Seperti Orangutan, Primata Ini juga Penebar Benih yang Gigih

1 week ago 26
  • Siamang atau owa, namanya kalah tenar dibanding orangutan, meski urusan menebar benh di hutan primata ini terkenal gigih.
  • Benih yang ditebar siamang dilakukan dengan cara endozoochory [dibuang melalui feses], yang memungkinkan memungkinkan biji tersebut tidak hanya jatuh di sekitar pohon induk, namun juga tersebar ke wilayah teritori siamang melalui pergerakannya.
  • Siamang juga mampu beradaptasi dan menebar biji tanaman di lanskap yang terdegradasi, menurut sebuah penelitian di Taman Nasional Kerinci Seblat. Tingginya kerapatan semai mencapai 13.333 semai per hektar, yang berasal dari jenis pakan siamang.
  • Satu keunggulan siamang adalah kemampuan adaptasi mereka terhadap berbagai tipe hutan. Mereka memanfaatkan seluruh lapisan kanopi hutan, terutama pohon-pohon tinggi untuk tempat beristirahat dan tidur.

Siamang atau owa, namanya kalah tenar dibanding orangutan, kerabat dekatnya yang sejak lama mendapat perhatian nasional maupun internasional. Padahal, bicara urusan menebar benih, primata ini terkenal gigih.

Spesies tanpa ekor ini memiliki rentang tangan hampir dua kali panjang tubuhnya. Bahunya kuat, panjang serta ramping, yang mempermudah berayun di kanopi hutan. Dengan berat mencapai 10-12 kilogram pada jantan dewasa, siamang adalah spesies terbesar dari keluarga Hylobatidae.

Berdasarkan penelitian Atmanto dan kolega [2014], yang melakukan pengamatan terhadap satu kelompok siamang di Taman Nasional Way Kambas [TNWK], Lampung, dari 37 sampel kotoran siamang, 30 sampel merupakan biji dan 7 sampel berupa daun.

Dari 30 sampel itu, 7 sampel merupakan biji ara [Ficus sp.]. Sementara, dari 23 sampel, sekitar 6 sampel merupakan biji aseman [Polygonum chinense], deluak [Grewia paniculata], gandaria [Bouea macrophylla], kenaren [Dacryodes rostrata], pelangas [Aporosa aurita], dan sapen [Aplaia palembanica].

“Pola pemencaran biji yang dilakukan siamang secara endozoochory, yaitu tidak menghancurkan biji sehingga memungkinkan biji tersebar jauh dari pohon induk,” jelas para peneliti.

Endozoochory adalah penyebaran biji melalui buah-buahan yang dimakan hewan, kemudian dibuang melalui feses. Khusus siamang, jarak pemencaran bijinya berkisar antara 0-385 meter.

Penelitian yang sama menjelaskan, pola ini memungkinkan benih tersebar ke wilayah teritori siamang melalui pergerakannya.

“Ini membuktikan, siamang mampu berperan sebagai agen pemencar biji pada habitatnya.”

Baca: Siamang, Owa Besar Sumatera yang Terlupakan oleh Dunia

Owa jenis Hylobates lar ini masih terlihat di hutan Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Kemampuan siamang menebar benih diperkuat juga oleh penelitian ADYN dan kolega [2022], yang melakukan pengamatan enam minggu pada dua kelompok siamang di bagian selatan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], Lampung.

Hasilnya, dari 144 kejadian, 93 persen terjadi melalui feses [endozoochory], sedangkan 7 persen diludahkan [synzoochory]. Jumlah biji yang ditemukan pada masing-masing kelompok siamang mencapai 13.831 biji pada kelompok G, dan 11.618 biji pada kelompok S.

Selain itu, kelompok siamang S tercatat mengonsumsi 20 spesies buah, namun hanya 16 yang ditemukan pada sampel feses. Sedangkan pada kelompok G, ditemukan 16 spesies buah, tetapi hanya 13 spesies biji yang ditemukan dalam feses.

