- Konflik lahan (agraria) di Desa Iwul makin memanas. Lahan tani dan kebun maupun bangunan warga mulai tergusur oleh pengembang perumahan, seperti terjadi Kamis (20/2/25).
- Studio radio lokal warga Iwul pun hancur. Studio radio lokal itu sudah ada sejak 8 tahun lalu. Setiap hari mengudara dengan siaran bincang-bincang warga, hiburan musik, dan sebagai alat informasi warga Desa Iwul.
- Jarkasih, Tokoh masyarakat Desa Iwul, berusaha melerai warga agar tidak terjadi bentrokan. Nahas, dia malah terkena pukulan dari orang perusahaan di bagian kepala dan bawah mata.
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melaporkan penggusuran dan pemukulan kepada Polres Bogor, Kamis malam. Astatantica Belly Stanio, Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta, mengatakan, penggusuran ini sewenang-wenang dan tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
Konflik lahan (agraria) di Desa Iwul makin memanas. Lahan tani, kebun maupun bangunan warga mulai tergusur oleh pengembang perumahan, seperti terjadi Kamis (20/2/25).
Pagi itu, Nani bergegas membangunkan Mursalim, suaminya, ketika puluhan pria berkaos serba hitam mendatangi rumah mereka di Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Pak… pak… bangun. Banyak tamu itu di luar,” katanya mengenang hari itu saat cerita kepada Mongabay.
Mursalim keluar. Dia melihat sekitar 30-an orang akan merobohkan rumahnya. Seorang pria berbicara kalau rumah Mursalim harus digusur, karena berada di tanah PT Kahuripan Raya (Kahuripan).
Mursalim dan Nani tercengang. Dia coba menghadang penggusuran dengan beko itu, Nani bergegas ke rumah Ketua Rukun Tetangga (RT) untuk melapor.
“Saya coba menghalangi, coba menghadang, tetapi kekuatan banyakan pada mereka,” ucap Mursalim.
Rombongan puluhan laki-laki itu tak mengindahkan penolakan Mursalim. Mereka merangsek masuk, mengeluarkan seisi rumah. Eksavator lantas menggaruk rumah Mursalim.
Sekejab rumah seluas 60 meter persegi itu rata dengan tanah. Musala persis di samping rumah Mursalim juga tergaruk eksavator. Tempat ibadah yang berdiri sejak empat tahun lalu itu juga mereka bilang berada di tanah Kahuripan.
Nani tak sempat menyelamatkan peralatan ibadah di musola. “Mukena, sajadah, baju koko, segala Surat Yasin masih pada ada di dalam musala.”
Musala itu sehari-hari untuk warga sholat, ratib, pengajian rutin, sampai latihan hadro (hadrah). Rencana, warga akan memakai musala itu untuk penutupan pengajian menyambut bulan puasa. Dengan penggusuran ini, semua rencana sirna.
Studio radio warga juga hancur. Menurut Mursalim, studio radio lokal itu sudah ada sejak 8 tahun lalu. Setiap hari mengudara dengan siaran bincang-bincang warga, hiburan musik, dan sebagai alat informasi warga Desa Iwul.
“Jadi, wadah silaturahmi warga. Kalau malam ngajak warga ronda, dan ada siaran lagu peneman ronda,” ujar pria yang akrab disapa Bargot itu.
Emad, Ketua RTIwul, tidak mendapat pemberitahuan perusahaan perihal penggusuran ini. Dia justru baru tahu dari laporan Nani, sekitar pukul 9.00 pagi.
“Tidak ada sama sekali (pemberitahuan). Begitu (saya) datang sudah pada hancur ini,” ujar Emad.
Usai penggusuran berlangsung, sontak warga Desa Iwul berkumpul untuk bersolidaritas pada Mursalim dan Nani. Warga juga geram mendengar kabar rumah ibadah mereka hancur.
Mereka berbondong-bondong datang ke posko alat berat perusahaan. Di sana, warga terlibat adu mulut dan dorong-mendorong dengan orang perusahaan.
Jarkasih, Tokoh masyarakat Desa Iwul, berusaha melerai warga agar tidak terjadi bentrokan. Nahas, dia malah terkena pukulan dari orang perusahaan di bagian kepala dan bawah mata.
“Di bagian kepala kiri, ini mata saya merah. Ini di sini ke pukul ke mari. Saya langsung keluar dari barisan dan langsung visum di rumah sakit Dompet Dhuafa,” katanya.

