Sistem Guna Ulang, Cara Indonesia Kurangi Sampah Plastik?

2 weeks ago 39
  • Sampah plastik masih menjadi persoalan utama di Indonesia.
  • Sistem guna ulang/refill bukan hal baru di Indonesia. Ini terlihat pada penggunaan gelas kaca untuk penjualan jamu, mangkuk dalam sajian mie tek-tek, hingga galon air minum.
  • Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, menekankan pentingnya konsep guna ulang dalam pengurangan sampah.
  • Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional 2023 menunjukkan, dari total timbulan sampah 40,1 juta ton, sebanyak 19,15 persen atau sekitar 7,6 juta ton adalah sampah plastik. Angka ini, meningkat tajam dibandingkan 20 tahun lalu, saat plastik hanya menyumbang 10-11 persen.

Sampah plastik masih menjadi persoalan utama di Indonesia.

Fitria (33), ibu rumah tangga di Desa Kesamben Kulon, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, coba mencari solusi persoalan tersebut. Kepeduliannya pada lingkungan, menguatkan niatnya membuka membuka toko refill atau guna ulang, sejak tahun lalu.

Pelanggan yang hendak membeli produk rumah tangga seperti deterjen cair, kecap, dan bumbu dapur, diwajibkan membawa wadah sendiri.

“Bila dibakar, plastik berbahaya untuk kesehatan. Kalau dikubur, butuh waktu lama terurai. Saya ingin bantu mengurangi sampah plastik dengan cara ini,” jelasnya, Jumat (21/2/2025).

Mengubah kebiasaan masyarakat bukan hal mudah. Tidak semua pelanggan antusias dengan sistem tersebut.

“Sebagian masih memilih yang praktis, beli produk kemasan. Namun, ada juga yang dengan senang hati mengumpulkan botol bekas untuk digunakan kembali.”

Fitria tetap semangat, sebab dapatkan dukungan dari komunitas Sekolah Perempuan dan organisasi lingkungan seperti Ecoton.

“Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi? Generasi mendatang berhak mendapatkan lingkungan bersih, bebas sampah plastik,” ujarnya.

Baca: Pantai Bali Penuh Sampah Plastik dan Kayu, Mengapa?

Dua orang sedang menjaring ikan di antara tumpukan sampah plastik yang mencemari dasar Sungai Brantas, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Larangan plastik sekali pakai

Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Diet Plastik mengungkapkan, masyarakat Indonesia sejatinya sudah peduli terhadap pengurangan sampah plastik. Di Indonesia, sistem guna ulang bukan hal baru. Ini terlihat pada penggunaan gelas kaca untuk penjualan jamu, mangkuk dalam sajian mie tek-tek, hingga galon air minum.

“Meski begitu, sistem ini perlu dikembangkan, agar lebih relevan dengan kebutuhan industri moderen dan masyarakat,” jelasnya baru-baru ini.

Tiza jelaskan, lebih dari 100 pemerintah daerah di Indonesia telah mengambil langkah progresif dengan menyusun peraturan pelarangan beberapa jenis plastik sekali pakai. Sebut saja, kantong kresek, sedotan, dan wadah kemasan berbahan foam.

Seekor burung merpati mencari makan di tumpukan sampah plastik yang mencemari pesisir Cilincing, Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Namun, tantangan besarnya adalah pengemasan produk tanpa plastik sekali pakai. Untuk itu,  solusinya terletak pada prinsip 3R: Reduce, Reuse, dan Recycle, dengan pemanfaatan kembali setelah pengurangan sampah.

“Konsep ini sesuai Undang-undang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.”

Peta jalan guna ulang tersebut, juga dirancang untuk mengatasi tantangan dalam penerapan reuce, termasuk familiarisasi masyarakat dengan sistem guna ulang.

“Selain mencegah sampah, langkah ini juga diharapkan dapat memengaruhi sistem rantai pasok barang,” ucapnya.

Baca: Dampak Mengerikan Sampah Plastik: Ekosistem Hancur, Manusia Terancam

Warga duduk di tumpukan sampah impor yang ditimbun di halaman rumah di wilayah Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Prinsip guna ulang

Vinda Damayanti, Direktur Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 dan Non B3, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, menekankan pentingnya konsep guna ulang dalam pengurangan sampah. Hal ini, sebagaimana Permen LH No.75 Tahun 2019.

Guna ulang, posisinya lebih tinggi dibandingkan daur ulang dalam penerapan ekonomi sirkuler.

“Ini langkah inovatif mengatasi persoalan sampah, khususnya plastik,” terangnya, pada diskusi Solusi Guna Ulang dan Rancangan Peta Jalan Pengurangan Sampah” di Jakarta, Rabu (15/1/2025).

Guna ulang, sejalan dengan target pembangunan 2025-2045 dan menjadi elemen strategis dokumen Internationally Legally Binding Instrument on Plastic Pollution yang sedang dinegosiasikan di tingkat global.

“Sampah plastik kemasan, jadi masalah besar di Indonesia.”

Refill Store atau Toko Guna Ulang ini dikelola oleh Ecoton. Foto: Dok. Ecoton

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional 2023 menunjukkan, dari total timbulan sampah  40,1 juta ton, sebanyak 19,15 persen atau sekitar 7,6 juta ton adalah sampah plastik. Angka ini, dijelaskan Vinda, meningkat tajam dibandingkan 20 tahun lalu, saat plastik hanya menyumbang 10-11 persen.

“Sebagian besar masih ditimbun di tempat pembuangan akhir (TPA) atau dibakar terbuka yang mencemari lingkungan.”

Bahkan, jenis Polyethylene Terephthalate, yang memiliki tingkat daur ulang tinggi, menyumbang 15,4 persen dari total sampah plastik.

“Studi sistem guna ulang dan rancangan peta jalan pengurangan sampah melalui pemanfaatan kembali oleh produsen, harus dilakukan sebagai solusi permasalahan ini,” tegasnya.

Selamat Hari Peduli Sampah Nasional 2025.

Sampah Plastik dan Perubahan Iklim, Seperti Apa?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|