Para peneliti juga melakukan uji perkecambahan dengan cara menanam biji. Hasilnya, dari 542 biji feses pada kelompok G yang ditanam, tercatat 33 persen mampu berkecambah, sedangkan keberhasilan perkecambahan biji feses kelompok S adalah 23 persen dari 912 biji yang ditanam.

Sebagai informasi, ada banyak hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kecambah di hutan. Hal ini termasuk suhu, cahaya, dan kelembaban. Namun, yang diperhatikan oleh peneliti adalah pentingnya keberadaan agen penebar sekunder dalam menentukan nasib biji endozoochory, yaitu kumbang kotoran [Scarabaeidae spp.].

Dijelaskan panelitian tersebut, segera setelah siamang buang air besar, kumbang kotoran akan datang dan mengumpulkan feses tersebut. Kumbang ini dikenal karena perilakunya yang khas, yaitu mengubah feses berisi biji menjadi bola, menggulirkannya ke tempat lain, dan menguburnya di tanah. Perilaku ini terbukti efektif melindungi biji dari predator dan meningkatkan kemungkinan biji tersebut tumbuh menjadi tanaman muda.

Baca: Unik, Owa Ternyata Pandai Menari

Di hutan, owa jenis serundung ini tidak membuat sarang. Setiap hari ia berpindah pohon. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Penebar benih yang gigih

Satu keunggulan siamang adalah kemampuan adaptasi mereka terhadap berbagai tipe hutan. Mereka memanfaatkan seluruh lapisan kanopi hutan, terutama pohon-pohon tinggi untuk tempat beristirahat dan tidur. Meskipun lebih jarang ditemukan di hutan sekunder, siamang mampu beradaptasi dan bertahan hidup di sana. Hal ini membuktikan, siamang adalah agen penebar benih yang gigih, sekalipun di wilayah yang sudah terdegradasi.

Menurut penelitian ADYN dan kolega [2022], dari dua kelompok siamang yang diamati, wilayah jelajah kelompok pertama mencapai 24,6 hektar, yang sekitar 10 persen mencakup area pascakebakaran. Sedangkan kelompok kedua adalah 23,4 hektar, dan 74 persen merupakan area pascakebakaran.

Atmanto dan kolega [2014] menegaskan, pergerakan siamang pada ruang jelajah, secara tidak langsung menebarkan biji yang ada pada sistem pencernaannya.

“Biji akan terpencar jauh dari pohon induk karena terbawa pergerakan siamang. Jika ketersediaan buah melimpah, siamang hanya berada di sekitar sumber pakan. Ketika persediaan buah menipis, siamang akan bergerak ke wilayah teritorinya untuk mencari buah-buahan.”

Bismark dan kolega [2019] yang melakukan penelitian pada kelompok siamang di habitat terdegradasi di Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS] menyatakan, siamang dikawasan tersebut berperan penting dalam menebar benih di kawasan terdegradasi.

“Tingginya kerapat semai [13.333 semai per hektar] untuk 11 jenis pohon mengindikasikan bahwa semai tersebut berasal dari biji buah yang dimakan siamang, yang disebarkan melalui feses,” tulis penelitian tersebut.

Baca: Owa, Primata Dilindungi Ini Ada Saja yang Pelihara!

Hylobates muelleri [kelempiau]. Foto: Wikimedia Commons/Greg Hume/Atribusi Berbagi 3.0

Para peneliti juga menyarankan untuk mempertahankan sejumlah kawasan hutan dalam bentuk kebun agroforestri yang berfungsi sebagai “jembatan” sekaligus perluasan habitat siamang yang sudah terfragmentasi.

Kegigihan siamang bertahan di lanskap terdegradasi, juga didukung fleksibilitasi pilihan pakan mereka di alam. Mereka memang lebih menyukai buah, tetapi dapat beralih ke daun jika diperlukan.

“Fleksibilitas semacam itu dapat membantu mengurangi kerentanan siamang terhadap gangguan habitat,” menurut penelitian O’Brien dan kolega [2003].

