Ekspedisi Zooxanthellae XVIII: Menjelajahi Potensi Kekayaan Laut Pulau Buru

10 hours ago 3
  • Pulau Buru, Maluku memiliki potensi konservasi tidak hanya terletak di darat, tetapi juga di sektor kelautan dan perikanan, yang menyimpan kekayaan hayati dan ekonomi yang signifikan.
  • Sekelompok mahasiswa dari IPB University melakukan ekspedisi ilmiah ke Kabupaten Buru Selatan untuk mengeksplorasi dan mendokumentasikan kekayaan alam dan budaya lokal yang masih alami dan kurang terekspos.
  • Ekspedisi Zooxanthellae XVIII bertujuan untuk mengeksplorasi ekosistem terumbu karang dan biota asosiasinya, memberikan rekomendasi desain kawasan konservasi, serta menilai pengelolaan perikanan menggunakan pendekatan Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM), khususnya pada domain habitat.
  • Implementasi Prinsip EAFM Masih terbatas pada penyusunan database awal. Implementasi penuh butuh data dasar yang kuat dan penelitian berkelanjutan.

Kecamatan Kepala Madan, Kabupaten Buru Selatan di Pulau Buru, Maluku berpotensi menjadi kawasan konservasi laut yang dicadangkan oleh pemerintah daerah, khususnya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku di tengah kerusakan ekologi di darat yang terus terjadi.

Salah satunya adalah fokus pada eksploitasi emas yang berada di Gunung Botak. Seiring berjalannya waktu, keberadaan emas ini menarik perhatian tidak hanya masyarakat lokal, tetapi pada akhirnya pun menarik para pendatang dari luar daerah.

Aktivitas penambangan yang intensif tersebut akhirnya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah, hingga kawasan tersebut benar-benar kehilangan vegetasinya dan menjadi tandus—sebuah kondisi yang kemudian melahirkan nama “Gunung Botak.”

Padahal kekayaan di sekitar Pulau Buru masih banyak yang tersimpan di sektor kelautan dan perikanan yang menyimpan sumber daya hayati yang luar biasa, baik dari sisi ekosistem bawah laut maupun potensi ekonomi perikanan yang berkelanjutan.

Untuk mengetahui hal tersebut para peneliti muda dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, -dengan semangat petualangan dan keilmuan melakukan ekspedisi ilmiah ke wilayah yang sampai sekarang masih minim sorotan, namun kaya dengan potensi kekayaan hayati.

Dalam salah satu episode program Bincang Alam pada 24 April 2025 bertajuk ‘Buru Selatan Memanggil: Menyelami Harapan Laut Nusantara’, Mongabay Indonesia mengundang perwakilan dari XPDC FDC Zooxanthellae XVIII yaitu Gondewa Putra Wisnu selaku Project Leader dan Raden Muhammad Naufal Maheswara selaku Scientific Leader  untuk membagikan cerita perjalanan dan temuan mereka.

Berikut adalah rangkuman diskusi, yang tata bahasanya telah disesuaikan untuk penulisan artikel ini.


 

Mongabay: Apa itu ekspedisi Zooxanthellae XVIII? Apa tujuannya?

Gondewa: Ekspedisi ini dilakukan di Pulau Buru, Maluku tepatnya di perairan Buru bagian barat. Ekspedisi ini merupakan kegiatan lanjutan dari ekspedisi sebelumnya FDC (Fisheries Diving Club) yaitu Zooxanthellae XVII. Ekspedisi ini berfokus di perairan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 714 dan 715 yang  berada di Pulau Buru.

Di pulau ini ada isu mengenai emas, banyak orang yang pergi ke sana untuk menambang emas. Jika menambang emas dapat dilakukan di darat, apakah ‘emas’ juga ada di bawah laut? Itu idenya.

Naufal: Tujuan ekspedisi ini adalah untuk mengeksplorasi ekosistem terumbu karang, jadi kami melakukan penyelaman untuk mengetahui kondisi karang dan biota asosiasinya.

