Perdagangan Paruh Bengkok Ilegal Masih Marak di Jakarta

2 days ago 9
  • Perdagangan ilegal burung paruh bengkok dilindungi terus terjadi di Jakarta. Pasar-pasar satwa, seperti di Jatinegara dan Pasar Pramuka, Jakarta Timur, masih menjual paruh bengkok.
  • Robby Padma, Spesialis Pemantauan Perdagangan Ilegal Satwa Liar Garda Animalia, menyebut,  masih tingginya minat konsumen membuat perdagangan ilegal paruh bengkok marak. Menurut dia, satwa ini banyak dipelihara karena tampilan menarik, suara  merdu, dan dapat menirukan ucapan manusia.
  • Catatan Garda Animalia, terdapat 46.554 satwa diperdagangkan melalui media sosial Facebook selama 2018-2023. Rinciannya, 12.061 dari famili cacatuidae (kakatua), dan 34.493 famili psittacidae (nuri-nurian). Iklan burung  dalam platform itu meningkat signifikan di periode sama. Dari awalnya iklan permintaan hanya 140 pada  2018, menjadi 592 pada 2023. Iklan penawaran meningkat dari 525 dalam 2018, menjadi 3.461 pada 2023.
  • Dwi Nugroho Adhiasto, Ahli Konservasi dan Penegakan Hukum Satwa Liar World Conservation Society (WCS),  menyebut,  ukuran paruh bengkok yang kecil membuatnya mudah diselundupkan dalam jumlah banyak.  Kondisi itu diperparah dengan edukasi masyarakat dan  pengawasan hulu ke hilir kurang dari  pemerintah. Kementerian Kehutanan, sebagai pihak yang bertanggung jawab mengawasi masih kekurangan petugas untuk menjaga kawasan hutan dan pelabuhan–jalur keluar-masuk satwa liar.

Perdagangan ilegal burung paruh bengkok dilindungi terus terjadi di Jakarta. Pasar-pasar satwa, seperti di Jatinegara dan Pasar Pramuka, Jakarta Timur, masih menjual paruh bengkok.

Saat Mongabay pemantauan ke Pasar Jatinegara, Januari lalu,   beragam burung para pedagang jual, mulai dari love bird, merpati,  kenari bahkan paruh bengkok jenis dilindungi,  seperti perkici pelangi (Trichoglossus haematodus) dihargai Rp2 juta, nuri coklat (Chalcopsitta duivenbodei) dan nuri aru (Chalcopsitta scintillata) seharga Rp3 juta.

Paruh-paruh bengkok itu masuk satwa dilindungi sesuai  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.  Ada 87 jenis  paruh bengkok dilindungi. 

Tak seperti burung lain yang tergantung. Kios yang terbuat dari kayu dan bambu ini menaruh paruh bengkok di dalam kandang yang terletak di bawah, pinggir jalan.

Sang penjual menampik burung-burung itu merupakan satwa dilindungi. “Aman, nggak pake sertifikat enggak apa ini mah, aman. Kalo pake sertifikat (dilindungi) enggak bakal dijual gini. (Nuri) kepala hitam dari Papua tuh, baru (dilindungi),” kata sang penjual.

‘Sertifikat’ merupakan istilah yang digunakan pecinta burung untuk memastikan status burung. Sebab, satwa kategori ini bisa jadi peliharaan kalau memiliki izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dalam bentuk sertifikat.

Sang penjual juga mengaku bisa menyediakan jenis paruh bengkok lain, seperti nuri bayan (Eclectus roratus) dengan harga Rp5 juta. Dia bilang, tak  semua koleksi burung dipajang di kios itu.

“Mau cari apa aja ada, Bang. Mau bayan, mau kakatua ada,” tegasnya memastikan.

Perkici pelangi, satwa endemik Papua Nugini  dijual  di Pasar Hewan, Jatinegara, Jakarta Timur. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia

Penjual tidak memberikan jawaban detail ihwal asal burung-burung itu. Dia  hanya bilang, burung datang  dari daerah asalnya seperti Papua dan Maluku.

Kondisi serupa di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur. Sedikitnya,  lima kios yang Mongabay kunjungi menjajakan berbagai jenis paruh bengkok dengan harga bervariasi.

Nuri merah Maluku (Eos bornea) Rp3 juta,  nuri-raja Ambon (Alisterus amboinensis) usia tujuh bulan dibanderol Rp2,2 juta,  anakan kasturi kepala hitam (Lorius lory) seharga Rp3,5 juta, dan  dewasa  Rp2,5 juta. Ada kasturi Ternate (Lorius garrulus)  Rp1,8 juta; dan nuri Talaud (Eos histrio).

Ada juga paruh bengkok yang bersertifikat atau berizin. Namun, harga jauh lebih mahal dibanding burung yang tidak memiliki sertifikat.

Kalo mau yang ada sertifikatnya, harga lebih mahal. Bisa Rp20 juta itu buat yang dewasa,” kata seorang penjual.