Baca: Cara Unik Masyarakat Pulau Bangka Menjaga Kelestarian Satwa Liar

Owa jawa [Hylobates moloch] ini berada di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, The Aspinal Foundation Indonesia di Patuha, Ciwidey, Bandung, Jawa barat. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Siamang terancam di habitatnya

Ada beberapa jenis siamang di Pulau Sumatera, yaitu Hylobates agilis [ungko], Hylobates lar [serudung], dan Symphalangus syndactylus [siamang], dan Hylobates klosii [bilou].

Habitat siamang tersebar di sebagian besar Pulau Sumatera, mulai dari wilayah Sumatera Utara, dan selatan Danau Toba hingga Bukit Barisan Selatan, juga di Pulau Mentawai, Sumatera Barat. Mereka beada dari dataran rendah hingga ketinggian 2.000 meter. Tapi, Siamang jarang ditemukan di habitat hutan rawa.

Mengutip IUCN, siamang menghadapi bahaya besar akibat perubahan fungsi hutan, penambangan, pembukaan jalan, perambahan, dan perburuan liar. Aktivitas tersebut, berdampak buruk pada populasi siamang.

“Antara 1985 dan 2007 di Sumatera, lebih dari 40% habitat spesies ini hilang akibat kebakaran, penebangan, pembangunan jalan dan alih fungsi menjadi pertanian atau perkebunan [Laumonier dan kolega, 2010],” dikutip dari IUCN.

Global Forest Watch mengungkapkan, laju kehilangan hutan di Sumatera telah meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir. Dengan kecepatan deforestasi seperti ini, diprediksi bahwa hampir 60 persen habitat hutan yang sesuai siamang di Sumatera, akan musnah pada 2050.

Degradasi habitat yang parah, menyebabkan siamang tidak jarang terlihat di pasar satwa liar di Indonesia, lahan perkebunan warga, atau bahkan di lahan pertambangan.

Baru-baru ini, dua individu siamang viral karena muncul di sekitar lokasi tambang. Dari video singkat yang diunggah akun selebgramtambang, terlihat sesorang yang diduga pekerja tambang, memberikan buah jeruk kepada seekor siamang yang langsung mengambil buah tersebut, lalu menjauh dan menyantap buah tersebut.

Baca juga: Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia

Owa ungko [Hylobates agilis] di PPS Alobi Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Siamang merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan telah dipisah.

Siamang juga tergolong satwa Apendiks 1 dalam Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka Flora dan Fauna Liar [CITES], yang berarti spesies ini sudah sangat sedikit di alam sehingga perdagangannya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.

Siamang, oleh IUCN dianggap terancam berdasarkan pengurangan populasi di masa lalu dan yang diproyeksikan setidaknya 50 persen selama tiga generasi [45 tahun; 2004-2048]. Sehingga, konservasi siamang sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan Sumatera.

“Jika laju hilangnya hutan terus meningkat, status spesies ini dapat dengan mudah menjadi kritis, sehingga pemantauan ketat sangat penting,” dikutip dari IUCN.

Referensi:

ADYN, M. F., SIBARANI, M. C., UTOYO, L. U., SURYA, R. A., & SEDAYU, A. (2022). Role of siamang (Symphalangus syndactylus) as seed dispersal agent in a Sumatran lowland tropical forest. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 23(4). https://doi.org/https://doi.org/10.13057/biodiv/d230445

Atmanto, A. D., Dewi, B. S., & Nurcahyani, N. (2014). Peran Siamang (Hylobates Syndactylus) Sebagai Pemencar Biji Di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 2(1), 49–58.

Bismark, M., Iskandar, S., Sawitri, R., Heriyanto, N. M., & Yulaeka, Y. (2019). Habitat Siamang (Symphalangus syndactylus, raffles 1821) di kawasan Terdegradasi Taman Nasional Kerinci Seblat, Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 16(2), 133–145.

O’Brien, T. G., Kinnaird, M. F., Nurcahyo, A., Prasetyaningrum, M., & Iqbal, M. (2003). Fire, demography and the persistence of siamang (Symphalangus syndactylus: Hylobatidae) in a Sumatran rainforest. Animal Conservation, 6(2), 115–121.

Foto: Hidup Owa Memang Seharusnya di Hutan

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|