Klaim gusur bangunan liar
Marim Purba, General Manager Kahuripan, mengatakan, rumah dan musala yang mereka gusur merupakan bangunan liar di atas tanah Kahuripan.
Pada 2022, Nani melakukan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Kahuripan untuk mengelola sebidang tanah. Tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mau memperpanjang kerja sama itu.
“Tahun 2023 yang bersangkutan membuat surat pernyataan akan membongkar sendiri bangunannya,” ujar Marim ketika dikonfirmasi Mongabay, Jumat (21/2/25).
Dia menegaskan, pembongkaran itu karena Nani tidak kunjung membongkar sendiri bangunannya. Dia mengklaim telah memberikan surat pemberitahuan perihal pembongkaran kepada Nani.
Dia memperlihatkan surat perjanjian kerja sama terhadap dua bidang tanah berbeda kepada Mongabay, masing-masing atas nama Nani dan Yanti Susilawati.
Nani menyewa tanah seluas 397 meter persegi Rp595.500 per tahun. Dalam surat perjanjian itu tertulis, lahan untuk siaran radio. Sewa lahan untuk seluas 756 meter persegi dengan harga Rp226.800 per tahun.
Sementara Yanti Susilawati menyewa tanah 50 meter persegi Rp200.000 per bulan yang harus dibayar di muka.
“Karena lahan akan ditata, maka kebijakan perusahaan akan mengosongkan semua bangunan liar.”

Dugaan pelanggaran HAM
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melaporkan penggusuran dan pemukulan kepada Polres Bogor, Kamis malam.
Astatantica Belly Stanio, Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta, mengatakan, penggusuran ini sewenang-wenang dan tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
Apalagi, warga tidak diberitahu terlebih dahulu perihal penggusuran dan surat perintah pembongkaran atau administrasi lain tidak ada.
“Ini dapat dikatakan sebagai penggusuran paksa. Penggusuran paksa ini tindakan pemindahan orang secara sewenang-wenang, baik dari rumahnya, dari bangunan, ataupun dari lahan yang sudah mereka kuasai turun-temurun untuk mencari nafkah,” ujar Belly.
Penggusuran musala juga merupakan pembatasan terhadap warga dalam melakukan ritual keagamaan. Menurut Belly, perusakan rumah ibadah masuk dalam dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Undang-undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur, setiap orang berhak bebas memeluk agamanya dan beribadat menurut keyakinannya.
Soal pemukulan terhadap Jarkasih, menurut Belly, itu masuk dalam tindak pidana penganiayaan ringan sebagaimana Pasal 351 juncto Pasal 352 KUHP. Itu sudah dilaporkan ke polisi dengan nomor laporan: LP/B/311/II/2025/SPKT/RES BGR/POLDA JBR, tertanggal 20 Februari 2025.
Rentetan peristiwa penggusuran dan pemukulan ini tidak terlepas dari konflik agraria antara Kahuripan dengan warga Desa Iwul. Konflik ini mengancam mata pencarian warga, yang mayoritas adalah petani.
Belly mengatakan, penghilangan mata pencarian warga juga berpotensi melanggar HAM. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Dengan pembangunan perumahan, warga yang menggantungkan hidup sehari-hari dari lahan pertanian akan kehilangan sumber penghidupan mereka.

Kriminalisasi warga
Warga Desa Iwul berinisial M, perusahaan laporkan ke polisi atas dugaan tindakan penghadangan alat berat. Pada 22 Januari lalu, warga menghadang upaya perusahaan meratakan lahan perkebunan.
Ketika itu, terjadi dorong-mendorong antara warga dengan keamanan perusahaan. Menurut Jarkasih, warga berinisial M itu terlibat dorong-mendorong dengan salah seorang keamanan perusahaan.
“Terjadi sedikit adu badan, dan dia (keamanan perusahaan) adu badannya kalah karena badannya lebih kecil.”
Polres Bogor telah memanggil tiga warga, termasuk Jarkasih dan Kepala Desa Iwul sebagai saksi laporan polisi ini. Pemanggilan klarifikasi sudah empat kali.
Jarkasih menduga, laporan polisi ini sebagai bentuk kriminalisasi dan pembungkaman terhadap warga yang menolak pembangunan perumahan Kahuripan.

********