Orangutan Tapanuli: Berstatus Kritis dan Terancam di Habitatnya

1 day ago 10
  • Hutan Batang Toru merupakan satu-satunya habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Spesies ini telah dipisahkan dari orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan sumatera (Pongo abelii) pada 2017.
  • Hutan Batang Toru terbentang di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang luasnya mencapai 133. 841 hektar.
  • Ancaman yang dihadapi orangutan tapanuli, selain berkonflik dengan masyarakat, juga karena habitatnya yang berkurang. Ini dikarenakan adanya kegiatan pembangunan proyek besar serta perluasan lahan perkebunan.
  • Satu individu orangutan tapanuli terpantau dengan kondisi mata kanan buta di wilayah Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Ini terlihat pada bekas lukanya, seperti terkena peluru senapan angin. Namun begitu, sang induk tersebut harus merawat anaknya yang masih kecil.

Hutan Batang Toru merupakan bentang alam yang terdiri hutan pegunungan rendah, hutan gambut, hutan batu kapur, dan rawa. Hutan ini terbentang di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang luasnya mencapai  133.841 hektar.

Batang Toru yang disebut juga Harangan Tapanuli oleh masyarakat setempat, merupakan satu-satunya habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Spesies ini telah dipisahkan dari orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan sumatera (Pongo abelii) pada 2017 lalu.

“Secara genetik, orangutan tapanuli hanya bisa ditemukan di Batang Toru,” terang Onrizal, pengajar dan peneliti bidang ekologi hutan tropis dan konservasi keanekaragaman hayati di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara (USU), pada Sabtu (23/11/2024).

Baca: Studi: Orangutan Tapanuli Rentan terhadap Gangguan di Habitatnya

Seekor induk orangutan tapanuli yang mata kanannya buta terpantau bersama anaknya di wilayah hutan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pertengahan Desember 2024. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Colin Groves, Professor of Bioanthropology, Australian National University, dan Anton Nurcahyo dari Australian National University, yang merupakan peneliti orangutan tapanuli, dikutip dari The Conversation menyatakan, keberadaan sekelompok orangutan di Batang Toru pertama kali dilaporkan pada 1939.

Namun, orangutan di Batang Toru belum ditemukan hingga 1997, dan kemudian dikonfirmasi pada 2003.

“Kami mulai meneliti lebih lanjut untuk melihat apakah kelompok orangutan yang terisolasi ini benar-benar suatu spesies unik,” jelas Colin.

Atas dasar bukti genetik, disimpulkan bahwa mereka memang berbeda dari dua spesies orangutan yang sudah diketahui sebelumnya.

“Orangutan tapanuli memiliki campuran ciri khas aneh. Pejantan dewasa mempunyai bantalan pipi menyerupai orangutan kalimantan, tapi perawakan mereka yang langsing lebih mirip orangutan sumatera,” paparnya.

Baca: Ternyata, Orangutan Tapanuli Menyukai Jenis Buah Ini

Orangutan tapanuli merupakan spesies dilindungi yang statusnya satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Habitat orangutan tapanuli terancam

Onrizal menambahkan, ancaman yang dihadapi orangutan tapanuli, selain berkonflik dengan masyarakat, juga karena habitatnya yang berkurang. Ini dikarenakan adanya kegiatan pembangunan proyek besar serta perluasan lahan perkebunan.

“Ancaman ini tentunya mengganggu fungsi ekologi hutan.”

Panut Hadisiswoyo, Direktur Green Justice Indonesia, mengatakan Batang Toru menjadi perhatian masyarakat global tidak hanya karena keberadaan orangutan tapanuli yang diperkirakan kurang dari 800 individu.

“Tetapi juga, adanya berbagai kegiatan investasi,” terangnya, saat diskusi “Refleksi Penyelamatan Kawasan Ekosistem Batang Toru” di Medan, Sumatera Utara, Kamis (16/1/2025).

