- Buntut pagar laut Tangeramg lanjut ke proses hukum. Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim Polri) menetapkan empat tersangka kasus pemalsuan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di perairan yang ada pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
- Polisi sudah menahan empat tersangka. Berbagai kalangan mendesak, polisi jerat kasus pagar laut sampai tuntas, tak hanya empat orang tersangka dan proses hukum pun transparan.
- Susan Herawati Romica, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, para tersangka ini, hanya pihak di level paling bawah. Usut siapa yang melakukan dan memberikan modal untuk melakukan pemagaran.
- Brigjen Djuhandani Raharjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri mengatakan, penyidik menjamin akan mengembangkan keterkaitannya dengan perkara lain. Dia memastikan, penyelesaian kasus ini, bakal profesional dan transparan.
Buntut pagar laut lanjut ke proses hukum. Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim Polri) menetapkan empat tersangka kasus pemalsuan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di perairan yang ada pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten. Polisi sudah menahan mereka. Berbagai kalangan mendesak, polisi jerat kasus pagar laut sampai tuntas dan proses transparan.
Kempatnya, yakni Arsin selaku Kepala Desa Kohod, Ujang Karta (Sekretaris Desa Kohod), serta dua orang yang mendapat kuasa, Candra dan Septian. Candra dan Septian juga bekerja di media lokal Banten.
Brigjen Djuhandani Raharjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri mengatakan, penetapan tersangka Arsin CS ini sesuai hasil penyelidikan dan pengumpulan alat bukti.
Jenderal bintang satu ini bilang, para tersangka atas dugaan memalsukan beberapa surat untuk menerbitkan SHM dan SHGB.
Surat itu yakni girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah. Lalu, surat keterangan pernyataan kesaksian hingga surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Kohod.
Djuhandani bilang, pemalsuan surat itu oleh Arsin dan Ujang dalam rentan waktu satu tahun.
“Dokumen lain yang dibuat Kades dan Sekdes sejak Desember 2023 sampai November 2024,” katanya saat konferensi pers di Jakarta, awal Februari lalu.
Dia mengatakan, polisi sudah menahan Arsin Cs setelah pemanggilan dan interogasi 24 Februari 2024. Setelah penahanan, katanya, penyidik segera melengkapi berkas dan menyerahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau P21.
Penahanan ini, katanya, untuk memastikan Arsin Cs tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Sebab, penyidik masih berusaha mencari barang bukti, terutama untuk pengembangan kasus.
“Kita takutnya mengulangi perbuatan dengan berbagai kewenangan yang dia miliki. Itu alasan kami.”
Djuhandani bilang, penyidik menjamin akan mengembangkan keterkaitannya dengan perkara lain. Penyelesaian kasus ini, katanya, bakal profesional dan transparan.
“Kita tetap terus melaksanakan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh publik yaitu penanganan sampai tuntas,” katanya.
Kata Djuhandani, proses pemalsuan sertifikat ini berlangsung lama dan lalui banyak tahapan. Proses hukum pada kasus ini pun, katanya, akan panjang.
“Step by step kami berharap kita bisa melaksanakan penyidikan, sehingga benar-benar semua bisa terjangkau oleh hukum.”
Sebelumnya KATR/BPN juga memberikan sanksi terhadap delapan orang pejabat dan satu Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KSJB) terkait kasus pemalsuan sertifikat tanah.
Sedangkan soal peluang pemidanaan mereka, Djuhandani bilang dalam proses pengembangan.
Dia bilang, tindak pidana ini secara bersama-sama tetapi sementara, penyidik menetapkan tersangka dan menahan Arsin Cs terlebih dahulu. Dari mereka nanti, katanya, akan ada pengembangan kasus.
“Pasti itu, karena tidak berdiri sendiri.”
Satu sisi, ratusan sertifikat yang terbit itu atas nama perusahaan. Djuhandani bilang, akan memeriksa para pihak termasuk bukti-bukti yang mereka dapatkan.
“Kita masih mengonfirmasi tentang SHGB, tapi sementara ini kita pada proses pemalsuannya.”
Sedang KATR/BPN sudah membatalkan 209 sertifikat tak sah di Desa Kohod. Sebanyak 58 sertifikat tak dicabut dengan alasan obyek tanah berada dalam garis pantai. Ada 13 sertifikat dalam proses pengkajian, karena tanah sebagian di garis pantai, sebagian di luar garis pantai.
Untuk pemasangan pagar laut menjadi kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“KKP sudah melaksanakan penyidikan, kami berawal dari ditemukannya SHGB dan SHM,” katanya.
Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) masih dalam proses pengembangan. Untuk saat ini, penyidik fokus dalam temuan pemalsuan sertifikat di atas laut itu.

