- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana merevitalisasi tambak di Pesisir Utara Jawa yang selama ini ‘mangkrak (idle). Tahap awal, akan revitalisasi sekitar 13.000 hektar tambak dari total 78.000 hektar.
- Awal 2024, KKP uji coba mengubah tambak mati menjadi produktif lagi. Lokasi pertama uji coba, di Karawang, Jawa Barat dengan menggunakan lahan tambak seluas 80 hektar.
- Sejumlah hambatan terkait program ini, seperti persoalan sampah yang memenuhi pesisir Pantura Jawa. Juga sebagian besar tambak kelola tradisional, tanpa instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) dan tandon. Persoalan lain, abrasi dan pendangkalan pantai khawatir bisa menghambat proses revitalisasi.
- Uji coba dengan memilih nila salin. Pemilihan itu berdasarkan beberapa pertimbangan bahwa ikan ini memiliki keunggulan, terutama nilai ekonomi tinggi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana merevitalisasi tambak di Pesisir Utara Jawa yang selama ini ‘mangkrak (idle). Tahap awal, akan revitalisasi sekitar 13.000 hektar tambak dari total 78.000 hektar.
Tb. Haeru Rahayu, Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Tb. mengatakan, 78.000 tambak tersebar di 48 kabupaten/kota pada empat provinsi. “Harapannya, 2029 revitalisasi keseluruhan bisa selesai. Tahun ini kami rencanakan 13.000 dulu,” katanya.
Dia bilang, sejumlah hambatan terkait program ini, seperti persoalan sampah yang memenuhi pesisir Pantura Jawa. Juga sebagian besar tambak kelola tradisional, tanpa instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) dan tandon. Persoalan lain, abrasi dan pendangkalan pantai khawatir bisa menghambat proses revitalisasi.
Haeru mengatakan, akan melibatkan para pemangku kepentingan di provinsi dan kabupaten/kota untuk mensukseskan program ini. Termasuk penyediaan lahan yang clean and clear.
KKP juga menggandeng perguruan tinggi guna menyediakan teknologinya. Mulai teknologi penyediaan unggul, dan pakan ikan berkualitas serta ramah lingkungan. “Juga kajian sosial ekonomi di masyarakat tambak Pantura Jawa.”
Setelah revitalisasi, kemudian produksi dengan fokus pada komoditas bernilai ekonomi tinggi, seperti ikan nila salin, salah satu primadona ekspor dan bisa mendongkrak devisa.
Merujuk data Future Market Insight yang terbit 2024, proyeksi nilai pasar nila dunia pada 2024 mencapai US$14,46 miliar. Proyeksi terjadi peningkatan nilai 59% pada 2034 jadi US$23,02 miliar dengan pertumbuhan per tahun (CAGR) 4,8%.
Indonesia tercatat sebagai eksportir tilapia terbesar kelima dunia, sebagaimana data International Trade Center (ITC) Trademap 2024. Indonesia di bawah Amerika Serikat (AS), China, Kolumbia, dan Honduras.
Sebagai bagian dari tilapia, nila salin terpilih karena potensi pasar yang luas. Budidaya ikan ini bisa di air payau dengan nilai salinitas sampai 20 bagian per seribu (ppt).
Selain itu, masa tumbuh nila salin juga relatif cepat dan tahan penyakit, proses budi daya lebih mudah, serta menghasilkan limbah minim. “Pasar domestik dan ekspor juga terbuka luas.”
Sakti Wahyu Trenggono, Menteri KKP, menjelaskan, revitalisasi tambak mangkrak jadi wujud implementasi program ekonomi biru kementeriannya. Program ini untuk membangun sektor kelautan dan perikanan berkelanjutan.
Dia yakin, program ini akan menyerap banyak tenaga kerja kalau berhasil. Juga mendongkrak produksi perikanan guna mendukung kedaulatan pangan.
Uji coba revitalisasi mulai awal 2024 di tambak Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) seluas 80 hektar di Karawang. Proyek ini menggunakan modeling budi daya fokus nila salin.
