- Setelah dua tahun lebih, kasus perusakan lingkungan dan penampungan arang bakau ilegal di kawasan lindung di Kelurahan Sembulang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) siap untuk disidangkan. Kasus ini menyeret Ahui, selaku Direktur PT Anugerah Makmur Persada (AMP).
- Hari Novianto, kepala Balai Gakkum wilayah Sumatera katakan, mengakui, proses hukum kasus ini terbilang panjang. Salah satu alasannya karena tersangka dua kali upaya hukum melalui praperadilan di PN Batam, diantaranya tanggal 1 April 2024 dan 14 Mei 2024 yang sama-sama ditolak pengadilan.
- Dwi Januanto, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho mengatakan, mangrove merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut.
- Hendrik Hermawan, aktivis lingkungan sebut masih banyak aktivitas pembuatan mangrove dari kayu bakau di lapangan. Karena itu, ia pun mendesak agar upaya penegakan hukum tidak hanya berhenti disini.
Setelah dua tahun lebih, kasus perusakan lingkungan dan penampungan arang bakau ilegal di kawasan lindung di Kelurahan Sembulang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) siap masuk persidangan. Kasus ini menyeret Ahui, selaku Direktur PT Anugerah Makmur Persada (AMP).
Penyidik Balai Penegaka Hukum Kementerian Lingkungan Hidup melimpahkan berkas kasus tahap II ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam 5 Mei 2025, berikut barang bukti, berupa dua gudang dan arang bakau sekitar 7.065 kantong, setara 185 ton.
Hari Novianto, Kepala Balai Gakkum Kehutanan Sumatera, mengatakan, perkara ini bermula dari sidak Komisi IV DPR bersama Ditjen Gakkum pada 25 Januari 2023 ke gudang arang Ahui di Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam. Dalam sidang terungkap bila lokasi gudang berada di kawasan lindung.

Tidak hanya itu. Tumpukan arang bakau capai ribuan karung itu juga diduga dari sumber-sumber ilegal. “Penyidik Gakkum Kehutanan kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan dan pulbaket hingga perkara dapat ditingkatkan ke proses penyidikan,” katanya dalam keterangan tertulisnya, 9 Mei 2025.
Berdasarkan hasil pulbaket, arang bakau dari hutan mangrove yang diolah menjadi kayu arang di dapur arang di Kepri dan Riau. Dari sana, arang bakau itu lantas dibeli dan ditampung di gudang AMP sebelum kirim ke luar negeri.
Hari mengatakan, proses hukum kasus ini terbilang panjang. Salah satunya, karena tersangka dua kali upaya hukum melalui praperadilan di PN Batam, antara 1 April 2024 dan 14 Mei 2024. “Namun upaya tersangka untuk melepaskan diri dari jerat hukum gagal. Dalam kedua sidang praperadilan hakim memutuskan menolak permohonan tersangka.”
Ahui juga terjerat Pasal Pasal 98 Ayat 1 jo Pasal 99 Ayat (1) jo Pasal 116 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), berubah jadi UU Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja jadi Undang-undang.
Selain itu, juga melanggar Pasal 87 Ayat (1) huruf c UU Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara dan paling lama 10 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar.

Dwi Januanto Nugroho, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan mengatakan, penanganan perkara ini wujud tanggung jawab dan konsistensi penegakan hukum kehutanan oleh Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menjaga ekosistem hutan mangrove lestari sesuai fungsinya.
Hendrik Hermawan, aktivis lingkungan dari Akar Bhumi Indonesia mengatakan, masuknya kasus arang bakau ini ke meja persidangan merupakan angin segar untuk penegakan hukum kerusakan lingkungan di Kepri. Mengingat , tingginya angka deforestasi dan degradasi mangrove di provinsi ini.
Organisasinya, ikut mengawal sejak awal kasus arang bakau ini. Bahkan, sidak DPR berawal dari rapat dengan pendapat umum DPR bersama Akar Bhumi yang menyoroti aktivitas arang bakau di Kepri.
“Bagi kami aktivitas ilegal ini sangat mempengaruhi kondisi ekosistem mangrove menjadi benteng alami perlindungan bagi pulau-pulau kecil,” katanya.
Sidak itu, tidak hanya menangkap pelaku penampung arang bakau juga membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan baru oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup soal pemanfaatan arang bakau agar dilakukan evaluasi.
“Sudah jelas penggunaan bakau untuk arang dilarang. Selain itu paling tidak akibat kasus ini moratorium menjadi perlindungan ekosistem mangrove di Kepri,” katanya.
Dia menilai, yang tersangka lakukan itu extraordinary crime karena berdampak panjang dan mengancam masa depan pulau berikut penduduk di dalamnya. Apalagi di Kepri ini adalah daerah pulau-pulau kecil yang bergantung kepada hutan mangrove.
Dia mendorong pemberantasan pelaku pembalakan mangrove tidak berhenti disini. Pasalnya, aktivitas pembuatan arang dari kayu bakau masih banyak berlangsung. “Sekarang ini kami masih menemukan beberapa titik pembikinan arang bakau, kami berharap segera ditangani secara hukum.”
*****