- Setiap tahun para ilmuwan yang bekerja di Kew Royal Botanic Garden (RBG), bersama mitra kerja memilih 10 tumbuhan dan jamur yang difavoritkan. Tahun lalu, mereka berhasil mendeskripsikan dan memberi nama sekitar 149 tanaman dan 23 jamur dari seluruh dunia.
- Tahun 2024, beberapa jenis tanaman dari Indonesia masuk daftar yang difavoritkan para ilmuwan. Spesies yang terpilih adalah rotan hantu dari Kalimantan, dan lima jenis anggrek dari beberapa pulau di Indonesia.
- Rotan hantu pertama kali dikumpulkan pada 1932 yang diambil dari Kalimantan Barat, Indonesia. Beberapa puluh tahun kemudian spesimen baru didapat dari Sarawak, Malaysia, selain tambahan lagi dari Kalimantan Barat.
- Menariknya, spesimen tanaman ini telah tersimpan sebagai koleksi herbarium selama 90 tahun. Selama itu pula spesies ini tidak dikenal dan belum memiliki nama pasti.
Setiap tahun para ilmuwan yang bekerja di Kew Royal Botanic Garden (RBG), bersama mitra kerja memilih 10 tumbuhan dan jamur yang difavoritkan. Tahun lalu, mereka berhasil mendeskripsikan dan memberi nama sekitar 149 tanaman dan 23 jamur dari seluruh dunia.
Tahun 2024, beberapa jenis tanaman dari Indonesia masuk daftar yang difavoritkan para ilmuwan. Spesies yang terpilih adalah rotan hantu dari Kalimantan, dan lima jenis anggrek dari beberapa pulau di Indonesia.
Upaya ini sangat penting, mengingat beberapa spesies yang baru dideskripsikan berada di ambang kepunahan. Tahun sebelumnya, para ilmuwan telah memperingatkan bahwa tiga dari empat spesies tumbuhan yang belum dideskripsikan, kondisnya terancam punah.
“Keistimewaan mendeskripsikan spesies dalam sains adalah sensasi yang tidak dialami banyak orang,” kata Martin Cheek, peneliti senior dan ketua tim Kew RBG untuk wilayah Afrika, dikutip dari pernyataan lembaga itu untuk media. “Sayangnya, kegembiraan ini semakin dibayangi banyaknya ancaman yang dihadapi tanaman sebagai dampak langsung aktivitas manusia.”
Atas dasar itu, para ilmuwan Kew mengusulkan agar semua spesies yang baru dideskripsikan diperlakukan seolah-olah terancam.
Cheek menambahkan lagi, kenyataan bahwa lebih banyak spesies baru yang berada diambang kepunahan, membuat kerja penemuan spesies baru dan mendeskripsikanya seperti perlombaan melawan waktu.
Baca: Cerita Penganyam Bidai Rotan dari Jagoi Babang
Rotan Hantu
Orang lokal menyebutnya wi mukoup atau wee mukup, mengutip Kew. Orang Kalimantan memanfaatkan rotan jenis ini untuk bahan membuat keranjang dan wadah pangan. Meski pengetahuan tentang rotan hantu telah diwariskan dari generasi ke generasi, namun baru dideskripsikan secara ilmiah tahun lalu.
Menariknya, spesimen tanaman ini telah tersimpan sebagai koleksi herbarium selama 90 tahun. Selama itu pula spesies ini tidak dikenal dan belum memiliki nama pasti.
Rotan hantu pertama kali dikumpulkan pada 1932 yang diambil dari Kalimantan Barat, Indonesia. Beberapa puluh tahun kemudian spesimen baru didapat dari Sarawak, Malaysia, selain tambahan lagi dari Kalimantan Barat.
Agar bisa menggambarkan dengan tepat spesies ini, para ilmuwan perlu memastikan keberadaan buah dan bunga. Namun, keduanya belum diperoleh. Meski demikian, penampilan spesies ini sangat khas. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau mengkilap, sementara bagian bahwa berwarna putih kapur.
