Polemik Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang

3 weeks ago 42
  • Pemagaran laut Tangerang sepanjang 30,16 km membuat ramai belakangan ini. Anehnya, kendati pun sudah berlangsung lama dan sepanjang itu, pemerintah mengaku belum mengetahui siapa aktor di balik pemagaran itu. Berbagai kalangan merasa aneh kalau pemerintah tak tahu.
  • Saat Mongabay turun lapangan melihat dampak pembangunan PIK 2 di Kosambi sampai Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, pada Maret 2024,  sudah ada pagar, meskipun belum sepanjang sekarang.
  • Eli Suriyanti,  Kapala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, mengaku tahu pagar setelah warga  lapor pada 14 Agustus 2024. Lima hari kemudian, Tim DKP turun lapangan. Tim sempat bertemu beberapa pekerja tetapi ketika tanya peruntukan pagar mereka tidak menjawab. Pun demikian soal pemrakarsanya, mereka mengaku tak tahu.
  • Sejak ada pemagaran nelayan harus hati-hati melewati pagar laut itu aga tak menabraknya. Alternatif lain, nelayan memutar jauh dengan konsekuensi waktu dan biaya operasional membengkak. Tangkapan nelayan juga turun. Ikan di pinggiran kerap bersembunyi di area pagar.  Ada juga yang menabrak pagar dan perahu rusak bahkan tenggelam.

Pemagaran laut Tangerang sepanjang 30,16 km membuat ramai belakangan ini. Anehnya, kendati pun sudah berlangsung lama dan sepanjang itu, pemerintah mengaku belum mengetahui siapa aktor di balik pemagaran itu.

Saat Mongabay turun ke Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, bambu penyangga tertanam sebagai penyangga. Dua sisi ada jalan setapak terbuat dari anyaman bambu lebar sekitar 1,5 meter. Jarak sekitar 200-500 meter dari bibir pantai itu berbentuk memanjang,  berkelok-kelok.

Di Desa Kohod, bentuk pagar laut berbeda dengan di Kronjo. Di Kohod,  pagar laut ditanam satu per satu dengan celah sekitar 20-30 centimeter dan jadi kotak-kotak.

Ada pula pagar sangat rapat, tanpa celah dan memanjang ke arah laut sekitar 200 meter. Ada dua berbentuk seperti itu, kalau lihat dari atas, seperti angka 11.

Mongabay juga sempat menelusuri pagar laut dari Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga hingga Kecamatan Mauk pakai perahu nelayan. Jarak tempuh memakan waktu sekitar satu jam.

Pagar laut sepanjang 30,16 meter itu berbentuk berkelok-kelok. Bentuk pun bervariasi, ada yang seperti di Kronjo , dan ada hanya tanam satu per satu kotak-kotak.

Eli Suriyanti,  Kapala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, mengaku tahu pagar setelah warga  lapor pada 14 Agustus 2024. Lima hari kemudian, Tim DKP turun lapangan.

Tim sempat bertemu beberapa pekerja tetapi ketika tanya peruntukan pagar mereka tidak menjawab. Pun demikian soal pemrakarsanya, mereka mengaku tak tahu.

“Saat itu panjang pagar hanya 7 kilometer,” kata Eli dalam diskusi publik terkait permasalahan ini di KKP Jakarta Pusat, 7 Januari 2025.

Pagar laut di Desa Kronjo. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Pada 18 September 2024, tim DKP kembali turun bersama rombongan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hasilnya, pagar laut ilegal itu sudah 30,16 kilometer. Ia membentang dari Kecamatan Teluknaga sampai Kronjo.

“Pagar laut itu meliputi 16 desa di enam Kecamatan. Tiga Desa di Kecamatan Kronjo, tiga di Kecamatan Kemiri, empat di Kecamatan Mauk, satu di Kecamatan Sukadiri, tiga di Kecamatan Pakuhaji dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.”

Lokasi pagar laut masuk kawasan pemanfaatan umum berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Banten Nomor 1/2023 meliputi zona pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, pelabuhan perikanan, pengelolaan energi, perikanan budidaya. Lokasi ini beririsan dengan rencana waduk lepas pantai inisiasi Badan Perencanan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Suharyanto, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP katakan, pemagaran laut sebagai upaya akuisisi wilayah laut secara ilegal untuk mengubah menjadi daratan atau reklamasi. Ketika laut berubah menjadi daratan, sudah ada sertifikatnya.