Lalu tujuan keduanya adalah memberikan rekomendasi dari desain kawasan konservasi di Kabupaten Buru Selatan yang dapat menopang ekonomi masyarakat lokal, dan yang ketiga adalah menilai pengelolaan perikanan di Kabupaten Buru Selatan menggunakan indikator EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) yang dikhususkan untuk cakupan pada domain habitatnya.

Jadi ekspedisi kami lumayan besar cakupannya. Ada total 15 lokasi pengamatan dan penyelaman, yang tersebar di tujuh desa dari Desa Waehotong hingga Desa Waemulang. Adapun kegiatan penyelamannya dilaksanakan selama dua minggu.

Peta lokasi pengambilan data di Kabupaten Buru Selatan: Grafis: Tim Ekspedisi Zooxanthellae XVIII

Mongabay: Dari sisi biodiversitas, apa yang menarik dari kawasan perairan di Pulau Buru ini?

Naufal: Pulau Buru ini selain memang terkenal dengan gunung emasnya, juga masuk ke dalam wilayah pengelolaan perikanan di WPPNRI 714 dan 715. Pulau ini terhimpit oleh dua WPP yang sudah menjadi daerah penangkapan dari ikan tuna.

Di tempat ini sudah pasti sumber daya perikanan tinggi. Kabupaten Buru Selatan sendiri pun sudah menjadi daerah yang dicadangkan sebagai kawasan konservasi menurut RZWP3K Provinsi Maluku 2018.

Gondewa: Area ini adalah pencadangan sebagai tempat lewatnya penyu belimbing atau leatherback turtle. Ini masih menjadi dugaan, itu yang membuat kami melakukan ekspedisi di Buru Selatan. Sedangkan di bagian Buru Utara, kawasan ini sudah dijadikan kawasan konservasi.

Selain itu, berbagai ekosistem dan biota lain yang melimpah adalah mangrove, terumbu karang, dan macro benthos.

Mongabay: Apa saja hasil temuan di sana?

Naufal: Hasil temuan yang pertama adalah kondisi terumbu karang. Secara keseluruhan tutupan terumbu karang di sana masih didominasi oleh tutupan hard coral dengan kondisi rata-ratanya 24,79%. Kondisi ini berada pada kondisi yang buruk jika mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen LH) No. 4 Tahun 2001.

Hal ini dikarenakan adanya aktivitas penambangan batu karang untuk dijadikan bahan baku bangunan di salah satu desa di daerah pengamatan kami yaitu Desa Pasir Putih.

Lalu ada hasil dari biota asosiasi dan terumbu karang yaitu adanya ikan-ikan karang dan macro benthos.

Dari pengamatan lalu dibagi menjadi dua data, yaitu data kelimpahan dan biomassa. Kelimpahan ikan karang yang ada di Kabupaten Buru Selatan didominasi oleh ikan karnivora yang mengindikasikan ekosistem terumbu karang masih dalam kondisi baik.

Untuk biomasanya sendiri juga sama, masih didominasi oleh ikan karnivora, untuk macro benthos sendiri adalah hewan yang hidupnya di dasar perairan. Baik itu yang melata, merayap atau menempel. Contohnya ada kerang, teripang dan spons.

Dari grafik bisa di lihat bahwa keanekaragaman hayati di Kabupaten Buru Selatan masih lumayan tinggi. Kami juga menemukan beberapa biota eksotis yang memiliki nilai jual tinggi seperti kima (giant clams) dan teripang untuk biota ekonomisnya.

Kondisi ikan karang dan macrobenthos. Dokumen: Tim Ekspedisi Zooxanthellae XVIII

Mongabay: Apa rekomendasi yang dihasilkan dari  hasil temuan ekspedisi ini?

Naufal: Kawasan konservasi di Kabupaten Buru Selatan dapat dirancang dengan sistem zonasi untuk memastikan pelestarian sekaligus pemanfaatan berkelanjutan. Zona ini mencakup zona inti, zona pemanfaatan terbatas (yang terdiri dari zona pariwisata dan perikanan berkelanjutan), serta zona rehabilitasi yang ditujukan untuk memulihkan ekosistem rusak.

