Penangkaran Buaya di Batam Jebol, Nelayan Was-was Melaut

1 day ago 8
  • Nelayan sekitar Kecamatan Bulang, Kota Batam tidak bisa melaut akibat jebolnya penangkaran buaya PT PJK di Pulau Bulan, Kota Batam. Padahal sedang musim ikan dingkis yang harganya melambung tinggi pada momen Tahun Baru Imlek.
  • Selain itu warga pulau pesisir masih khawatir beraktivitas pasalnya tidak ada keterbukaan data jumlah buaya yang lepas, sebelum akhirnya diumumkan dua pekan kemudian.
  • BKSDA memastikan penangkaran tersebut memiliki izin dan sudah menerapkan keamanan berlapis. Klaim tersebut bertolak belakang dengan temuan DPRD Batam saat sidak yang menyebut penangkaran tersebut tak layak. 
  • DPRD Provinsi Kepri meminta penangkaran ditutup karena, hanya menciptakan musibah untuk masyarakat. Selain itu, juga tidak ada kontribusi untuk pendapatan daerah.

Hari-hari ini seharusnya menjadi musim untuk menangkap ikan dingkis bagi nelayan di Kecamatan Bulang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Alih-alih, mereka justru harus berburu buaya muara buntut jebolnya tempat penangkaran buaya milik PT. Perkasa Jagat Karunia (PJK) di Pulau Bulan, Batam. 

Peristiwa jebolnya kolam penangkaran terjadi pada 13 Januari, setelah wilayah setempat diguyur hujan lebat selama beberapa hari. Sejak saat itu, nelayan menemukan buaya muara bermunculan di sekitar pulau. 

Jebolnya lokasi penangkaran jelas merugikan para nelayan. Selain mengganggu aktivitas melaut, waktu mereka juga terkuras untuk menangkap hewan reptilia semiakuatik itu. Oleh karena itu, mereka pun meminta perusahaan memberi kompensasi untuk mengganti waktu mereka yang hilang. 

“Jangankan melaut, beraktivtas di pesisir pulau saja was-was. Siapa yang bisa mengendalikan anak-anak kami, bagaimana kalau ada korban, siapa yang menawarinya,” kata Muhammad Sapet, Ketua Nelayan Pokmaswas Pulau Buluh, Minggu (19/1/2024). 

Saat ini, kata Sapet, perusahaan seperti Lepas Tangan tidak ada memberikan bantuan kepada kompensasi nelayan yang terdampak. “Nggak usahlah kompensasi duit, kasih sembako ke keluarga nelayan saja sudah cukup.” 

Rata-rata kata Sapet, satu keluarga di pesisir Kecamatan Bulang ini bisa mendapatkan penghasilan melaut minimal Rp200 ribu satu hari. Itu jika hari biasa, bukan musim dingin seperti sekarang ini.

Sapet juga meminta pemerintah daerah ikut menekan perusahaan agar bertanggung jawab terhadap kejadian ini. Termasuk DPRD setempat dengan memanggil pihak terkait melalui rapat dengar pendapat (RDP). 

PIhak DPRD Kota Batam sendiri telah meninjau lokasi penangkapran tersebut. Hasilnya, fasilitas tersebut dinilai kurang aman. “Kami melihat banyak yang janggal disitu, hanya ada pagar dan tembok saja sebagai pembatas, jadi terlihat kurang safety. Padahal ini disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara,” kata Wakil Ketua DPRD Batam, Aweng Kurniawan kepada Mongabay, Jumat (17/1/2025).

Temuan lainnya, pihak PT PJK juga tidak bisa menunjukkan legalitas dan laporan tahunan ketika diminta. Menurut Aweng, meski masalah tersebut menjadi kewenangan Provinsi Kepri, meski demikian akan tetap memanggil perusahaan dan membawa dokumen legalitas mereka karena peristiwa itu dinilai meresahkan.

Aweng juga meminta perusahaan memberi kompensasi kepada nelayan yang tidak bisa melaut akibat kejadian ini. “Bayangkan saja sekarang sedang musim ikan dingkis yang harganya sedang naik, nelayan tidak bisa melaut dan mencari rezeki, menafkahi anak dan istri mereka, ini untung belum ada korban.” 

Baca: Buaya Muara Muncul Dekat Pemukiman Warga, Habitat Terganggu?