“⁠Menurut regulasi, di laut tidak bisa diberikan hak, karena adanya hak akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan laut, dan dimungkinkan menutup akses publik, merusak keanekaragaman hayati laut, dan  perubahan fungsi ruang laut sudah pasti tidak dapat dielakkan,” katanya kepada Mongabay, 9 Januari 2025.

Dia bilang, pagar laut belum memiliki dokumen Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Padahal, berdasar Perda Nomor 1/2023 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Banten, wilayah pemagaran itu berada di atas garis pantai dan merupakan perairan laut.

“Berdasarkan kajian melalui analisis citra satelit selama 30 tahun ke belakang, area pemagaran belum pernah menjadi daratan atau tanah, hingga merupakan area laut,” katanya.

Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 6 /2023 tentang Cipta Kerja Pasal 147 menyatakan,  setiap orang yang memanfaatkan  ruang laut di perairan pesisir, wilayah perairan, dan/atau wilayah yurisdiksi secara menetap di sebagian ruang laut wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Jika tidak, kegiatan itu adalah ilegal.

Pagar laut Desa Tanjungpasir. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Sulitkan nelayan

Pagar laut itu juga mengganggu ekonomi warga nelayan. Perhitungan Eli, ada 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya laut di sekitar terdampak pagar laut ini.

Heru, nelayan di Desa Kronjo mengatakan, saban hari, mereka harus hati-hati melewati pagar laut itu aga tak menabraknya. Alternatif lain, nelayan memutar jauh dengan konsekuensi waktu dan biaya operasional membengkak.

Sekali melaut, nelayan biasa perlu 10 liter solar. Kini, jadi 20 liter. “Nelayan sangat terganggu.”

Sejak ada pagar,  tangkapan nelayan juga turun. Ikan di pinggiran kerap bersembunyi di area pagar.

Sebelum ada pagar, nelayan bisa dapat10 kilogram ikan. “Sekarang ini paling 2 kilogram. Nelayan gak ada yang mau berangkat daripada buang-buang biaya beli solar, tapi rugi.”

Heru sempat mencoba menebar alat tangkap bubu di dekat pagar, tetapi malah tersangkut dan hilang. Gara-gara itu, dia pun rugi hingga Rp2, 5 juta.

Nelayan lain, Rahmat, nama samaran, nelayan di Kecamatan Pakuhaji mengatakan, ikan di pinggiran sebenarnya ada tetapi mereka sulit menebar jaring karena ada pagar.

Nebar jaring susah, yang ada malah nyangkut (di pagar). Ikan-ikan laut kan begitu, kalau kita giring juga, bukannya lari ke jaring, malah sembunyi di situ (pagar),” katanya.

Beberapa perahu nelayan juga rusak karena menabrak pagar. “Ada kemarin-kemarin nelayan jadi korban. Dia mau belok hindari pagar  malah dihantam ombak, tenggelam jadinya.”

Dari informasi sesama nelayan, pagar laut itu sudah sejak dua tahun lalu. Mulai dari perairan Kecamatan Teluknaga hingga Kronjo yang baru rampung sekitar dua bulan lalu. Dia juga sudah melaporkan ke pihak berwenang tetapi tak ada tindak lanjut berarti. Dia pun heran ketika baru-baru ini  heboh.

Pagar laut model ini juga ada di Desa Kronjo, kabupaten Tangerang. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Buat reklamasi PIK 2?

Saat Mongabay turun lapangan melihat dampak pembangunan PIK 2 di Kosambi sampai Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, pada Maret 2024,  sudah ada pagar, meskipun belum sepanjang sekarang.

Saat itu, di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji dan Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, pagar bambu tertancap berbaris.

Beberapa nelayan yang Mongabay temui menyebut, pagar itu dibuat pekerja pengembang Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2). Nelayan di Krojo bahkan sempat dapat tawaran ikut bekerja memasang pagar dengan upah Rp125.000 per hari.

