- Mahkamah Agung sudah membatalkan izin pinjam pakai di kawasan hutan perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, begitu juga Mahkamah Konstitusi nyatakan pulau kecil tak boleh ada tambang, tetapi tetap saja, perusahaan beroperasi.
- Andi Rahman, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tenggara, menyayangkan, pemerintah dan penegak hukum tidak tegas menindak GKP, hingga masih leluasa melakukan tindakan ilegal yang merugikan pemerintah daerah dan lingkungan serta masyarakat Wawonii.
- Masyarakat Wawonii pun protes. Dari mendatangi Kantor PT GKP sampai Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, pada November lalu. Mereka protes dua lembaga yang dinilai tak menegakkan hukum atas putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi karena tambang nikel terus jalan.
- Muhammad Yusuf, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) prihatin dengan risiko dampak buruk penambangan terhadap ekosistem di Pulau Wawonii. Pemerintah daerah mesti mempertimbangkan cermat risiko pertambangan dalam rencana pembangunan daerah, terutama dalam konteks peraturan KKP 2024 yang mengatur kegiatan di pulau-pulau kecil.
Mahkamah Agung sudah membatalkan izin pinjam pakai di kawasan hutan perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP), begitu juga Mahkamah Konstitusi nyatakan pulau kecil tak boleh ada tambang, tetapi tetap saja, perusahaan beroperasi.
Sabri, warga Desa Sukarela Jaya, terkejut dengan kedatangan tetangga yang memberitahu agar melihat kebunnya. Pria 50 tahun ini was-was. Dia mengajak beberapa warga lain menuju kebun di pegunungan, sekitar satu jam dari rumah.
Sesampainya di sana, Sabri seakan tak percaya, kebun sudah porak poranda oleh alat berat. Pemandangan memilukan bagi Sabri, pepohonan di kebunnya, rata dengan tanah, pertengahan September lalu.
Sekitar 300 pohon cengkih berusia 30 tahun lebih tumbang, rata bercampur tanah berwarna merah, menyisakan belasan pohon lagi.
Di pegunungan itu, hanya PT Gema Kreasi Perdana (GKP ) yang beroperasi dengan alat berat, membuka lahan untuk tambang nikel.
Keesokan harinya, Sabri pasang spanduk di kebun yang sudah kena serobot itu. Dia peringatkan untuk tidak melakukan di tanah itu.
Sebulan berlalu, pada 27 Oktober, Sabri bersama warga mendapati GKP yang kembali menggarap lahan Sabri. Terlihat ore nikel bertumpuk membentuk gunung-gunung kecil siap angkut ke truk.
Di lahan Sabri, ada dua eksavator, satu loader dan dua dumtruck.
Seperti terlihat dalam rekaman video warga itu, mereka spontan berbondong-bondong menghampiri alat berat. Operator yang mengoperasikan alat-alat berat menjauh secepat mungkin menghindari warga.
Saat adu argumentasi mengenai kepemilikan lahan, GKP berdalih kepada Sabri, mereka berhak mengolah lahan karena sudah membeli dari seseorang bernama Sabil, pekerja di perusahaan itu.
“Saya menanyakan kepada mereka di mana Sabil kini. Mereka mengaku tidak tahu. Kata mereka, akan mendatangkan Sabil untuk bertemu saya, tapi sampai sekarang tidak pernah mereka penuhi janji itu,” kata Sabri.
Orang GKP yang berdebat dengan Sabri mengaku berhak mengklaim lahan-lahan warga yang katanya masuk dalam izin penggunaan kawasan hutan GKP.
Klaim itu dia nilai ganjal. GKP dinilai melanggar hukum, mengabaikan lembaga tinggi peradilan Indonesia, yaitu Mahkamah Agung yang telah membatalkan putusan IPPKH GKP di Pulau Wawonii.
Sabri juga menganggap klaim IPPKH oleh GKP bertolak belakang dengan kepemilikan tanaman mereka yang sudah berumur 30 tahunan, jauh sebelum pemerintah menerbitkan izin buat perusahaan anak usaha Harita ini.
Usai Sabri menduduki kembali kebunnya, bersama warga melakukan penanaman. Mereka tanam kopi, cengkih, pisang dan kelapa.
Hendry Drajat, Manager Strategic Communication GKP, dalam keterangan kepada Mongabay, awal November lalu mengklaim penyerobotan lahan tidak benar.
Menanggapi kasasi Mahkamah Agung, dia bilang, masih menunggu salinan resmi untuk dipelajari secara menyeluruh. Sambil menunggu salinan, operasional GKP tetap berjalan normal sesuai standar dan kaidah good mining practice berlaku. Dia berdalih, itu sebagai bentuk tanggung jawab dalam menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan.
GKP masih beralasan sudah memenuhi aturan perundang-undangan, mengantongi izin legal dari pemerintah, termasuk izin usaha pertambangan operasi produksi.