“Untuk mencerminkan sifat spesies yang sulit dipahami dan daunnya yang tidak berwarna (putih), kami memilih julukan hantu, terjemahan dari ghost,” tulis Benedikt G Kuhnhauser, dari Kew RBG mewakili timnya, dalam laporan untuk penamaan tanaman ini.
Akhirnya, tumbuhan itu pun punya nama resmi Plectocomiopsis hantu. Dimasukkan dalam Genus Plectocomiopsis karena memiliki ciri-ciri pelepah daunnya memanjang sempurna. Selain itu, tidak memiliki tonjolan seperti lutut yang terletak di bawah tangkai daun.
Secara keseluruhan, tumbuhan merambat ini ditemukan di empat lokasi di Pulau Kalimantan. Di Indonesia, rotan hantu ditemukan di Taman Nasional Betung Kerihun dan Kuala Cupang, Sanggau. Sementara di Sarawak ditemukan di Suaka Margasatwa Lanjak Entimau dan dekat Taman Nasional Batang Ai.
Rotan adalah tanaman sejenis palem yang sebagian besar tumbuh menjalar atau memanjat. Panjang batangnya yang lentur bisa mencapai sekitar 175 cm, dengan diameter batang mencapai 7 cm, tergantung jenisnya. Selain dimanfaatkan sebagai bahan mebel dan anyaman, akar dan buahnya merupakan bahan obat. Sementara daunnya untuk pewarna dan bungkus rokok.
Baca: Rotan yang Perlahan Menghilang di Sumatera Selatan
Aneka Anggrek
Para ilmuwan juga memilih lima anggrek baru dari Indonesia sebagai pilihan favorit mereka. Satu spesies dari Pulau Sumatera, yaitu Coelogyne albomarginata, dan satu spesies dari pulau Seram, Maluku, yaitu Coelogyne spinefera. Sementara tiga lainnya dari Papua, yaitu Dendrobium cokrokagoroi, Dendrobium wanmae, dan Mediocalcar gemma-coronae.
Kelima spesies anggrek itu memiliki keunikan. Misalnya, Coelogyne albomarginata memiliki sepal dan petal putih kekuningan. Sementara bibir bagian dalam berwarna cokelat dengan garis tepi putih.
Coelogyne spinefera memiliki sepal dan petal berwarna putih, sementara bibir bagian dalam berwarna oranye kemerahan. Bunga muncul pada tangkai yang mirip sirip ikan yang melingkar dan membentuk seperti kipas.
Dendrobium cokrokagoroi dominan berwarna putih, baik warna sepal maupun petalnya yang berbentuk segitiga. Sementara ujung luar bibir bunga putih dan bagian dalam merah keunguan.
Dendrobium wanmae bunganya gerombol dengan sepal dan petal berwarna putih kehijauan. Bibir bagian dalam berwarna oranye kemerahan.
Mediocalcar gemma-coronae bunganya, baik sepal maupun petal berwarna kuning. Tangkai bunga kuning kehijauan.
Baca juga: Umbut Rotan yang Enak Dimakan
Mengutip situs BRIN, dua hotspot untuk keragaman anggrek di dunia ada di kawasan tropis Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Sementara Indonesia, menempati urutan pertama di dunia untuk jumlah keragaman spesies. Diperkirakan, jumlahnya sekitar 4.100 hingga 4.200 spesies.
Menurut Destario Metusala, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), berdasarkan Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) per Agustus 2024, baru 230 spesies yang telah dievaluasi status konservasinya.
“Sebanyak 19 spesies anggrek di Indonesia dan 275 spesies anggrek di dunia masuk kategori Kritis (Critically Endangered/CR), sedangkan 18 spesies di Indonesia dan 497 spesies di dunia berstatus Genting (Endangered/EN). Sementara, 10 spesies anggrek Indonesia berkategori Rentan (Vulnerable),” terangnya.
Foto-foto Spesies Baru yang Menakjubkan Sepanjang Tahun 2024