Heru khawatir, bila proyek lanjut, laut Tangerang dalam kuasa PIK 2 yang akhirnya nelayan tak bisa lagi melaut. Pengalaman nelayan di Kosambi tak bisa mendekati perairan 500 meter dari bibir pantai area PIK 2. Juga, PIK 1 di perairan Muara Kamal,  Jakarta Utara sebagai bukti.

“Pengalaman di PIK 1 itu semua juga tahu, kapal masuk tidak boleh. Padahal kan itu masih wilayah laut.”

Rahmat, nelayan Desa Kohod, memperkuat dugaan keterlibatan PIK 2. Sebelum kasus ini mencuat, sempat ada reklamasi diduga oleh PIK 2.

Kala itu, material reklamasi dari sekitar perairan Desa Kohod dengan kapal keruk lalu mereka timbun di area berpagar. “Itu ada pager panjang kan yang dipatok bambu-bambu itu. Nah, ditaro disitu pasirnya”.

Gara-gara aktivitas itu, banyak bagan laut nelayan roboh karena pasir tersedot. Aktivitas itu, katanya, terjadi sekitar tiga bulan lalu, kini sudah berhenti tanpa tahu penyebabnya.

Soal pemagaran dan reklamasi itu, Rahmat sudah melaporkan ke pemerintah daerah tetapi tak mendapat respons.

Proyek PIK 2 sendiri membentang di pesisir Kabupaten Tangerang dari Kecamatan Kosambi sampai Kronjo seluas 2.650 hektar. Lokasi itu akan jadi pusat bisnis dan hunian premium dengan pengembang, PT Agung Sedayu dan PT Salim Group.

Pagar laut di Desa Tanjungsari. Kabupaten tangerang, Banten, Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

KKP tak tahu?

Ketika pemagaran ramai jadi perbincangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan turun ke lokasi dan menyegel pagar laut pada 9 Januari. Meski begitu, belum juga terungkap siapa aktor utamanya.

Informasi dugaan keterlibatan pengembang PIK 2, KKP belum mengetahui. “Di lapangan hanya berjumpa dengan mandor yang tidak mengetahui untuk keperluan apa pemagaran,” kata Suharyanto.

Mereka akan melengkapi informasi yang dikumpulkan dan kolaborasi dengan Pemerintah Tangerang dalam menangani kasus ini sampai tuntas.

Pung Nugroho Saksono, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP mengaku masih mencari tahu pemilik pagar termasuk peruntukannya.

“Kami cari informasi, kalau sudah fix, ketemu, pasti akan kami lakukan tindakan lebih lanjut,” katanya.

Yang pasti, katanya, sampai saat ini belum ada pengajuan izin reklamasi di wilayah itu.

KKP lakukan penyegelan pagar laut. Foto: KKP

Bantahan PIK 2

Muannas Alaidid, kuasa hukum pengembang PIK 2 membantah,  terlibat pemagaran laut itu. Lokasi pagar, katanya, tidak berada di wilayah PIK 2 maupun yang masuk proyek strategis nasional (PSN).

Sebaliknya, pagar itu warga buat untuk memecah ombak dan tambak ikan. “Atau digunakan membendung sampah seperti di Muara Angke. Atau pembatas lahan warga pesisir yang terkena abrasi. Semua kemungkinan itu ada,” kata Muannas.

Parid Ridwanuddin, aktivis lingkungan menyangsikan penjelasan Muannas. “Bambu kekuatannya itu gak lama. Saya melihatnya ini semacam upaya menguasai ruang laut. Alasan pemecah ombak itu diada -adain,” katanya.

Begitupula dengan klaim, pagar atas inisiatif dan swadaya masyarakat. Dalil itu juga dia nilai tak masuk akal.

“Nelayan biasa dengan problem yang mereka hadapi saat ini, sangat kecil kemungkinan bisa membangun pagar laut sepanjang itu. Juga akan terjadi keributan antar nelayan,” katanya,

Dia menduga,  ada pemodal besar yang membiayai pembuatan pagar. Membuat pagar laut sepanjang 30,16 kilometer, katanya, perlu dana besar.

pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Pembiaran?

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, pemasangan pagar upaya jadikan laut– merupakan ruang publik–sebagai area pribadi. Padahal, merujuk Perda Banten Nomor 1/2023 tentang RTRW, lokasi itu merupakan zona perikanan tangkap, dan perikanan budi daya.

