- Sudah tiga bulan berlalu, namun kasus penyerangan dan pembunuhan di Dusun Muara Kate, Desa Muara Langon, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, belum ada titik terang. Dari polisi belum ada perkembangan. Pelaku penyerangan di dalam pos penjagaan batubara masyarakat yang mengakibatkan Tetuah Dayak Deah tewas dan satu orang luka berat itu pun belum terungkap.
- Fathul Huda dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)-LBH Samarinda mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini. Padahal, sudah hampir tiga bulan tetapi pelaku penyerangan tak kunjung terungkap.
- Polres Paser memanggil 21 saksi berkaitan dengan kasus Muara Kate hingga awal Januari 2025. Para saksi yang polisi mintai keterangan itu terdiri berbagai latar belakang, mulai organisasi kemasyarakatan hingga yang berkaitan dengan aktivitas hauling batubara. Tak terkecuali, vendor angkutan dan humas perusahaan pengerukan emas hitam.
- Abdul Aziz dari Koalisi Masyarakat Kalimantan Timur mendesak, pemerintah dapat menangani kasus kekerasan di pos jaga warga yang menimbulkan korban jiwa itu hingga tuntas. Dengan ada pos jaga masyarakat secara mandiri itu sebagai bentuk tidak berfungsinya pemerintah dan aparat penegak hukum.
Sudah tiga bulan berlalu, namun kasus penyerangan dan pembunuhan di Dusun Muara Kate, Desa Muara Langon, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, belum ada titik terang. Dari polisi belum ada perkembangan. Pelaku penyerangan yang mengakibatkan Tetuah Dayak Deah tewas dan satu orang luka berat itu pun belum terungkap.
Warga Mualar Langon, bikin pos demi menjaga lingkungan mereka tak rusak dan aman dari hilir mudik kendaraan angkutan batubara. Pada 15 November 2024, Russel dan Arson, jadi korban penyerangan di posko pemantauan itu. Russel tewas, Arson luka-luka.
Fathul Huda dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)-LBH Samarinda mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini.
Dia heran, pelaku penyerangan tak kunjung terungkap padahal sudah hampir tiga bulan. Dia pun mempertanyakan kinerja kepolisian.
“Kalau Polres (Kepolisian Resor) Paser memang tidak mampu, kenapa Polda Kaltim nggak ambil saja penanganan kasusnya itu?” katanya 13 Februari 2025.
“Kalau berlarut-larut gini kan masyarakat yang dirugikan,”
YLBHI-LBH Samarinda menduga, penyerangan warga Muara Kate itu berkaitan dengan aktivitas batubara. Pada 15 November 2024, warga yang tidur di pos jaga hauling batubara mendapat serangan orang tidak dikenal. Pos pengamanan itu masyarakat dirikan secara swadaya karena resah aktivitas pengangkutan batubara yang menggunakan jalan umum.
Sebelum insiden penyerangan, warga juga sudah aksi protes karena lalu lintas angkutan batubara di jalan umum itu merugikan masyarakat. Termasuk, ada kecelakaan yang warga alami gara-gara truk pengakut batubara ini.
“Semua yang diduga berkaitan dengan penyerangan itu harus diperiksa. Termasuk vendor hauling dan perusahaan batubara di sekitar Muara Kate.”
Polres Paser memanggil 21 saksi berkaitan dengan kasus Muara Kate hingga awal Januari 2025. Para saksi yang polisi mintai keterangan itu terdiri berbagai latar belakang, mulai organisasi kemasyarakatan hingga yang berkaitan dengan aktivitas hauling batubara. Tak terkecuali, vendor angkutan dan humas perusahaan pengerukan emas hitam.
Polisi juga memeriksa 10 closed circuit television (CCTV) atau rekaman kamera pemantau dengan radius 3-4 kilometer dari tempat kejadian perkara. Adapun CCTV dalam radius 1-2 kilometer yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian disebut tak aktif dan ada yang rusak.
Mongabay mengkonfirmasi Inspektur Hemi S Saputro yang kala itu memberikan keterangan ihwal kasus Muara Kate. Dia mengatakan tak lagi menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Paser. “Saya sudah pindah,” katanya melalui pesan singkatnya, Sabtu(9/2/25).
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Novy Adi Wibowo, Kepala Polres Paser, katakan, belum ada penetapan tersangka. Tim sedang berada di lapangan dan kepolisian akan bekerja maksimal.
Dia meyakini, kasus penyerangan di Muara Kate akan terungkap. “Intinya kami tidak berhenti ungkap kasus ini,” ujarnya, Rabu (13/2/25).

Perlindungan saksi dan korban
YLBHI sudah mengajukan laporan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komnas HAM ihwal penanganan kasus Muara Kate. Laporan itu dari hasil tim investigasi dan pendampingan YLBHI-LBH Samarinda bersama warga. Mereka ke LPSK pada 12 Desember 2024.
Fathul menilai, ada kebutuhan melakukan langkah cepat. Para saksi dan korban harus dilindungi dari intimidasi atau kriminalisasi. Dia tak ingin saksi dan korban mendapatkan ancaman dalam pengungkapan kasus ini.
