti dengan ruko dan properti, hujan hitungan jam tak mampu dibendung lagi,” ujar netizen. “Kacau kali Batam sekarang, hujan bentar banjir,” kata yang lain.
Saat ini, pembangunan di Batam memang sedang pesat-pesatnya. Kawasan yang dulu hutan, kini berubah menjadi area komersial di kawasan mangrove dan hutan di perbukitan.
Dari pantauan Mongabay, beberapa lokasi yang kebanjiran itu kawasan Simpang Punggur, Citra Batam Greenland, Plaza Botania, Simpang Kepri Mall, depan Mitra Raya, ruas Jalan Niaga Mas. Kemudian, Perumahan Oriana Batam Center, hingga Cluster Avante Pasir Putih Batam Center.
Di SMP 28 Taman Raya Tahap III, banjir menerjang ruang guru hingga ruangan belajar siswa. Begitu juga di kawasan Simpang Kepri Mall. Banjir yang terjadi sebabkan kemacetan panjang.
Hendrik Hermawan, pendiri Akar Bhumi Indonesia mengatakan, banjir sebagai dampak makin berkurangnya daerah resapan di Batam. Buruknya sistem drainase memperburuk situasi. “Jadi, meski cuma hujan lokal, kalau lebat seperti ini akhirnya menciptakan banjir,” katanya, Rabu (7/5/25).
Batam bermasalah dari daya tampung dan daya dukung terhadap lingkungan sehingga menciptakan bencana. Alih fungsi lahan yang terjadi tidak memperhatikan potensi dampak terhadap lingkungan. Karena itu, Hendrik pun mengingatkan akan ancaman bencana yang makin sering terjadi ke depan.
“Ini akan sering terjadi, siap siap saja.”
Hendrik tak sepakat bila bencana di Batam semata faktor alam tetapi lebih karena kebijakan pemerintah tidak tepat dalam melakukan pembangunan. Dia mendorong masyarakat melakukan class action agar tidak terus-terusan menjadi korban.
“Ini bukan hanya bencana alam, ini proses pembangunan tidak memperhatikan aspek-aspek lingkungan,” jelas Hendrik.
Fauzi, dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Kepulauan (LBH MK) mengatakan, secara hukum memungkinan masyarakat Batam sebagai korban banjir mengajukan gugatan class action. “Itu bisa dilakukan perwakilan, atau secara perorangan.”
Di Samarinda, class action berhasil dilakukan masyarakat terhadap pemerintah. Mereka menggugat pemerintah karena abai terhadap tambang batu bara yang merugikan masyarakat.
Pengadilan kemudian menyatakan pemerintah bersalah dan memerintahkan untuk melakukan perbaikan. “Misalnya saya punya toko, sering terjadi banjir. Tetapi pemerintah tidak pernah melakukan perbaikan, itu bisa.”

Respons pemerintah
Amsakar Achmad, Wali Kota Batam akui banjir sudah menjadi perhatiannya sejak lama, kendati sejauh ini belum ada solusi konkret. Banjir, katanya, karena air hujan tidak lagi terserap alam, kemudian masuk ke jalan-jalan. “Saat yang sama kita melakukan pelebaran jalan, belum seimbang drainase kiri dan kanan.”
Masalah banjir di Batam, katanya, merupakan masalah berat. Amsakar sudah membahas di BP Batam tetapi tidak selesai sampai sekarang. “Jadi, ini kerja berat bapak ibu, khusus soal banjir, bagaimana cara membelah Batam ini dengan drainase besar, bagaimana di jalan-jalan yang sudah kita bangun ada drainase kiri dan kanan.”
Dia tengah berkoordinasi dengan pemerintah pusat karena untuk membangun drainase perlu anggaran besar.
Meski begitu, dia tak menampik bila banjir juga karena kesalahan dalam memanfaatkan lahan. “Ada DAM ditutup. Ada bukit dipotong. Kita berupaya agar jangan sampai membuat lahan lebih parah. Kalau mau berikan harus sesuai Amdal-nya.”
Li Claudia Chandra, Wakil Wali Kota Batam saat meninjau beberapa titik banjir ancam untuk menindak mereka yang melanggar. Perusahaan yang tak memperhatikan drainase akan dicabut. Untuk atasi banjir di wilayahnya ini, pihaknya juga berencana membuat kolam retensi. “Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa penanganan banjir ini terus berjalan.”

Perbanyak area resapan
Eko Teguh Paripurno, Pakar Manajemen Kebencanaan Geologi UPN Veteran Yogyakarta mengatakan, Kota Batam butuh sumur resapan. Sebab, sebagai pulau kecil, wilayah DAS Batam sangat terbatas. Dengan begitu, daya resapnya juga terbatas saat terjadi hujan.
“Caranya cuma satu, harus diperbanyak sumur resapan sebagai pengganti menyimpan air,” katanya.
Dia mengatakan, hujan tidak boleh disalahkan. Seharusnya, mempertanyakan mengapa daerah resapan jadi pemukiman maupun bangunan.
“Jadi kalau kita punya rumah ukuran 40 meter persegi, ada hujan dua jam maka 40 meter persegi dikali 2 jam, berapa mili airnya akan tumpah ke jalan,” katanya.
Apalagi Batam dominasi bauksit, sehingga sangat perlu banyak sumur resapan.
*****
Hutan Mangrove dan Bukit Hilang Demi PSN di Pulau Kecil Batam