- Zhangixalus faritsalhadii merupakan katak pohon spesies baru itu ditemukan di Banyumas, di sebuah desa di lereng Gunung Slamet, Jawa Tengah, dengan ketinggian 773 mdpl.
- Temuan para peneliti ini telah diterbitkan dalam Raffles Bulletin of Zoology, 2024.
- Katak pohon ini tergolong eksotik, dengan warna kehijauan, totol krem, dan selaput kaki berwarna merah.
- Selain eksploitasi, katak pohon juga menghadapi ancaman terkait perubahan habitat dan penyempitan hutan. Konversi hutan-hutan pegunungan di Jawa menjadi lahan pertanian bisa membahayakan kelangsungan hidup mereka.
Foto katak pohon berwarna hijau, dengan bintik hitam dan krem, serta kaki berselaput warna merah itu muncul pertama kali dalam buku Amfibi Pulau Jawa, terbit 2021, yang disusun oleh Farits Alhadi dan kawan-kawan.
Buku setebal 214 halaman dengan foto-foto berwarna tersebut, dimaksudkan sebagai panduan bergambar dan identifikasi amfibi di pulau paling padat penduduknya di dunia ini. Buku merangkum perjalanan penelitian amfibi selama 200 tahun di Jawa yang menampilkan 45 spesies.
Katak unik dalam foto itu pada mulanya dikenali sebagai Rhacophorus sp., yang merupakan kelompok katak pohon dalam buku Amfibi Pulau Jawa. Identifikasi selanjutnya, katak jenis baru ini memiliki kemiripan morfologi Rhacophorus prominanus, yang sekarang nama genusnya untuk kelompok ini menjadi Zhangixalus.
“Awalnya, memang kami tidak menyangka itu adalah jenis baru,” kata Amir Hamidy, yang terlibat dalam penelitian ini. Dia merupakan Ahli Peneliti Utama di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), BRIN.
Baca: Temuan Spesies Katak Baru ini Memberi Bukti Perubahan Geologi selama 55 Juta Tahun di Amazon
Selama ini, spesies dalam kelompok katak pohon yang berwarna hijau dengan warna selaput merah pada kaki diketahui ada tiga, yaitu Zhangixalus achantharrhena (endemik Sumatera), Z. prominanus (Sumatera dan Semenanjung Malaysia), dan Z. dulitensis (Borneo: Kalimantan, Sarawak, Sabah). Tentu saja, saat ada katak pohon dengan ciri-ciri yang mirip namun ditemukan di Pulau Jawa menjadi informasi berharga.
Setelah dilakukan survei lanjutan dari lokasi yang sama, serta analisa genetik memperlihatkan bahwa katak pohon tersebut berbeda dengan spesies Zhangixalus lain dari Sundaland yang pernah ada. Temuan para peneliti telah dilaporkan dalam Raffles Bulletin of Zoology, 2024.
“Selain menjadi tambahan penting data keanekaragaman hayati, temuan ini juga memperkuat urgensi upaya konservasi untuk melindungi habitat katak pohon serta spesies amfibi lainnya di Jawa, yang semakin terancam oleh perusakan habitat, perubahan iklim, dan penyakit,” jelasnya, Senin (20/1/2025).
Meski sudah dieksplorasi bertahun-tahun, diperkirakan masih ada spesies amfibi yang dapat ditemukan di Jawa. Penemuan terbaru spesies katak pohon ini menambah jumlah spesies amfibi di Jawa menjadi 47 jenis.
Baca: Katak Berteriak, Tapi Manusia Tak Mendengar
Pegunungan
Katak spesies baru itu ditemukan di Banyumas, di sebuah desa di lereng Gunung Slamet, Jawa Tengah, dengan ketinggian 773 mdpl. Lokasinya di hutan Rasamala, yang terdapat rawa sekitar 10 meter dari sungai utama. Habitatnya berupa hutan pegunungan dengan genangan air kecil yang terbentuk dari air mengalir dari lereng.
Amir mengisahkan, informasi keberadaan katak pohon ini awalnya berasal dari pengamatan herpetofauna Unsoed pada 2017 masih berupa fotografi, selanjutntya ditindaklanjuti oleh almarhum Farits Alhadi (herpetolog muda Indonesia), yang melakukan ekplorasi lanjutan pada tahun 2020, dan mempublikasikanya dalam bentuk fotografi dalam buku Amfibi Pulau Jawa pada 2021.