Nelayan di Pulau Bulan, Batam was-was buntut jebolnya penangkaran buaya milik PT JPK. Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

Sebut sebagai bencana

Kapolsek Bulang Iptu Adyanto Syofyan menyebut jebolnya tanggul penangkaran sebagai bencana akibat cuaca ekstrem. Dia juga meralat bahwa jumlah buaya yang lepas lebih kurang 20 ekor, meskipun saat ini sudah ditangkap 38 ekor buaya. “Saat ini sudah ada tim terpadu (TNI, Polri) untuk menangkapnya,” ujarnya, Jumat (17/1/2025).

Tim Terpadu di pusatkan di pos Angkatan Laut di Pulau Mengkadah. Warga yang berhasil menangkap buaya mendapat bantuan minyak dan sagu hati. “Sampai sekarang belum ada tindakan kriminal yang dijatuhkan ke perusahaan karena belum ada korban jiwa, diterkam atau elanggan belum ada.”

Toni, perwakilan perusahaan tidak menanggapi ketika dihubungi Mongabay. Namun berdasarkan penelusuran di mesin pencari Google, selain menangkarkan buaya, perusahaan ini juga menjual berbagai produk berbahan kulit buaya. Seperti dompet, ikat pinggang hingga sepatu.

Kepala Satuan Kerja Wilayah II Batam, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau Tommy Sinambela mengakui hal itu. Menurutnya, ada tiga izin dari BKSDA yang dimiliki PT PJK. Selain izin penakaran, ada juga izin edar dalam negeri, dan edar luar negeri. 

“Merek ekspor kulit (buaya), tujuh tahun terbatas karena persaingan perdagangan pasar, tujuh tahun berusaha (menjual) tetapi tidak ada harga yang cocok, kalah politik dagang,” kata Tommy.

Tommy menyebut, total ada 500 ekor buaya di tiga kolam penangkaran milik PT PJK. Namun, tanggul yang jebol hanya satu kolam dengan koleksi 105 ekor buaya. Buaya-buaya dari penangkaran ini memiliki tanda pada sirip yang patah di bagian ekor. 

Terkait tudingan DPRD Batam bahwa lokasi penakaran kurang aman, Tommy membantahnya. “Mereka sudah sesuai standar. Pagarnya ada tiga lapis, ada pagar pakai seng, pagar beton. Dimana-mana penangkaran seperti ini, mereka sudah ikut standar dan jebol karena hujan,” katanya. 

Oleh karena itu, pihak BKSDA pun dirasa tidak perlu melakukan evaluasi. “Ini force majeure, kita angkat tangan. Inikan bencana, karena majeure tadi yang tidak bisa dihalangi.”

Baca juga: Sungai, Timah, dan Buaya Muara Terkait Gadget Kita

Pulan Bulan, Batam, lokasi penangkaran buaya milik PT JPK yang jebol. Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

Tidak ada kontribusi

Ketua DPRD Provinsi Kepri Iman Sutiawan meminta penangkaran buaya PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) di Pulau Bulan, Kota Batam, ditutup. Pasalnya selain membahayakan masyarakat sekitar, keberadaannya juga tidak memberikan kontribusi pada daerah.

Hal itu disampaikan Iman setelah melakukan sidak lapangan, Sabtu (1/2/2025). Dia bersama Anggota DPRD lainnya juga berdiskusi dengan Manajemen PT PJK bernama Toni. “Ada beberapa hal yang kami sampaikan, salah satunya meminta perusahaan yang bertanggung jawab dan memberikan kompensasi kepada nelayan terdampak,” katanya seusai sidak.

Hasil pertemuan kata Iman, terungkap bila jumlah buaya yang lepas 39 ekor karena di kolam hanya tersisa 66 ekor. Dari jumlah tersebut, 38 ekor telah ditangkap dan sisanya mati. “Karena juga tidak ada kontribusinya sama sekali, tutup saja lebih bagus,” jelasnya. 

Kepala Satuan Kerja Wilayah II BKSDA Batam Riau Tommy Sinambela tidak banyak memberikan tanggapan terkait tuntutan DPRD Kepri untuk menutup penangkaran tersebut. Menurutnya, keputusan penutupan lokasi penangkaran itu ada di kementerian. “Izinnya dari Menteri, saya tidak dapat menjawab,” kata Tommy melalui pesan singkat, Minggu (2/2/2025). 

****

Foto utama: Seorang nelayan menunjukkan buaya milik PT JPK yang kembali tertangkap. Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

Misteri Sisik Buaya: Pola Acak yang Mengejutkan

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|