Warga, katanya, menanti kepastian hukum negara. Penanganan kasus yang lambat berisiko menimbulkan asumsi masyarakat terhadap pengungkapan pelaku penyerangan. Apalagi, katanya, penyerangan pos jaga berkaitan dengan sikap masyarakat menolak aktivitas hauling batubara.
Dia khawatir, kalau pelaku tak kunjung terungkap, warga dapat melakukan tindakan secara mandiri.
“Nanti terus ada warga yang main hakim sendiri dengan caranya sendiri, akhirnya nanti warga sendiri yang jadi tersangka, jadi kasus utamanya tertutup.”
Fathul mendesak, aparat penegak hukum mengusut kasus hingga ke akar-akarnya. Tidak hanya penyerangan yang menyebabkan korban jiwa, katanya, juga aktivitas batubaranya. “Akar masalahnya apa, akar masalahnya tambang, tambang ada karena apa, karena ada izin. Siapa izin yang kasih? Pemerintah,” katanya.
Dia mengatakan, warga sudah kembali menjaga pos hauling batubara secara swadaya. Pos keamanan polisi dirikan sudah tak ada. Warga, katanya, harus berjuang sendiri menjaga daerahnya. Kondisi ini, katanya, menunjukkan sikap pemerintah yang abai menjamin kesehatan dam keselamatan rakyatnya.
“Pemerintah memang harus turun tangan dan peduli dengan rakyat kalau memang itu konsen keselamatan rakyat.”
Fathul pun pesimis kasus itu terungkap dengan cepat. Apalagi, katanya, ada kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak ke beberapa kementerian dan lembaga. Kebijakan itu berisiko menghambat upaya Komnas Ham, LPSK dan kepolisian.
“Terlebih apapun alasannya, kasus ini harus tetap diungkap agar masyarakat mendapatkan keadilan.”

Kendaraan angkut batubara langgar aturan
Desakan pengungkapan kasus juga datang dari Koalisi Masyarakat Kalimantan Timur. Ada Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Lembaga Bantuan Hukum Samarinda, Kelompok Kerja 30, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kaltim, Walhi Kaltim dan Aji Samarinda.
Pada 18 Desember lalu, puluhan orang yang tergabung dalam aksi itu melayangkan tuntutan di Depan Kantor Gubernur Kaltim. Mereka mendesak kejelasan kasus kekerasan di Muara Kate.
Melalui pernyataan tertulis, Abdul Aziz dari Koalisi Masyarakat Kalimantan Timur mendesak, pemerintah dapat menangani kasus kekerasan yang menimbulkan korban jiwa itu hingga tuntas. Dia juga menilai, ada pos jaga masyarakat secara mandiri itu sebagai bentuk tidak berfungsinya pemerintah dan aparat penegak hukum.
Koalisi mendesak, pemerintah menindak tegas truk pengangkut emas hitam yang menggunakan jalan umum dan mengancam keselamatan rakyat.
Aziz menjelaskan penggunaan jalan umum bagi truk batubara juga melanggar aturan, seperti tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Kalimantan Timur Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Pengangkut Batubara dan Sawit. Perda itu menyebutkan, kendaraan pengangkut emas hitam tak boleh melintas di jalan umum. Koalisi pun mendesak, pemerintah dan aparat penegak hukum menjalankan aturan ini.
Aturan ini jelas menyatakan, setiap hasil tambang batubara dan perkebunan sawit dari perusahaan pertambangan dan perkebunan wajib pakai jalan khusus. Adapun sanksi angkutan batubara yang pakai jalan umum pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda maksimal Rp50 juta.
Apa yang terjadi di Muara Kate, katanya, kejahatan luar biasa oleh pemerintah dan pengusaha. “Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur mengecam dan mengutuk keras tindakan brutal dan tidak manusiawi yang menyebabkan terbunuhnya masyarakat Muara Kate.”
Kepada awak media, Penjabat (PJ) Gubernur Kaltim Akmal Malik mengatakan, aparat hukum tengah tangani kasus ini. Dia menunggu dan menghormati proses hukum yang berjalan. Kendati demikian, pemerintah berupaya audiensi dengan tokoh-tokoh masyarakat untuk mencari solusi bersama.
“Kuncinya nanti kita duduklah, kita duduk bersama,” katanya pertengahan Desember 2024.
“Kalau persoalan hukum biar aparat penegak hukum, persoalan dengan masyarakat akan coba kami fasilitasi.”
Dia bilang, soal penggunaan jalan umum untuk aktivitas hauling batubara, termasuk dalam bagian proses penyelidikan penegak hukum.
Audiensi dengan beberapa instansi pun dia lakukan. “Saya akan mencoba memfasilitasi berbicara dengan ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) dengan Kementerian Perhubungan, bagaimana langkah-langkahnya nanti kedepan,” katanya.
*******
Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate di Posko Tolak Batubara, Komnas HAM: Usut Tuntas