Meski informasi keberadaan katak pohon ini diketahui sudah sejak lama, namun waktu itu belum ada tidak lanjut deskripsi. Bukti foto dan data-data yang muncul belakangan membuat informasi itu ditindaklanjuti.
Survei lapangan dilakukan pada Februari 2020 dan Juli 2022, yang saat kegiatan pertama tersebut, melibatkan mendiang Farits Alhadi. Beberapa individu yang ditemukan, berada di pohon palem dengan ketinggian 15 meter di atas tanah, di tanaman rotan, dan pohon lainnya..
Penelitian masih berlanjut, namun Farits Alhadi meninggal. Untuk mengenang sekaligus menghormati dedikasinya, spesies baru katak pohon dari Jawa ini diberi nama Zhangixalus faritsalhadii.
Spesies katak pohon baru ini, memiliki sejumlah keunikan. Amir menerangkan, meski secara morfologi punya kemiripan, namun barkoding molekulernya terpisah dengan kelompok terdekatnya, yaitu Zhangixalus prominanus yang ditemukan di Sumatera.
“Pemisahannya sudah pada level beda spesies. Jarak genetiknya lebih dari 3,1 persen dari gen 16s rRNA,” ungkapnya.
Selain itu secara morfologi jika diperhatikan lebih detil, akan terlihat beberapa perbedaan. Misalnya, ukuran bintik pada Z. faritsalhadii lebih kecil dibanding Z. prominanus. Moncong katak pohon spesies baru juga lebih tumpul dibanding kerabatnya itu.
Baca juga: Katak Terkecil di Dunia yang Ditemukan di Sulawesi, Ternyata Bersarang di Daun
Konservasi Katak Pohon
Katak pohon ini tergolong eksotik, dengan warna kehijauan, totol krem, dan selaput kaki berwarna merah. Amir mengkhawatirkan, satwa ini menjadi buruan para kolektor atau penggemar amfibi. Pola warna yang mencolok dan unik dapat membuat spesies ini menjadi target eksploitasi terutama perdagangan satwa liar. Permintaan terhadap satwa eksotik kerap mengancam kelestariannya di alam.
Sebagai satwa karnivora, katak pohon kemungkinan memakan serangga atau hewan lain. Namun kepastian makanan utamanya juga masih harus diteliti. Menurut Amir, itu penting untuk mengetahui peran satwa ini di alam. Informasi terkait suaranya, berudunya, juga belum diperoleh dan bisa diteliti lagi.
“Karena sebarannya kita belum tahu, mestinya survei lebih lanjut perlu dilakukan di lokasi hutan-hutan di pegunungan Jawa. Ini kan baru satu lokasi, boleh jadi di tempat lain juga ada seperti di hutan pegunungan Jawa Barat. Ini juga penting untuk evaluasi status konservasinya,” ungkapnya.
Selain eksploitasi, katak pohon juga menghadapi ancaman terkait perubahan habitat dan penyempitan hutan. Konversi hutan-hutan pegunungan di Jawa menjadi lahan pertanian bisa membahayakan kelangsungan hidup mereka.
Sebagai satwa yang hidup di hutan pegunungan, spesies katak pohon sensitif terhadap perubahan suhu. Akibatnya, kenaikan suhu global terkait krisis iklim juga potensial mengancam kehidupan spesies unik ini.
“Ketiga, di amfibi ada jamur Chytrid yang menginfeksi kulit katak yang disebut Bd (Batracho-chytrium dendrobatidis), yang bisa menyebabkan katak mengalami gangguan pada kulitnya. Secara global sudah terjadi dan menyebabkan populasi amfibi menurun. Di Amerika Selatan, telah menyebabkan kepunahan beberapa spesies.”
Hutan pegunungan di Jawa yang kebanyakan terletak di gunung vulkanik juga menjadi ancamana tersendiri. Sewaktu-waktu terjadi aktivitas vulkanik yang menyebabkan letusan gunung berapai, yang berdampak pada kepunahan spesies.
Gunung Slamet yang menjadi habitat spesies baru ini, mengutip laporan tersebut, tidak termasuk dalam kawasan lindung Indonesia, sehingga spesies baru ini rentan terhadap eksploitasi. Terlebih, titik lokasi penemuan terletak dekat dengan perkemahan yang semakin populer.
“Sehingga, perlu upaya dan rencana pengelolaan konservasi yang melibatkan berbagai pihak,” jelas laporan tersebut.