Baca: Data Historis Makin Menguatkan Ancaman Kepunahan Orangutan Tapanuli

Hutan Bantang Toru merupakan habitatnya orangutan tapanuli. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Panut menyoroti berdasarkan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), untuk menganalisis vegetasi tumbuhan atau tanaman, lalu membandingkan tingkat kehijauan dan memetakan kerapatan vegetasi.

“Hasil analisis vegetasi ini menunjukkan, adanya tekanan dari aktivitas manusia seperti konversi lahan untuk pertanian, kegiatan pertambangan atau industri ekstraktif, pembangunan PLTA, serta penebangan kayu. Hal ini membuat tantangan konservasi di Batang Toru semakin kompleks.”

Menurut Panut, pada 2013, ada daerah yang terbuka vegetasi atau non-vegetasinya sekitar 426 hektar. Namun, pada 2023, pembukaan itu menjadi 665 hektar.

“Misalnya, di titik Sungai Batang Toru berdasarkan analisis NDVI 2013 belum ada pembukaan, namun kemuadian terjadi fragmentasi sepanjang sungai.”

Kolaborasi civil society organization (CSO) yang bekerja di koridor barat, timur dan selatan hutan Batang Toru, sangat dibutuhkan bersama masyarakat lokal dan pemerintah daerah.

“Kami juga mendorong revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Sumatera Utara yang mengedepankan perlindungan ekosistem Batang Toru,” paparnya.

Baca: Orangutan Tapanuli dan 7 Fakta Uniknya

Tegakan pohon yang besar masih terlihat di areal Batang Toru. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Fhiliya Himasari, Manajer Program dan Tata Kelola Pengetahuan Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), pada kegiatan yang sama mengatakan Walhi telah mencium ancaman deforestasi akibat berbagai kegiatan di hutan Batang Toru.

“Kami sangat yakin, sejumlah rencana investasi akan membuat hutan Batang Toru terancam deforestasi.”

Walhi tidak hanya mengadvokasi penyelamatan orangutan tapanuli, tetapi juga ekosistem hutan yang meliputi masyarakat adat beserta flora dan fauna.

“Kami mendorong hak-hak masyarakat adat, terutama jaminan hak atas lingkungan hidup,” paparnya.

Baca juga: Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Hidup di Ekosistem Batang Toru

Berbagai kegiatan yang mengancam kelestarian Batang Toru tentunya berdampak pada kehidupan orangutan tapanuli, spesies terancam punah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Orangutan tapanuli

Satu individu orangutan tapanuli terpantau di wilayah Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat (13/12/2024).

“Mata kanannya buta. Ini terlihat pada bekas lukanya, sepertinya terkena peluru senapan angin. Namun, dia harus merawat anaknya yang masih kecil,” terang Herman, warga  Bulu Mario, kepada Mongabay di lokasi pengamatan, berupa hutan berstatus areal penggunaan lain (APL).

Herman mengatakan, orangutan tapanuli dalam bahasa lokal disebut mawas juhut bottar. Kebun miliknya, beberapa kali didatangi orangutan saat musim buah.

“Ada warga yang tidak terima, kedatangan orangutan dianggap merusak tanaman sehingga diusir menggunakan senapan angin.”

Dia mengaku kasihan melihat orangutan terluka karena ulah manusia.

“Saya berharap orangutan tapanuli hidup tanpa gangguan di habitatnya. Jangan sampai punah karena kesalahan kita,” ungkapnya.

Berdasarkan penjelasan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi [SRAK] Orangutan Pemerintah Indonesia 2019-2029, populasi orangutan tapanuli tersisa, diperkirakan berjumlah 577-760 individu, di habitat seluas 1.051,32 km persegi yang tersebar pada dua metapopulasi. IUCN menetapkan orangutan tapanuli berstatus Kritis (Critically Endangered) atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.

Para Penjaga Orangutan Tapanuli di Ekosistem Batang Toru

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|