Menurut Susan,  Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Banten sudah tahu sejak 14 Agustus 2024 tetapi sampai tahun berganti tak ada tindakan tegas dari KKP.

“Ini membuktikan KKP telah melakukan pembiaran pemagaran laut di Kabupaten Tangerang,” katanya.

Susan menduga,  pemagaran itu berkaitan dengan PSN Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang berlokasi di pesisir sama. Hidup 4.463 nelayan yang bergantung pada perairan di enam kecamatan lokasi pemagaran pun terancam.

Keberadaan pagar laut itu, katanya,  juga membuktikan pelibatan nelayan kecil/tradisional sebagai aktor utama dalam menjaga dan mengawasi laut belum berjalan.

Susan mendorong,  persoalan ini jadi momentum bagi KKP evaluasi menyeluruh. Terutama, demi memberi perlindungan pada nelayan tradisional/nelayan kecil.

KKP juga harus mengevaluasi kebijakan dan peraturan yang melegitimasi perusakan, privatisasi dan perampasan ruang laut, seperti kebijakan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) yang melegitimasi perampasan ruang laut.

Adriani Sunuddin,  Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University mengatakan,  pemagaran laut siratkan lemahnya koordinasi lintas sektor pembangunan.

“Khusus, terkait pengelolaan ruang yang mendorong pengelolaan perikanan dan keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir, serta sentralisasi pembangunan yang masih berorientasi darat,” katanya.

Merujuk Peraturan Presiden Nomor 3/2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Jawa, pola ruang di perairan Tangerang untuk kawasan budi daya dan lindung.

Pemagaran laut itu, kata Adriani,  berdampak pada ekosistem pesisir secara negatif atau positif. Negatifnya,  dari modifikasi aliran air dan sedimen, gangguan biota laut, kerusakan habitat, pembatasan akses nelayan, hingga potensi konflik.

Positifnya, dapat melindungi ekosistem pesisir yang rentan dan menjaga habitat penting untuk kelestarian setok ikan, melindungi infrastruktur penting seperti pelabuhan perikanan, atau mencegah abrasi pada fase-fase awal rehabilitasi lahan mangrove.

“Sekali lagi, sifat dampak pemagaran laut bergantung pada tujuan, metode, dan mekanisme pemasangan pagar,” katanya.

Pagar laut di Desa Konrnjo. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Zulficar Mochtar, CEO Ocean Solutions menyebut, pemagaran laut tidak terjadi seketika tetapi sudah berbulan-bulan.

“Beberapa media bahkan sudah memuat dan mempertanyakan pemagaran ini sejak pertengahan tahun lalu, dan baik pemerintah daerah maupun K/L (kementerian/lembaga) kabarnya sudah terinfokan sejak tahun lalu.”

Namun, katanya, walau sudah banyak yang memublikasikan, ternyata masih belum banyak yang tahu siapa pemiliknya. Zulfikar pun merasa aneh.

“Kemungkinannya mereka bukan benar-benar tidak tahu, namun sungkan atau khawatir jika menyebutkan nama karena menyangkut orang kuat, misal.”

Zulfikar bilang, tak cukup hanya segera tetapi mendorong KKP membongkar pagar dan mengungkap pelaku. Dia khawatir akan mengganggu akses nelayan, dan menimbulkan sedimentasi.

Sumono Darwinto,  Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan KKP menjelaskan,  dari analisis foto drone dan arcgis bahwa kondisi dasar perairan merupakan area rubble dan pasir. Jarak pemagaran dari perairan pesisir kurang lebih 700 meter.

Dia bilang, pelanggaran seperti pemagaran laut ini, bukan yang pertama KKP temukan. Sebelumnya, sudah ada banyak pelanggaran di daerah tanpa memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut  (KKPRL).

Kusdiantoro,  Sekretaris Ditjen Pengelolaan Kelautan dan KKPRL Laut KKP, menambahkan,  pemagaran laut mengindikasikan upaya mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tak benar.

Dengan pemagaran, katanya, pemagar akan memegang hak penuh dalam menguasai, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan berpotensi mengubah fungsi ruang laut.

********

Nasib Nelayan Tangerang, Sulit Melaut Setelah Ada Proyek Perumahan Mewah

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|