Meski begitu, dia  tak menjamin keabsahan sertifikatnya karena  banyak kasus satwa dilindungi bersertifikat palsu.

Udin, bukan nama sebenarnya, penjual di Pasar Burung Pramuka, mengaku,  nuri-raja Ambon berasal dari budidaya.

“Kalo enggak diternak, enggak ada. Memang barangnya jarang,” katanya. 

Namun, dia tidak bisa menunjukkan sertifikat burung itu. Udin justru mengklaim nuri-raja Ambon bukan satwa dilindungi hingga tidak memerlukan sertifikat.

“Kalo dilarang enggak mau dipajang, pak. Takut!” 

Udin juga memiliki paruh bengkok jenis lain, seperti kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea), tetapi  burung itu disimpan di rumahnya yang berjarak sekitar 300 meter di dekat pasar.

Mongabay pun mengikuti Udin untuk melihat langsung burung ke rumahnya. Dia mengeluarkan kakatua berusia tiga  bulan yang nangkring di atas sebatang kayu.

Kondisi kakatua yang dibanderol Rp4 juta itu lemas, mulut tidak berhenti berbunyi.  “Aa.. ea.. ea..”  Saat berbunyi pun, ia menunduk dan takut kalau ada yang mau memegangnya. 

“Ini lapar, belum dikasih jatah makan sore,” ujar Udin. Kakatua jambul kuning ini belum bisa terbang.

Satwa dan tumbuhan liar dilindungi sebenarnya bisa diperdagangkan dan diperlihara  tetapi harus sesuai ketentuan. Ketentuan ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Syaratnya, satwa  berasal dari penangkaran resmi

Prosesnya pun tidak sembarangan. Ada sertifikasi terhadap asal-usul dan yang boleh diperjualbelikan hanya generasi ketiga dari penangkaran. 

Penangkaran resmi mendapat izin dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam. Sedang  paruh bengkok di pasar hewan dan Pasar Burung Pramuka tidak terang asalnya dan tidak besertifikat.

Kakatua jambul kuning berusia tiga bulan yang dibanderol dengan harga Rp4 juta di Pasar Burung Pramuka. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia

Tren perdagangan

Robby Padma, Spesialis Pemantauan Perdagangan Ilegal Satwa Liar Garda Animalia, menyebut,  masih tingginya minat konsumen membuat perdagangan ilegal paruh bengkok marak. Menurut dia, satwa ini banyak dipelihara karena tampilan menarik, suara  merdu, dan dapat menirukan ucapan manusia.

“Sisi lain sudah dianggap gaya hidup bagi sebagian orang yang mencerminkan simbol sosial atau prestise bagi mereka,” katanya,  Januari lalu.

Peredaran paruh bengkok mulai di daerah asal endemik, seperti Maluku, Maluku Utara, Ternate, Papua, dan Papua Barat. Para pemburu di sana menangkap satwa dilindungi itu, lalu dijual kepada pengepul setempat.

Kemudian satwa mereka  salurkan ke pengepul besar lalu  ke penampung, yang selanjutnya distributor selundupkan ke berbagai daerah seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan sampai ke luar negeri.

Distributor mengedarkan ke pedagang pasar burung atau hewan di sejumlah daerah. Setelah itu, paruh bengkok berada di tangan kolektor atau konsumen.

Berdasarkan analisis mereka, penyelundupan gunakan transpaortasi seperti  transportasi bus, kereta api, kapal penumpang, pesawat komersial atau pesawat pribadi, bahkan kapal perang.

Robby bilang, paruh bengkok disamarkan ke dalam koper sampai masuk ke bekas botol air mineral. Juga campur dengan barang lain seperti pakaian, makanan, dan minuman.

Selain itu, katanya, ada tren jual paruh bengkok secara online. Modus terbanyak perdagangkan melalui media sosial karena risikonya kecil,” ucap Robby.

Catatan Garda Animalia, terdapat 46.554 satwa diperdagangkan melalui media sosial Facebook selama 2018-2023. Rinciannya, 12.061 dari famili cacatuidae (kakatua), dan 34.493 famili psittacidae (nuri-nurian).

Iklan burung  dalam platform itu meningkat signifikan di periode sama. Dari awalnya iklan permintaan hanya 140 pada  2018, menjadi 592 pada 2023. Iklan penawaran meningkat dari 525 dalam 2018, menjadi 3.461 pada 2023.

Robby juga menyoroti soal penegakan hukum. Sanksi  pelaku perdagangan paruh bengkok  menggunakan regulasi lawas, Undang-undang Nomor 5 /1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Padahal, beleid itu telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32/2024. Robby mengatakan, aturan lama memuat sanksi lebih ringan terhadap pelaku sesuai dengan tingkat kejahatan.