Tambak percontohan di Karawang lama tidak aktif, setelah sebelumnya untuk udang. Saat aktif lagi, tambak untuk tilapia.
Selain kolam produksi, terdapat fasilitas lain sepert IPAL, inlet outlet, tandon, sampai laboratorium. Pengelolaan juga menerapkan teknologi terkini, seperti penggunaan mesin pakan otomatis. Total ada empat tambak beroperasi.
Perkiraan produktivitas modeling budi daya nila salin Karawang sekitar 7.020 ton per siklus, dengan berat ikan saat panen mencapai satu kilogram per ekor. Satu siklus memakan waktu 8-9 bulan.
Sakti katakan, keberhasilan produksi di Karawang akan jadi duplikasi di tambak lain dengan karakter sama. “Ini saya kira bisa modifikasi, revitalisasi.”
Sunarso, Direktur Utama BRI memberikan penilaian tentang produksi nila salin pada tambak non aktif seperti di Karawang. Menurut dia, produksi nila salin berpotensi ekonomi besar dan bisa jadi peluang bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menenngah (UMKM) perikanan.
Dia contohkan, dengan lahan 80 hektar, net profit bisa Rp38 miliar. Perhitungan ini menegaskan, peluang ekonomi sangat terbuka bagi para pelaku UMKM untuk pelihara nila salin.
“Kami itung-itung 3-4 siklus sudah balik modal. Ini nanti modeling kalau selesai, cocok pelakunya adalah pembudi daya dan itu cocok untuk BRI, karena BRI kan fokus ke UMKM.”
Pasar ekspor
Maftuch, Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan (FP2TPK) Indonesia mendukung revitalisasi tambak mangrak KKP ini. Dia mendorong riset agar budidaya bisa berkelanjutan.
Menurut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya, Jawa Timur itu, revitalisasi tambak mati sebagai ide menarik untuk meningkatkan sejahteraan pembudi daya.
“Prorgam ini diharapkan bisa meningkatkan produksi nila salin di Pantura Jawa untuk memenuhi permintaan pasar ekspor.”
Indonesia, katanya, produsen tilapia terbesar kedua dunia setelah Tiongkok. Indonesia berkontribusi 1,38 juta ton dalam setahun atau 21% dari produksi global mencapai 6,5 juta ton per tahun.
Sejak 2017-2013, pertumbuhan ekspor tilapia juga meningkat hingga 7%. Sayangnya, peningkatan itu tak bisa mengangkat Indonesia di peringkat negara eksportir di posisi empat.
M Zulficar Mochtar, CEO Ocean Solution Indonesia (OSI) mengatakan, inisiatif merevitalisasi tambak idle bukanlah hal mudah. Perlu keseriusan, perencanaan matang, kesiapan optimal, dan strategi rantai nilai (value chain) agar berhasil.
Menurut dia, sumber pangan dari perikanan budi daya menarik dan sangat potensial. Di balik itu, harus lewati banyak tantangan.
“Perlu dibarengi kesiapan matang dari berbagai sisi, agar dapat menjadi sukses. Jika tidak, bisa jadi kisah kegagalan baru pemerintah,” katanya.
Irma Minarti HRP, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Air Payau Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya KKP menyebut, program ini akan menyasar tambak-tambak dengan produktivitas rendah, tidak memiliki IPAL, dan idle. Sebagian milik masyarakat, sebagian pemerintah.
KKP akan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawal peogram ini. Tujuannya, agar kegiatan bisa berjalan baik dan tetap dalam koridor yang benar.
Suhana, Pakar Sosial dan Ekonomi Perikanan dari Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta mengatakan, pasar luar Indonesia minati nila. Sebaliknya, di pasar domestik, nila justru kurang peminat.
Padahal, pasar dalam negeri berpotensi berkontribusi besar menyerap produksi nila. Namun, katanya, perlu dukungan Pemerintah untuk meningkatkan sebaran hasil panen nila di masa mendatang.
“Pengeluaran masyarakat per kapita untuk nila per minggu hanya Rp3.302, atau kurang dari satu kilogram, itupun tertinggi ada di Kalimantan Tengah,” katanya.
*******