Dire Wolves yang Terkenal di ‘Game of Thrones’ Dihidupkan Kembali

4 days ago 15
  • Colossal Biosciences berhasil mengembalikan dire wolf dari kepunahan dengan mengekstraksi DNA dari fosil kuno dan merekonstruksi genomnya.
  • Dalam prosesnya, tim menggabungkan DNA dire wolf dengan genom gray wolf—kerabat terdekatnya—untuk menciptakan sel yang mampu mengekspresikan karakteristik khas dire wolf.
  • Proses kloning dilakukan dengan menanamkan inti sel yang telah dimodifikasi ke dalam sel telur donor, sehingga menghasilkan embrio yang kemudian ditransfer ke ibu pengganti untuk gestasi.

Pada tanggal 8 April 2025, perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences Inc., yang berlokasi di Dallas, Texas, Amerika Serikat, mengumumkan pencapaian signifikan dalam program de-extinction. Perusahaan ini melaporkan keberhasilan rekayasa genetika dan kelahiran tiga individu dire wolves atau serigala dire (Canis dirus), spesies yang telah punah selama lebih dari 12.000 tahun dan dikenal luas melalui serial televisi yang populer Game of Thrones. Pengumuman ini dilakukan setelah proyek tersebut dirahasiakan untuk beberapa waktu. Colossal Biosciences sebelumnya juga dikenal melalui upayanya merekayasa genetika mamut berbulu.

Jon Snow dan Dire Wolf saat masih kecil | Foto oleh HBOJon Snow dan Dire Wolf saat masih kecil | Foto oleh HBO

Tiga individu serigala dire hasil rekayasa ini lahir pada Oktober 2024 dan diberi nama Romulus, Remus, serta Khaleesi (merujuk pada tokoh fiksi di Game of Thrones). Ketiganya ditempatkan di fasilitas konservasi yang lokasinya tidak diungkapkan di Amerika Serikat. Menurut Colossal Biosciences, individu-individu ini menunjukkan sifat genetik yang sesuai dengan spesies dire wolf. Laporan menyebutkan ketiganya memiliki bulu berwarna putih dan diberi diet terdiri dari daging sapi, rusa, kuda, serta pakan formula khusus.

Deskripsi Spesies Serigala Dire

Dire Wolves atau Serigala dire (Canis dirus) merupakan spesies canid nyata yang hidup di Amerika Utara dan Selatan selama Pleistosen dan punah sekitar 12.000 tahun yang lalu. Spesies ini berbeda secara morfologis dari kerabat terdekatnya yang masih hidup, serigala abu-abu (Canis lupus). Ciri khas dire wolf purba meliputi moncong yang lebih lebar serta rahang dan tungkai yang lebih kokoh. Ukuran tubuhnya diperkirakan 25% lebih besar dibandingkan serigala abu-abu modern. George R. R. Martin, penulis seri Game of Thrones, bertindak sebagai penasihat budaya dan investor dalam proyek ini, mengakui peran historis spesies ini dalam ekosistem Amerika kuno.

Colossal Biosciences melaporkan bahwa individu jantan Romulus dan Remus (yang bersaudara) menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat, sekitar 20-25% lebih besar dibandingkan serigala abu-abu pada usia yang sama. Berat dewasa individu hasil rekayasa ini diestimasi mencapai 63,5 kg.

Baca juga: Mengapa Gajah Berbulu Perlu Dibangkitkan Kembali?

Metodologi Rekayasa Genetika dan Kloning

Proses de-extinction yang dilakukan oleh Colossal Biosciences melibatkan beberapa tahapan teknis:

  1. Ekstraksi DNA Purba: DNA diekstraksi dari sampel fosil, termasuk gigi berusia 13.000 tahun dan tengkorak berusia 72.000 tahun.
  2. Rekonstruksi dan Analisis Genom: Genom dire wolf direkonstruksi dan dianalisis. Perbandingan menunjukkan kemiripan sekitar 95% dengan genom serigala abu-abu.
  3. Penyuntingan Gen (CRISPR): Menggunakan teknologi CRISPR-Cas9, sekitar 14-15 varian gen kunci pada genom sel serigala abu-abu (sebagai donor) dimodifikasi untuk mereplikasi sekuens atau fungsi gen dire wolf yang terkait dengan sifat fenotipik spesifik.
  4. Transfer Inti Sel Somatik (SCNT): Inti sel somatik yang telah diedit secara genetik ditransfer ke dalam sel telur serigala abu-abu donor yang intinya telah dihilangkan.
  5. Gestasi Interspecies: Embrio hasil SCNT dikembangkan secara in vitro lalu ditanamkan ke dalam rahim induk pengganti (surrogat) dari spesies serigala abu-abu. Dilaporkan diperlukan 45 kali upaya transfer embrio untuk menghasilkan tiga kelahiran hidup setelah periode gestasi sekitar 65 hari.

CEO Colossal Biosciences, Ben Lamm, menyatakan dalam sebuah rilis, “Tim kami mengambil DNA… dan menghasilkan anak-anak dire wolf yang sehat… Teknologi yang cukup maju tidak dapat dibedakan dari sihir… Hari ini, tim kami mengungkap sebagian… pekerjaan mereka dan dampak luasnya bagi konservasi.” Lamm juga menambahkan mengenai potensi aplikasi teknologi tersebut, “Jika kami berhasil, kami sedang membangun teknologi yang dapat membantu perawatan kesehatan manusia dan konservasi.”

Implikasi Proyek, Skeptisisme, dan Aspek Etis

Proyek dire wolf ini dipandang sebagai kemajuan signifikan oleh Colossal Biosciences, melampaui upaya sebelumnya seperti pengembangan model tikus dengan beberapa gen mamut (“woolly mouse”). Perusahaan ini juga mengklaim keberhasilan dalam mengkloning serigala merah, spesies yang terancam kritis. Aspek budaya populer juga dimanfaatkan, seperti sesi fotografi dengan properti dari Game of Thrones yang disediakan oleh Peter Jackson.

Courtesy of Colossal Biosciences

Courtesy of Colossal Biosciences

Namun, program de-extinction Colossal (termasuk rencana untuk burung dodo dan harimau Tasmania) juga menghadapi skeptisisme dari komunitas ilmiah, khususnya para ahli paleo-genetika. Pertanyaan etis utama meliputi justifikasi manipulasi genetik skala besar pada spesies punah, potensi konsekuensi ekologis yang tidak terduga dari introduksi ulang, dan alokasi sumber daya yang signifikan dibandingkan upaya konservasi spesies yang masih ada (extant).

Baca juga: Langkah Hidupkan Kembali Burung Dodo Mendekati Kenyataan

Terdapat pula kekhawatiran mengenai kesejahteraan hewan hasil rekayasa genetika, termasuk potensi kesulitan adaptasi terhadap lingkungan modern atau kondisi penangkaran. Sebaliknya, argumen pendukung menekankan potensi manfaat teknologi ini untuk konservasi (misalnya, penyelamatan genetik spesies terancam) dan aplikasi biomedis, serta adanya tanggung jawab manusia untuk mencoba memperbaiki kerusakan ekologis masa lalu.

Colossal menyatakan bahwa teknologi yang dikembangkan dapat berkontribusi pada penanganan penyakit genetik dan restorasi keanekaragaman hayati. Hasil jangka panjang dan keseimbangan antara manfaat dan risiko dari upaya de-extinction ini masih menjadi subjek evaluasi dan diskusi ilmiah serta etis yang berkelanjutan.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|