“Bedanya,  kalo di Undang-undang baru sanksi penjara minimal tiga tahun. Kalo Undang-undang lama tidak menyebutkan sanksi minimal tapi lebih ke maksimal 5 tahun.”

Suasana Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur, pada Senin sore (6/1/2025). Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia

Pengawasan minim

Dwi Nugroho Adhiasto, Ahli Konservasi dan Penegakan Hukum Satwa Liar World Conservation Society (WCS),  menyebut,  ukuran paruh bengkok yang kecil membuatnya mudah diselundupkan dalam jumlah banyak. 

Kondisi itu diperparah dengan edukasi masyarakat dan  pengawasan hulu ke hilir kurang dari  pemerintah. Kementerian Kehutanan, katanya, sebagai pihak yang bertanggung jawab mengawasi masih kekurangan petugas untuk menjaga kawasan hutan dan pelabuhan–jalur keluar-masuk satwa liar.

“Sebenarnya,  bisa berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan kepolisian. Kembali lagi, antara ancaman dan effort  masih belum seimbang,” katanya.

Padahal, pengawasan penting guna memberikan efek jera terhadap pelaku perdagangan paruh bengkok. Makin banyak pelaku yang tertangkap, tekanan terhadap pelaku yang masih bekeliaran akan meninggi. 

“Bagaimana membuat orang itu takut ditangkap? Memastikan peluang-peluang, celah-celah kesempatan orang melakukan kegiatan ilegal itu ditutup,”  katanya.

Senada dengan pandangan Benny Aladin Siregar, Koordinator Burung Indonesia Kepulauan Maluku. Dia  mengatakan,  pengawasan paruh bengkok di Maluku belum optimal karena masih banyak pelabuhan-pelabuhan kecil jadi titik penyelundupan.

“Di desa-desa sumber perburuan bahkan lebih sulit diawasi,” katanya.

Sementara di pasar-pasar satwa, kata Dwi,  edukasi pada pedagang dan pembeli belum optimal. Pun demikian dengan pemantauan jual beli di sana. 

Dia bilang, masyarakat dan aparat banyak belum mengetahui mana jenis burung nuri  dilindungi.  Tidak semua jenis nuri dilindungi, beda dengan burung kakatua, semua jenis dilindungi dan masyarakat luas tahu.

“Tidak banyak yang paham ini jenis (satwa)  dilindungi. Nuri itu ada yang dilindungi, ada yang tidak. Kadang mirip-mirip warnanya.” 

Kasturi ternate, endemik Pulau Obi, dijual bebas di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia

Apa kata kementerian?

Nunu Nugraha, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian Kehutanan (Kemenhut),  mengakui kurang optimalnya pengawasan di sumber-sumber habitat paruh bengkok.

“Kurangnya pengawasan dan pengendalian pada titik-titik rawan pintu masuk atau pintu keluar, pasar hewan,” katanya,Januari lalu.

Meskipun demikian, Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), berupaya  memperketat pengawasan peredaran satwa dilindungi di lokasi-lokasi rawan, misal, di Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur.

Pengawasan dan pengendalian itu  pada pelabuhan-pelabuhan dengan dukungan mitra kerja seperti WCS, aparat penegak hukum, dan komunitas lokal.

“Ditjen KSDAE juga tengah mengembangkan dan menempatkan satuan anjing pelacak (K9) pada pelabuhan-pelabuhan yang wildlife crime-nya tinggi,”kata  Nunu.

Selama  2023, katanya,  operasi bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Polri berhasil menggagalkan perdagangan lebih dari 3.000 satwa dilindungi, termasuk cendrawasih dan kukang Jawa.

Pada tahun sama, 48 kasus perdagangan ilegal satwa dilindungi berhasil proses hukum, dengan pidana penjara hingga 4 tahun,   denda  sampai Rp80 juta.

Mengenai  celah di pasar, kata Nunu,   Ditjen KSDAE mendorong pengelola pasar hewan membuat aturan dan sanksi ketat terhadap pedagang yang masih ngotot menjual satwa dilindungi.

“Kedepannya,  selain UU No 32 tahun 2024, pengelola pasar juga memiliki pengaturan ketat terhadap jual beli satwa yang dilindungi di pasar.” 

 Untuk perdagangan daring, masih ada kesulitan pengawasan penuh.  KSDAE akan berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi, Indonesian E-Commerce Association (IDEA), Polri, dan WCS untuk menghentikan perdagangan satwa dilindungi di media sosial.

“Pada  2024, lebih dari 400 iklan perdagangan satwa dilindungi berhasil dihapus dari platform daring, berkat pemantauan intensif yang melibatkan teknologi siber dan laporan masyarakat.” 

Sepasang nuri kepala-hitam, endemik Papua ini dijual-belikan secara sembunyi-sembunyi di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur. Foto: Achmad Rizki Muazam/Mongabay Indonesia

*******

Jalur Gelap Penyelundup Paruh Bengkok dari Halmahera ke Filipina

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|