Bagaimana modusnya?
Mereka membuat warga Desa Kohod seolah-olah sebagai pemohon yang mengajukan permohonan pengukuran kepada Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KSJB) Raden Muhammad Lukman Fauzi Parkesit. Kemudian, mengajukan permohonan hak atas tanah ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang dengan surat-surat yang mereka palsukan sebelumnya.
“Hingga terbitlah 263 SHM atas nama warga Kohod,” katanya.
Motif para tersangka karena faktor ekonomi tetapi dia belum dapat mengungkapkan jumlah keuntungan mereka dalam kasus ini, karena masih pengembangan.
Dalam interogasi penyidik, keempat tersangka saling melempar kesalahan satu sama lain. Penyidik pun menyimpulkan, uang hasil tindak kejahatan ini berputar-putar di antara mereka.
“Kami sudah bisa menyimpulkan kira-kira dari mereka itulah yang berusaha mencari keuntungan dari permasalahan ini,” katanya.
Arsin melalui kuasa hukumnya, Yunihar menyatakan menerima keputusan polisi. Yunihar memastikan, Arsin secara objektif dan transparan dalam menjalani proses hukum.
“Tentunya beliau menerima. Hal lain yang berkaitan dengan hak-hak beliau diatur oleh Undang-undang, tentu itu akan dipertimbangkan untuk proses-proses berikutnya,” katanya.
Sedang Arsin minta maaf atas situasi di Desa Kohod. Dia mengatakan kalau dirinya juga korban
“Saya juga adalah korban! dari perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain,”katanya saat konferensi pers di Desa Kohod, 2 Februari lalu.
Arsin bilang, pelanggaran hukum itu terjadi karena kurang pengetahuan dan kehati-hatian. Kasus ini pun akan menjadi evaluasi bagi pelayanan publik pemerintahan Desa Kohod.
“Evaluasi agar hal-hal buruk dalam pelayanan masyarakat Desa Kohod tidak terulang lagi.”

Kejagung kawal kasus
Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) berkomitmen turut mengawal kasus ini. Kejagung menyerahkan sepenuhnya penyelidikan dan pengungkapan soal pemalsuan penerbitan sertifikat itu kepada kepolisian.
Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung mengatakan, meski menyerahkan kasusnya pada polisi, mereka bukan berarti lepas tanggung jawab. Justru, Kejagung menunggu pelimpahan surat pemberitahuan mulai penyidikan (SPDP) dari Polri.
Kejagung, katanya, akan bertindak ketika polisi berhasil membuktikan tindak pidana itu. Dari sana, katanya, akan tahu motifnya. Ketika ada dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) seperti suap dan gratifikasi, Kejagung akan langsung bertindak.
“Itu yang harus berproses untuk masuk ke tindak pidana tipikor-nya. Kalau benar ada pemalsuan, apa motif pemalsuan itu? Itu harus dicari. Apakah karena suap atau gratifikasi?” kata Harli di Kejagung, 18 Februari lalu.
Sumono Darwinto, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), masih terus menyelidiki kasus ini. Sampai saat ini, KKP sudah memeriksa 41 orang terdiri dari masyarakat, pejabat desa hingga pejabat pemerintahan.
Dia menjamin, semua elemen penegak hukum berkolaborasi untuk mengusut tuntas kasus ini.
“Saat ini, masih berlangsung, mohon bersabar. Pada prinsipnya sesuai kewenangan di KKP. Dalam hal ini PDSKP tetap melangsungkan pemeriksaan terkait pemanfaatan ruang lautnya. Kalau sudah ada hasil itu akan segera kami sampaikan.”
Sejauh ini, pemerintah sudah menyegel dan bongkar pagar laut itu mulai aparat gabungan lakukan pada 22 Januari-13 Februari 2025.

Tersangka lain?
Penetapan tersangka kasus ini dinilai belum cukup. Berbagai pihak menilai, masih ada pelaku selain Arsin Cs yang belum jadi tersangka. Berbagai kalangan desak kepolisian transparan mengungkap kasus ini.
Menurut Gufroni, Ketua Riset dan Advokasi Publik Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Muhammadiyah, pemalsuan sertifikat ini secara bersama-sama. Dia pun mempertanyakan, kepolisian belum menetapkan pejabat di lingkup Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) sebagai tersangka.
“Karena yang menerbitkan SHGB dan SHM itu kan tentu BPN atau Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang,” katanya kepada Mongabay, 18 Februari.
Apalagi, KATR/BPN sudah memberikan sanksi pencabutan lisensi Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KSJB) RM Lukman Fauzi Parkesit, selaku penyurvei dan pengukuran luas perairan agar terbit sertifikat.
Kemudian, sanksi pembebasan dan penghentian dari jabatan terhadap enam pejabat dan sanksi berat dua lainnya.
“Saya pikir BPN juga menjadi tersangka tahap awal, ternyata prediksi saya meleset. Mungkin mudah-mudahan nanti penyidik akan menelusuri lebih mendalam soal keterlibatan oknum-oknum di BPN.”
Selanjutnya, oknum-oknum di Badan Pendapatan Daerah (Bappeda). “Ya, yang mengeluarkan SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang) atas girik-girik palsu itu dan oknum KATR/BPN yang diduga menyediakan semacam kertas-kertas segel itu,” kata Gufroni.
Meski demikian, Gufron tetap mengapresiasi langkah Polri dalam menetapkan empat tersangka ini.
Dia berharap, ini tahap awal bagi Polri untuk mengungkapkan pelaku lain. Dia berharap, proses kasus ini transparan.
Senada Susan Herawati Romica, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara).
Para tersangka ini, katanya, hanya pihak di level paling bawah.
“Yang sudah ditangkap kelas teri. Usut siapa yang melakukan dan memberikan modal untuk melakukan pemagaran. Ini yang kemudian belum ditarik sebenarnya,” katanya.
Susan bilang, bila perhatikan pola penegakan hukum aparat ini sama seperti kasus pencurian ikan di perairan Indonesia. Aparat penegak hukum hanya menyentuh pelaku-pelaku kelas bawah, seperti nahkoda dan anak buah kapal.
“Siapa pemilik kapal dan siapa otaknya itu justru enggak ditangkap.”
Dia berharap, pemerintah dan elemen aparat penegak hukum bekerja sama mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu. Pengungkapan kasus secara transparan, katanya, menunjukkan keberpihakan kepada keadilan.
“Ini semua mata memandang. Kami tahu ini proyek gede. Proyeknya orang-orang yang support reklamasi ini.”
*****