Zona rehabilitasi dapat ditingkatkan statusnya menjadi zona inti jika ekosistemnya telah pulih secara signifikan.

Target konservasi utama adalah mangrove, terumbu karang, padang lamun, serta habitat penyu. Hasil riset menunjukkan kawasan konservasi yang telah dicadangkan adalah seluas 56.750,95 hektar.

Perikanan di wilayah ini masih berskala kecil dengan kapal di bawah 5 GT dan alat tangkap sederhana, dengan jenis tangkapan dominan adalah tuna, khususnya tuna sirip kuning.

Hasil penilaian EAFM menunjukkan kondisi pengelolaan perikanan secara umum baik, dengan nilai tertinggi pada aspek sosial (skor 93) dan terendah pada sumber daya ikan (skor 49).

Dampak yang bisa dihasilkan dari kawasan konservasi ini adalah menyediakan tempat tinggal, tempat memijah, tempat mencari makan dan tempat pembesaran bagi ikan-ikan yang nanti akan menjadi tangkapan atau menjadi sumber penghasilan dari masyarakat.

Tingkat tutupan terumbu karang di Kabupaten Buru Selatan sebesar 24,79%, yang dikategorikan dalam kondisi buruk sesuai dengan Kriteria Penilaian Kerusakan Terumbu Karang yang tercantum dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001. Kondisi ini disebabkan oleh praktik penangkapan ikan yang merusak di masa lalu serta penambangan karang untuk bahan bangunan. Dokumen: Tim Ekspedisi Zooxanthellae XVIII

Mongabay: Untuk arah aspek kebijakannya bagaimana?

Naufal: Penyusunan rekomendasi dapat dilakukan bersama dengan DKP Provinsi Maluku dan tiga himpunan mahasiswa IPB University. Usulan ini sejalan dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Maluku tahun 2018, yang menetapkan kawasan konservasi dalam bentuk taman laut dengan enam lokasi zona inti.

Jadi dari kawasan Kabupaten Buru Selatan ini sudah dapat dicadangkan sebagai kawasan konservasi melalui rencana zonasi wilayah pesisir perairan kepulauan di Provinsi Maluku mengacu pada RZWP3K tahun 2018.

Berdasarkan hasil analisis komposit dan penilaian kinerja perikanan di Kecamatan Kepala Madan, keterkaitan antar berbagai domain—khususnya habitat dan ekosistem, sumber daya ikan, teknik penangkapan, aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan—menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan perikanan secara keseluruhan berada dalam kategori baik. Grafis: Tim Ekspedisi Zooxanthellae XVIII

Mongabay: Dalam konteks pendekatan Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM), apa yang harus dipersiapkan saat menerapkan prinsip-prinsip itu secara praktis di lapangan?

Naufal: Apa yang dilakukan baru sebatas penyusunan database awal. Idealnya, dibutuhkan penelitian berkelanjutan untuk memperoleh data dasar yang lebih kuat sebelum menerapkan praktik pengelolaan perikanan secara menyeluruh.

Dengan memahami kondisi awal secara komprehensif, barulah langkah-langkah praktis itu dapat diterapkan secara efektif. Beberapa organisasi non-pemerintah (NGO) pun telah terlibat langsung dalam sektor perikanan di wilayah tersebut, seperti misalnya MDPI.

Berdasarkan penilaian awal tersebut, -dengan menggunakan pendekatan EAFM, terdapat dua domain yang perlu menjadi prioritas perbaikan, yaitu domain sumber daya ikan dan penangkapan ikan.

Keduanya menunjukkan skor terendah, masing-masing dalam kategori buruk dan sedang. Oleh karena itu, sebelum penerapan penuh prinsip-prinsip EAFM, penguatan data dasar sangat diperlukan. Penelitian lanjutan secara sistematis menjadi langkah penting dalam mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan di Kabupaten Buru Selatan.

***

Foto utama: Ikan badut (clown fish), salah satu jenis ikan ornamental yang hidup di anemon. Foto: Daud Abduroham

Lindungi Spesies Laut Penting, DKP Maluku Tetapkan Lima Kawasan Konservasi Perairan

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|