Dia klaim, GKP berkontribusi melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) maupun provisi sumber daya hutan-dana reboisasi (PSDH-DR) juga rutin mereka bayarkan.
“Di awal pun, tahapan sosialisasi bersama dengan pemerintah setempat (termasuk pemerintah desa) juga telah dilakukan. Termasuk, memberikan ganti untung tanam tumbuh kepada warga yang memiliki tanam tumbuh di area izin operasi GKP,” tulis Hendry.
“Omong kosong itu,” kata Andi Rahman, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tenggara, mengomentari tanggapan Hendry.
Putusan MA, katanya, merupakan dokumen publik yang bisa terakses siapa saja. “Tak ada tanggung jawab pengadilan untuk mengantar putusan itu ke GKP secara spesia,” katanya.
Seharusnya, GKP mematuhi kaidah-kaidah penambangan yang berlaku, putusan MA membatalkan IPPKH mereka.
“Penambangan yang terus dilakukan GKP kini berstatus ‘ilegal.’
Dia menyayangkan, pemerintah dan penegak hukum tidak tegas menindak GKP, hingga masih leluasa melakukan tindakan ilegal yang merugikan pemerintah daerah dan lingkungan serta masyarakat Wawonii.
Merunut kronologi perkara penyerobotan lahan warga, Sabri dan mendiang ayahnya, La Baa, pemilik sah perkebunan. Hal itu terbukti dengan rutin membayar pajak tanah perkebunan itu.
Sabri juga melaporkan tindakan penyerobotan GKP pada 2019 dan 2022. Hingga kini, polisi tidak pernah memberi kepastian hukum atas laporan itu. Bahkan GKP melenggang menerobos lahan Sabri pada 2023 dan 2024.
Informasi dari warga, GKP telah menerobos paksa perkebunan tujuh warga di sepanjang 2019–2024. Sabri mengaku baru-baru ini didatangi kerabatnya yang bekerja di GKP itu meminta Sabri berdamai dengan meminta nominal ganti rugi kepada perusahaan.
“Saya tidak mau walaupun sudah digusur, tetap saya akan pertahankan (lahan). GKP segera hengkang dari Wawonii.”
Penyerobotan GKP dengan merusak tanaman perkebunan, membuat Sabri alami kerugian besar. Hasil kebun itu sumber utama keluarganya. Kapasitas produksi dari perkebunan cengkih yang rusak 2 ton per sekali panen.
Pulau kecil tak boleh ada tambang
Muhammad Yusuf, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) prihatin dengan risiko dampak buruk penambangan terhadap ekosistem di Pulau Wawonii.
Dia tekankan, pentingnya perencanaan cermat dan penilaian dampak lingkungan, terutama dalam konteks peraturan KKP 2024 yang mengatur kegiatan di pulau-pulau kecil.
Yusuf minta pemerintah daerah mempertimbangkan cermat risiko pertambangan dalam rencana pembangunan daerah, terutama dalam konteks peraturan KKP 2024 yang mengatur kegiatan di pulau-pulau kecil.
Dia menyebutkan, penambangan di pulau-pulau kecil dapat menyebabkan sedimentasi dan erosi, yang dapat merusak terumbu karang dan lingkungan laut sekitar. Pertambangan, katanya, dapat menyebabkan kerusakan habitat alami dan perpindahan masyarakat lokal.
“(Pembuangan) lumpur ke laut sangat besar, tentu terumbu karang mati dan segala macam. Wah ini tidak kebayang bagi kita bagaimana mereka punya teknologi mengambil tambang tapi tidak membuka lahan dan tidak terjadi erosi segala macam. “Ini saya belum menemukan teknik tambang yang bisa melakukan itu,” kata Yusuf, Jumat (21/12/24).
Dia menyarankan, kepada legislatif bersama eksekutif di Konawe Kepulauan mengajukan penolakan dan permohonan pencabutan perizinan pertambangan kepada pemerintah atau yang mengeluarkan perizinan. Mereka bisa jadi perwakilan mayoritas masyarakat Wawonii yang menolak pertambangan yang diperkuat keputusan MK N0.35/PUU-XXI/2023.
Sarlan Adijaya, antropolog Universitas Halu Oleo (UHO) menilai, Pemerintah Konawe Kepulauan berperan besar terhadap kehadiran GKP di Wawonii. Semua, katanya, berawal dari tata ruang.
Kalau tata ruang ditutup dengan tidak memberi celah sektor pertambangan, tidak akan ada lagi izin-izin tambang yang terbit kemudian. , walaupun sebenarnya sudah ada putusan PTUN hingga ‘inkrah’ yang membatalkan IPPKH PT GKP di Pulau Wawonii.
“Hanya memang kelemahan kita tidak ada perintah dieksekusi,” ujar Sarlan.
Demo desak setop tambang
Masyarakat delapan desa di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, yang menamakan diri Gerakan Masyarakat Pulau Wawonii mendatangi perkantoran manajemen GKP di Wawonii Tenggara, 18 November lalu.Ratusan orang yang terdiri dari petani, nelayan, dan ibu rumah tangga itu mendesak GKP menghentikan segala aktivitas pertambangan nikel dan hengkang dari Wawonii.
GKP diminta menaati putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi soal pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir di Indonesia.
Abdul Salam, Ketua Lembaga Adat Pulau Wawonii, yang memimpin aksi bilang, ingin tahu alasan GKP ‘belum hengkang’ dari Wawonii padahal putusan pengadilan tertinggi negara sudah memenangkan gugatan warga Wawonii.
“Keputusan (itu) membatalkan semua hak-hak atau semua legalitas yang menyebabkan mereka (GKP) menambang tambang di Wawonii ini,” kata Salam.“Keputusan MA dan MK, sudah final dan mengikat,” kata Salam kepada Bambang Murtiyoso, General Manager Eksternal Relation Ship GKP, yang menerima pengunjuk rasa di bawah pengawalan ketat polisi.Bambang berkelit dengan argumentasi kalau hanya Kementerian Kehutanan belum menghentikan penambangan GKP. “
Pihak (menteri) Kehutanan kan belum mencabut, belum menyuruh kita pergi,” katanya kepada massa pengunjuk rasa.
“Apapun yang terjadi perusahaan harus pergi dari Wawonii. GKP tidak patuh pada peraturan MK. Wawonii bukan untuk oligarki, silakan pulang; Kami butuh lingkungan asri, bukan kotor.” Begitu antara lain ungkapan dalam spanduk protes yang mereka pegang.
Protes penegak hukum
Sebelum itu, massa yang menamakan diri Masyarakat Peduli Pulau Kecil Wawonii berunjuk rasa mendatangi Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, 14 November lalu. Mereka protes dua lembaga yang dinilai tak menegakkan hukum atas putusan MA dan MK karena tambang nikel terus jalan.
Mereka yang antara lain terdiri dari warga, akademisi maupun tokoh masyarakat ini menyebut, Wawonii sebagai pulau di Konawe Kepulauan yang semestinya dijaga secara arif dan bijaksana. Tak boleh ada penambangan yang merusak alam dan lingkungan hidup.
Warga menuding GKP menambang ilegal di Wawonii dan terus lanjut hingga menimbulkan kerugian besar negara. Tambang nikel juga menimbulkan masalah keretakan sosial antar warga Wawonii, merusak lingkungan serta kerusakan mata air sumber kehidupan masyarakat. Tambang juga mengancam pekerjaan warga yang sebagian besar berkebun seperti cengkih, pala, jambu mete, dan lain-lain.
“Jangka panjang menciptakan kemiskinan baru,” sebut pernyataan sikap itu.
Mereka meminta kepada Kapolda Sulawesi Tenggara menghentikan segala bentuk aktivitas pertambangan ilegal di Wawonii sekaligus menyelidiki berbagai pelanggaran hukum GKP.
Pemerintah juga lakukan audit lingkungan terbuka dan akuntabel terhadap segala kerusakan lingkungan dampak operasi GKP dari 2023 sampai sekarang.
Di Polda Sultra, perwakilan massa diterima petugas di ruang pelayanan dan pengaduan masyarakat. Di Kejati Sultra, perwakilan massa diterima Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra, Dody, di ruang kerjanya.
“Kami tidak ingin Sulawesi Tenggara dirusak perusahaan yang tidak punya komitmen menjaga lingkungan, (dan) etika hukum,” kata La Ode Muh. Aslan di hadapan Dody.
Guru Besar Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Haluoleo ini bersama beberapa akademisi lain, warga, dan tokoh masyarakat Wawonii terlibat dalam aksi. Mereka menjadi perwakilan massa menemui lembaga-lembaga itu dan menyampaikan pernyataan sikap mereka.
Abdul Salam, Tokoh Masyarakat Wawonii, mengatakan, secara hukum sudah tidak ada alasan lagi bagi GKP terus mengeruk tanah Wawonii. Kejaksaan, juga tak perlu menunggu lama menindak tegas GKP yang merusak ruang hidup petani.
“Sudah ada fakta hukum terakhir, kita sudah inkrah di MK dan di MA. Fakta apalagi yang dibutuhkan?”
Dalam kesempatan ini, mereka juga menanyakan sejauh mana komitmen Kejati Sultra memproses laporan warga Wawonii akhir Oktober 2023. Warga laporkan operasi tambang GKP dengan dugaan merugikan negara karena beroperasi dengan IPPKH kadaluarsa. Dody mengatakan, persoalan itu telah ditangani Tim Tindak Pidana Khusus (Pidsus).
******
Mahkamah Agung Batalkan Izin Pakai Kawasan Hutan PT GKP di Wawonii